Penyebaran Islam ke Blitar, dalam buku karya Indah Iriani tersebut, sudah mulai tahun 1541-1542 M. Kala itu ada penyebaran Islam di wilayah-wilayah aliran Sungai Brantas, yang dinamakan daerah Wirasaba. Namun kurang ada informasi yang memadahi.
Blitar termasuk kawasan yang dilewati sungai Brantas, karena itu bisa diasumsikan bahwa Blitar termasuk kawasan yang mendapatkan penyebaran Islam pada masa-masa tersebut.
Budayawan Blitar, Purwanto, memprediksi pada tahun 1500-an, pemeluk Islam di Blitar sudah mencapai 12,5%. Penambahan jumlah yang signifikan ini bisa dianggap pengaruh Kesultanan Demak dan Pajang, pasca melemahnya kekuasaan Majapahit apalagi setelah diserang oleh Girindrawardana dari Kediri.
Era Kesultanan Mataram Islam
Nama Pangeran Aryo Blitar sangat dikenal di Blitar, bahkan ada peninggalan berupa petilasan/makam yang diyakini berkaitan dengan sosoknya. Indah Iriani menuliskan bahwa Aryo Blitar adalah putra Pakubuwana 1, yang merupakan anak dari Sultan Agung (Raja Keempat Mataram Islam).
Aryo Blitar beragama Islam, ia memiliki gelar muslim Sultan Ibnu Mustofa. Nama itu gunakan saat mbalelo dari Amangkurat IV yang terlalu dekat dengan VOC.
Ia bersama saudaranya, Pangeran Purbaya, memberontak kepemimpinan Amangkurat IV. Mulanya ia mendirikan basis kekuatan di daerah Karta, bekas pusat kekuasaan Mataram Islam. Lalu berhasil ditumpas dan bergeser terus ke timur sampai wilayah Blitar.
Di Blitar, baik Pangeran Aryo Blitar maupun Pangeran Purbaya masih memiliki kerabat dari Pengeran Prabu, saudara ayahnya yang babat hutan Lodoyo. Salah satu buktinya adanya Jamasan gong Kyai Pradah atau Kyai Bicak.
Konon itu adalah pusaka milik Panembahan Senopati, Danang Sutawijaya, Raja pertama Kerajaan Mataram Islam. Hal ini mungkin ada kaitannya kenapa daerah Lodaya kini masuk kecamatan yang disebut Sutojayan.
Meski tidak begitu dijelaskan apakah ada upaya penyebaran agama Islam, namun secara simbolik memuat unsur Islam, yaitu adanya ritual gong Kyai Pradah yang dimandikan pada bulan Maulid/12 Rabbiul Awal atau kelahiran kanjeng Nabi Muhammad SAW. Ritual itu kini jadi agenda rutin serta bagian dari kekayaan budaya di Blitar.
Setidaknya, pada abad ke-18, Blitar sudah dihuni oleh tokoh atau kerabat dalam Kesultanan Mataram Islam, salah satunya di kawasan Lodoyo.