Mohon tunggu...
Ahmad Fahrizal Aziz
Ahmad Fahrizal Aziz Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Blogger

Sekretaris GPMB Kab. Blitar, blog pribadi klik www.jurnalrasa.my.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lafran Pane, Pendiri HMI Berlatarbelakang Muhammadiyah

25 Desember 2021   11:49 Diperbarui: 25 Desember 2021   12:00 1332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), adalah Organisasi Mahasiswa tertua di Indonesia yang berdiri pada 5 Februari 1947.

Pendirinya adalah Lafran Pane, tokoh minang, saudara kandung sastrawan Sanusi Pane dan Armin Pane.

Lafran Pane besar di keluarga Muhammadiyah. Ayahnya, Sutan Pangurabaan Pane, adalah salah satu pendiri Muhammadiyah di Sipirok, Padangsidempuan, Sumatera Utara.

Lafran Pane sendiri mengenyam pendidikan dasar di Pesantren Muhammadiyah Sipirok dan HIS Muhammadiyah. Pendidikannya berlanjut di Sekolah Tinggi Islam (STI) dan pindah ke Akademi Ilmu Politik UGM hingga meraih gelar Doktorandus.

Lafran Pane kemudian berkarir sebagai akademisi, dan pernah menjadi Dosen Akademi Tabligh Muhammadiyah yang kini Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Gagasan tentang Pembaharuan Islam

Tumbuh di keluarga Muhammadiyah sedikit banyak memengaruhi corak berpikir Lafran Pane, misalnya kritiknya terhadap perilaku masyarakat yang menjadikan agama sebatas peribadatan.

Menurutnya, Islam mengatur semua urusan baik antara manusia dengan Tuhan maupun antar sesama manusia.

Dalam buku Lafran Pane Jejak Hayat dan Pemikirannya hal. 195 karya Hariqo Wibawa Satria (2011), sosok kelahiran Padangsidempuan, 5 Februari 1922 ini menyatakan jika Islam bukanlah sekumpulan kaum yang mempertahankan tradisi dan pengetahuan tradisional.

Ia mendirikan HMI sebagai ide persatuan Umat Islam untuk mengikis fanatisme kelompok yang makin meningkat, selain untuk mempertahankan Negara Republik Indonesia.

Menurutnya Umat Islam harus menciptakan masyarakat adil makmur, tidak saja secara material namun juga spiritual. Ketika Umat Islam menjalankan agamanya dengan benar, tidak ada negara manapun yang bisa menjajah.

Artinya, Lafran Pane memiliki gagasan bahwa Islam adalah alat perubahan sosial, tidak sebatas instrument peribadatan belaka. Karena itulah perlu wadah untuk menjalankan transformasi itu, salah satunya lewat HMI.

Lokomotif HMI

Gagasan tentang pembaharuan Islam memang kuat di awal abad ke-20, apalagi setelah lahirnya Muhammadiyah (1912) dan HMI (1947).

Kemiripan gagasan antara keduanya membuat masyarakat mengidentifikasikan HMI adalah Muhammadiyah, terlebih ketika lahir Masyumi sebagai wadah aspirasi politik Umat Islam Indonesia kala itu.

Padahal antara Muhammadiyah dan HMI tidak berkait apapun secara struktur, karena Muhammadiyah sendiri kemudian memiliki Organisasi Otonom (Ortom) yaitu Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (1964).

Meski demikian, banyak tokoh-tokoh Muhammadiyah yang berafiliasi dengan HMI ketika mahasiswa, terutama mereka yang kuliah di kampus negeri.

Kecocokan cara pandang itulah yang menjadikan mereka bergabung dengan HMI, apalagi setelah tahu jika pendirinya juga berlatar belakang Muhammadiyah.

HMI kemudian berkembang menjadi organisasi yang besar dan inklusif dan memiliki korps alumni yang kuat yaitu KAHMI.

HMI yang awalnya identik dengan Muhammadiyah pun kini begitu Hybrid, banyak elemen bisa masuk ke HMI meski dengan mainstream gerakan pembaharuan yang tak jauh berbeda.

Salah satu tokohnya yaitu Nurcholish Madjid, yang berlatar belakang NU, punya mainstream berpikir progresif sehingga kerap bersanding satu forum dengan Ahmad Syafii Maarif, ketua umum PP Muhammadiyah (1998-2005).

Ahmad Syafii Maarif pernah bersinggungan langsung dengan pendiri HMI ketika kuliah di IKIP Yogyakarta, selain keduanya sama-sama putra Minang.

Dalam buku Titik-titik Kisar di Perjalananku, Syafii Maarif menulis sosok Lafran Pane. Saat dia kuliah, pendiri HMI itu menjadi Wakil Dekan 1 IKIP Yogyakarta (sekarang UNY). Ia mengenang kedekatan hubungan ibarat anak dan bapak. Lafran Pane juga yang membantunya hingga jadi pengawai negeri.

Pahlawan Nasional

Lafran Pane mendapat gelar Pahlawan Nasional, 6 November 2017 melalui Keppres RI Nomor: 115/TK/Tahun 2017.

Lafran Pane, melalui HMI, telah menjadi gelombang massa yang besar, tumbuhnya kader-kader intelektual yang progresif dari tingkat Komisariat.

Jasa besarnya ikut serta mengisi kemerdekaan lewat organisasi yang ia dirikan, menularkan pandangan tentang Islam dan Keindonesiaan, bagaimana Umat Islam bisa berperan aktif dalam perubahan sosial.

Lafran Pane beramal melalui gagasan yang dilembagakan dan terus dirawat hingga sekarang. Pengaruhnya sangat besar, lewat Latihan Kader (LK), calon-calon kader HMI mempelajari gagasan-gagasan progresif dari Lafran Pane. []

Blitar, 25 Desember 2021
Ahmad Fahrizal Aziz

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun