Untuk kesekian kalinya, Relawan Peduli Perempuan dan Anak (RP3A) Blitar yang didukung oleh Yayasan Kesehatan Perempuan menggelar sosialisasi pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan, Anak Perempuan dan Perkawinan Anak (KTPAP-PA).
Berlokasi di Balai Kecamatan Selopuro, Kabupaten Blitar (16/03), pertemuan dihadiri oleh Kepala Desa, Unsur BPD dan Karang Taruna.
Hadir memberi sambutan Camat Selopuro, Deny Candra Himawan dan Kepala PUG Dinas PPKBPPPA Kabupaten Blitar, Leliana Novianita. Saya mewakili panitia, memberikan sambutan terkait bagaimana pencegahan pernikahan usia anak bisa dimaksimalkan.
Pencegahan berbeda dengan respon. Seringkali itu yang keliru dipahami, bahwa pencegahan perkawinan anak berarti ketika ada anak mau menikah lalu dicegah.
Padahal pencegahan lebih diarahkan untuk memperbaiki aspek hulu, bukan hilir. Perkawinan usia anak adalah fenomena hilir yang terjadi karena beberapa alasan, antara lain :
1. Kehamilan yang tak direncanakan/ diinginkan. Artinya anak tersebut harus menikah karena sudah hamil, telah menghamili, atau karena mengalami kekerasan seksual berupa pemerkosaan.
2. Faktor pendidikan, arahnya juga ke ekonomi. Jika dulu orang tua yang memaksa atau menjodohkan anaknya, terutama anak perempuan, kini justru banyak anak sendiri yang minta dinikahkan.
Jika dua hal itu terjadi, maka Kepala Desa pun punya sikap untuk merespon. Untuk kasus nomor 1, biasanya sulit untuk menolak karena desakan sosial dan sebagainya.
Namun untuk kasus nomor 2, rasanya masih bisa dibangun dialog, sehingga pihak Desa bisa menunda memberikan pengantar dispensasi kawin.
Namun itu adalah respon, sementara yang lebih penting adalah pencegahan. Kenapa penting? Sebab pencegahan itulah yang akan memperbaiki sistem sosial masyarakat kita.
Misalnya, seberapa pedulikah desa dengan kesehatan perempuan dan anak, Ibu hamil, anak putus sekolah, parenting. Adakah program desa yang menjadi ruang aktualisasi anak muda, sehingga mereka punya keterampilan, punya kesempatan untuk berkembang.