Tahun 2021 menjadi tahun penuh duka bagi dunia kesenian di Blitar, karena dua tokoh penggerak seni dan budaya berpulang. Ialah Bapak Andrias Edison dan Mbah Hirdianto (Lik Hir).
Pak Andrias Edison terlebih dahulu dipundut pada 29 April. Berselang dua bulan Lik Hirdianto juga berpulang pada 25 Juni. Keduanya, punya peran penting dalam dunia seni budaya di Blitar.
Pak Andrias, Seniman dan Birokrat
Pertama kali saya berkenalan dengan Pak Andrias Edison ketika peringatan Hari Puisi Indonesia (HPI) 27 Juli 2017 di Istana Gebang. Kala itu saya menjadi pemandu acara pembacaan puisi.
Pak Andrias datang memberi dukungan sebagai ketua Dewan Kesenian Kota Blitar, yang akhirnya juga ikut membaca puisi di akhir acara.
Pak Andrias punya gaya berbusana yang khas ; pakaian serba hitam dengan jenggot putih, berkacamata, serta aneka asesoris yang melekat. Sangat nyeni.
Padahal, Pak Andrias adalah ASN, guru, dan pernah juga berkarir sebagai komisioner di Komisi Pemilihan Umum selama 2 periode (2003-2013).
Tentu mengherankan seorang ASN tetap bisa mempertahankan citra senimannya meski kesehariannya begelut dalam dunia birokrasi.
Selain event Hari Puisi, saya juga kerap bertemu Pak Andrias dalam beberapa kegiatan. Pak Andrias juga pernah datang pada malam Parade Puisi Sumpah Pemuda yang digelar oleh FLP Blitar, 25 Oktober 2019. Pak Andrias ikut membaca puisi bahkan menonton hingga tengah malam.
Ternyata, interaksi saya dengan beliau berlanjut ketika penulisan buku Dua Dekade Kota Blitar Memilih. Saya menjadi salah satu tim penulis dan kebagian menulis periode pertama KPU Kota Blitar yang kala itu diketuai Pak Andrias.
Meski lama berkarir dalam bidang politik, khususnya kepemiluan, jiwa seninya tak luntur. Beliau salah satu pencetus agenda Grebeg Pancasila bersama para seniman lain seperti Pak Bagus Putuparto, termasuk Lik Hir di dalamnya, yang sekarang jadi program resmi Pemkot Blitar.
Artinya, sejak dulu memang sudah punya sense of politic untuk kemajuan seni dan budaya, hingga akhirnya menjadi ketua Dewan Kesenian Kota Blitar sampai akhir hayatnya.
Pada September 2020, melalui akun facebooknya, beliau mengabarkan jika SK pensiunnya sebagai ASN sudah turun. Tak lama setelah itu kami berjumpa di Pas Pedas untuk acara FGD penulisan buku KPU.
Sepertinya itu hari terakhir saya berjumpa beliau. Beliau terlihat begitu santai dan humoris seperti biasanya. Menikmati masa pensiun atau hari-hari baru setelah kiprah panjang yang beliau torehkan untuk Blitar.
Lik Hir, Pendekar Mocopat
Lik Hir, sapaan akrab Mbah Hirdianto, begitu halnya dengan Pak Andrias, ringan langkah ketika diundang suatu komunitas.
Nama Lik Hir sudah saya dengar sejak SMA. Nama yang begitu populis. Hanya saja, baru bertemu sosok pendekar mocopat itu sekitar tahun 2016.
Sering sekali saya berjumpa Lik Hir, termasuk di acara-acara diskusi kafe, dan Lik Hir sering jadi audiens. Paling sering di Perpustakaan Bung Karno.
Terakhir, saya berjumpa Lik Hir di acara diskusi Kafe Merdeka. Kala itu hadir juga beberapa mahasiswi yang sedang "magang" atau belajar mocopatan di sanggar Abdiningsun yang beliau kelola.
Itulah hari terakhir saya berjumpa Lik Hir hingga datang kabar kepergiannya.
Lik Hir, mungkin karena senioritasnya, ternyata karib di kalangan orang-orang politik. Namun beliau kerap disebut seniman mbeling karena sering melontarkan kritik-kritik pedas.
Kritik pada pemerintah, dan juga kritik pada masyarakat. Misalnya, dalam suatu sesi di Ampiteater Perpus Bung Karno yang dihadiri ratusan orang, Lik Hir mengkritik kenapa banyak anak muda yang sekarang tidak bangga dengan pakaian Jawa.
Lik Hir secara terbuka juga mengkritik Kangmas Diajeng yang menurutnya belum bisa memperkenalkan potensi wisata kota Blitar.
Hebatnya, Lik Hir juga tipe yang spontan, tahu bahwa nanti akan dimintai membaca mocopat, maka beliau mempersiapkan saat itu juga mengambil intisari dari diskusi atau perbincangan yang tengah berlangsung.
Mungkin karena senioritas, atau karena ia seorang seniman yang biasa jujur mengungkapkan sesuatu tanpa tendensi, maka kritik-kritik Lik Hir ditanggapi dengan positif.
Ternyata itu sudah menjadi style atau ciri khas Lik Hir, yang banyak orang memahaminya.
Pada 2014, Dewan Kesenian Kabupaten Blitar menganugerahinya Karti Budaya dalam bidang pelestari budaya Jawa.
###
Selamat jalan Lik Hir dan Pak Andrias. Sosok yang berkesan meski kami kenal karena urusan formal, ya karena saya tidak punya cukup keahlian dalam bidang seni dan budaya sehingga tidak bisa ikut membacakan puisi atau mocopat untuk mengenang kepergian beliau.
Blitar, 12 Juli 2021
Ahmad Fahrizal Aziz
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H