Apa yang terlintas ketika mendengar kata Pustakawan? Barangkali sesederhana orang yang melayani kita di Perpustakaan, entah melayani peminjaman dan pengembalian buku, atau sekadar bertanya letak rak buku yang kita cari.
Sekalipun ada kata Pustaka disitu, yang terdengar begitu sakral.
Sekitar tahun 2015, saya berkenalan dengan Pak Budi Kastowo. Ia seorang Pustakawan di Ruang Koleksi Khusus Perpustakaan Bung Karno.
Sepertinya, nama Budi Kastowo jarang (atau mungkin tidak pernah) masuk dalam nominasi Pustakawan terbaik, terpopuler atau semacamnya.
Namun, ketertarikan saya berkunjung ke Perpustakaan Bung Karno, utamanya di Ruang Koleksi Khusus itu, ya karena disitu ada beliau. Kenapa?
Ruang Koleksi Khusus berisi koleksi khusus buku-buku Bung Karno, atau referensi lain yang berkait dengan Bung Karno. Orang yang masuk ke ruangan itu, sajiannya ya all about Bung Karno.
Jadi, bila memang tidak memiliki keperluan tertentu, mungkin tak banyak orang yang mau berkunjung ke ruangan tersebut. Apalagi, buku-bukunya tidak boleh dipinjam, hanya dibaca di tempat.
Anda bayangkan misal, buku setebal Di Bawah Bendera Revolusi (DBR) harus dibaca di tempat, perlu berapa kali purnama untuk bisa khatam? Saat khatam pun belum tentu langsung paham, kan?
Namun dengan adanya Pak Budi Kastowo, saya jadi terbantu. Setidaknya saya bisa lebih banyak bertanya, disamping membaca. Akhirnya momentum kunjungan saya ke ruangan itu (dulu setiap hari Jumat), seperti kuliah informal yang membahas pemikiran Bung Karno.
Pustakawan dan Pembaca
Memang saya kurang tau pasti apakah tupoksi pustakawan hanya sekadar melayani urusan sirkulasi buku, atau juga dituntut harus membaca buku-buku yang ada?
Namun Pak Budi Kastowo ternyata juga seorang pembaca kuat. Apa itu karena hobi, atau karena ketertarikan yang besar pada sosok Bung Karno, atau memang karena tuntutan pekerjaan?
Bisa dibilang, aktivitasnya di Ruang Koleksi Khusus selain melayani pengunjung, ya membaca.
Ada banyak pengetahuan menarik yang saya dapat dari beliau, tentang Bung Karno. Beliau sendiri menolak disebut Soekarnois.
"Karena kalau di sini kita membahas ilmunya, bukan fanatik ke sosoknya. Jadi lebih tepat kita belajar Soekarnologi," terangnya.
Bagi pengunjung yang hendak membaca buku, bisa mendapatkan pengantar dari beliau. Kadang-kadang, Pak Budi juga berperan sebagai penutur.
Memang tidak mudah membaca buku-buku karya Bung Karno. Perlu intens mengaitkan dengan pemikiran tokoh luar negeri lintas disiplin, artinya membaca buku-buku Bung Karno harus juga disertai dengan diskusi.
Sebab, Bung Karno sendiri juga banyak menyitir pemikiran tokoh-tokoh dunia seperti Jean Jaures, Karl Marx, Kautsky dan lain sebagainya.
Pak Budi sendiri mengaku, ketika membaca tulisan-tulisan Bung Karno, secara otomatis dia harus juga belajar tentang Kapitalisme, Revolusi Industri, Revolusi Perancis dan sebagainya.
Sehingga, ketika membaca buku-buku Bung Karno, tidak mudah langsung memahami, kecuali sudah memiliki pengetahuan atau pengantar tentang sejarah dan ideologi dunia.
Karena itulah, kami sempat membuat forum diskusi yang membahas buku-buku. Tidak hanya karya Bung Karno, namun bisa buku sejarah, ideologi, pergerakan atau tokoh lain yang kemudian juga dikaitkan dengan pemikiran Bung Karno.
Menurut saya, dari semua Presiden Republik Indonesia, mungkin hanya Bung Karno yang memiliki pemikiran paling komprehensif terkait ideologi negara. Bung Karno lah peletak dasar Ideologi negara, tentu melalui beragam dialektika dengan tokoh lain pada awal kemerdekaan.
Kegusaran sang pustakawan
Meski berkantor di Ruang Koleksi Khusus, sepertinya Pak Budi sering "keluar ruangan". Ia menyebutnya ngamen di luar.
Sekilas memang tampak kegusaran dirinya yang merasa tidak puas menyimpan pengetahuannya sendiri, apalagi hanya berdiam di dalam ruangan.
Sering saya dapati beliau aktif di forum-forum komunitas, atau warung kopi. Kadang juga menjadi pembicara di beberapa institusi pemerintah.
Apa yang ia sampaikan ya tak jauh-jauh dari pemikiran Bung Karno. Sampai teman-teman IMM pernah menjulukinya "Buku Bung Karno Berjalan".
Pak Budi sering bertabligh ke mana-mana menyampaikan gagasan Bung Karno, kadang-kadang melampaui tugasnya sebagai pustakawan.
Beliau lebih cocok disebut Pustakawan Bergerak. Pustakawannya yang bergerak, bukan buku-bukunya.
Semoga sehat selalu dan terus berjuang menyampaikan gagasan-gagasan Bung Karno. []
Blitar, 25 Januari 2021
Ahmad Fahrizal Aziz
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H