parpol, khususnya yang mengusung Prabowo menjadi calon Presiden.
Terpilihnya Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres mendampingi Prabowo Subianto mengejutkan banyak pihak, seolah "melucuti" kedigdayaan para ketuaTiket pencalonan Gibran didapat dari Partai Golkar, partai terbesar kedua di Parlemen setelah PDIP. Gibran menggeser nama Airlangga Hartanto, dan juga nama populer lain seperti Ridwan Kamil. Begitu kuatnya sosok Gibran, padahal dia bukan kader Golkar.
Dalam barisan koalisi lainnya ada sosok Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Pria tampan dan gagah itu juga tak menjadi opsi cawapres meski sebelumnya sangat kekeh saat berada di barisan Anies Baswedan. Begitupun dengan PAN, meski partai ini tak memberikan opsi ketua umumnya menjadi cawapres.
Siapakah Gibran? Kenapa dia begitu powerfull dan mendapatkan tiket langsung ke arena Pilpres meski belum selesai mejabat Wali Kota Solo? Di belakangnya, tak lain ada sang Ayah, Presiden Republik Indonesia ke-7, Joko Widodo.
Menarik jika kita amati realitas politik akhir-akhir ini, apalagi sosok Jokowi yang notabene bukan tokoh sentral partai politik, apalagi di PDIP yang telah mengusungnya sejak dari Wali Kota, Gubernur hingga Presiden.
Dulu banyak yang meragukan, apakah hanya akan menjadi "boneka" atau istilah lain petugas partai yang berjalan sesuai instruksi partainya? Dulu Jokowi dianggap lemah karena bukan tokoh partai, tak akan mampu mengontrol parlemen.
Fenomena belakangan ini agaknya memberi pemahaman berbeda tentang sosok Jokowi, terlepas baik dan buruknya, secara politik dia sangat powerfull, bahkan melampaui ketua parpol. Salah satu bukti terpilihnya Gibran sebagai cawapres menggeser nama-nama besar dari parpol pengusung.
Tak hanya itu, Gibran juga menjadi opsi yang lebih kuat dibanding Cak Imin yang akhirnya juga hengkang ke kubu Anies. Seolah para ketua parpol tak berkutik menghadapi anak muda yang secara usia bahkan belum genap 40 tahun ini.
Sebelumnya, publik dibuat terkejut ketika Prabowo-Sandi, rival politiknya pada Pilpres 2019 itu masuk ke dalam kabinet. Keduanya bahkan bersedia "hanya" dijadikan menteri, dan kini Prabowo menjadi salah satu yang sangat loyal pada Jokowi.
Jokowi telah menunjukkan dirinya sebagai politisi ulung. Sikap politiknya sukar dibaca, dan membingungkan para ketua parpol, termasuk partai yang mengusungnya menjadi Presiden.
Arena pemilu yang selama ini ajang kompetisi partai politik, akan memiliki nuansa berbeda. Entah bagaimana cara mainnya, ini sangat unik, sebab Jokowi bukan tokoh sentral partai politik. Jokowi seolah memainkan "invisible hand" dan menjadi magnet kuat dalam pemilu kedepan.
Dia seperti sedang menunjukkan big power sebagai pemegang kekuasaan, tak didikte oleh satu parpol tertentu, bahkan parpol besar bisa mengikuti arah angin yang diciptakannya.
Terlepas dari alasan etik tentang majunya Gibran sebagai cawapres, dengan dukungan keputusan MK, yang jelas Pilpres 2024 mendatang menjadi realitas yang menarik. Apakah Prabowo-Gibran akan memenahi perhelatan, atau malah semakin kehilangan dukungan? Wallohu'alam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H