Mohon tunggu...
Ahmad Fahrizal Aziz
Ahmad Fahrizal Aziz Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Blogger

Sekretaris GPMB Kab. Blitar, blog pribadi klik www.jurnalrasa.my.id

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Anies Baswedan dan Figur Penggantinya

28 Juli 2016   06:17 Diperbarui: 28 Juli 2016   16:58 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua tahun silam, ketika Anies Baswedan memutuskan untuk "turun tangan" mendukung Jokowi-JK, bahkan secara total menjadi juru kampanye, banyak orang menyesalkan. Tak sedikit yang awalnya kagum dengannya, kemudian tidak lagi. Tentu karena berbeda preferensi politik.

Anies Baswedan pun menyadari bahwa setiap pilihan akan memunculkan pro dan kontra. Katanya, tidak mungkin kita terus berada dalan lautan puji-puji.

Sebelum itu, sosok Anies memang penuh pujian. Rekor sebagai Intelektual muda yang mendunia, sampai dekan dan rektor termuda. Ia juga populer dikalangan komunitas anak-anak muda, menggagas Indonesia mengajar, serta intensitas pergaulannya yang luas, tidak saja kalangan akademisi, tapi juga seniman dan artis.

Tentu ketika ia memilih terjun ke politik praksis, banyak orang kecewa. Tapi ia tak bergeming. Popularitas Anies Baswedan di barisan Jokowi-JK kala itu seolah menjadi penyeimbang setelah kubu Prabowo-Hatta didukung oleh Mahfud MD yang juga populer itu.

Tentu 'harga reputasi' yang harus dibayar Anies begitu mahal. Meski nantinya ia menjadi menteri, dan karena jabatan menteri adalah jabatan politik, tetap saja memunculkan preseden tersendiri.

Ketika ia kemudian dipilih menjadi Mendikbud oleh Jokowi-JK, kehadirannya tentu menyegarkan komposisi kabinet. Figur Anies yang masih muda, populis, humble, dan hopefully.

Nada bicaranya seperti motivator, serta gaya hidupnya yang terbilang sederhana.

Tentu posisi Mendikbud bukan posisi yang mudah. Kompleks sekali persoalan di dalamnya. Tapi dengan latar pendidikan luar negeri, serta jabatan struktural yang pernah ia duduki sebelumnya, plus usianya yang masih muda, membuat orang percaya Anies Baswedan bisa berbuat lebih baik untuk Pendidikan kita.

Apalagi ketika domain yang dikelola tidak saja Pendidikan, tapi juga Kebudayaan. Waktu dua tahun serasa belum mencukupi untuk membuat perubahan yang maksimal, karena menata budaya pun juga butuh pembiasaan. Termasuk keinginannya untuk merubah budaya MOS, dan budaya literasi di Indonesia.

Anies Baswedan telah berkerja dengan baik, termasuk dalam jajaran menteri dengan rapor yang baik. Tapi entah kenapa gerangan tiba-tiba kena resuffle.

***

Nama yang menggantikannya pun sebenarnya jauh lebih senior dari Anies Baswedan. Dr. Muhadjir Effendy pernah memimpin Universitas Muhammadiyah Malang lebih dari satu dasawarsa.

UMM, dibawah kepemimpinannya memang maju pesat serta inklusif. Tidak hanya Muslim, yang non Muslim pun juga bisa kuliah disana. Nasihin Masha, Pimred Republika pernah menulis esai berjudul "dua pendekar dari Malang", yang menulis kiprah Dr. Muhadjir dalam membangun UMM dan Prof. Imam Suparyogo dalam membangun UIN Malang.

Dr. Muhadjir sendiri juga figur yang dekat dengan Prof. Malik Fadjar. Inilah yang mungkin orang jarang tahu. Malik Fadjar adalah sosok karismatik di Muhammadiyah, terutama dalam bidang Pendidikan.

Tiga kali menjadi Menteri, termasuk Menteri Pendidikan. Juga mantan rektor UMM, bahkan yang membangun UMM sampai begitu megahnya. Dan Dr. Muhadjir adalah tim, sekaligus juga bisa disebut "anak emas" dari Prof. Malik Fadjar.

Memang nama Dr. Muhadjir termasuk nama baru dan asing di jajaran kabinet, tapi figurnya tidak benar-benar baru. Apalagi jika menyebut nama besar seperti Prof. Malik Fadjar.

Sebenarnya pula, di internal Muhammadiyah nama Dr. Muhadjir banyak diperbincangkan akan menjadi Mendikbud pada 2014 silam, jika pilpres dimenangkan oleh Jokowi-JK. Karena mengingat kedekatan beberapa senior Muhammadiyah seperi Prof. Malik Fadjar dan Buya Syafii Maarif kepada PDIP, khususnya kepada Megawati dan Alm. Taufiq Kiemas.

Malik Fadjar adalah salah satu Menteri era Megawati dan Buya Syafii Maarif adalah Dewan Pertimbangan Agungnya, atau semacam Watimpres kalau sekarang ini. Sementara di era Jokowi, Malik Fadjar adalah salah satu Watimpres.

Dan Dr. Muhadjir, dalam konteks keterwakilannya dari Muhammadiyah, adalah figur yang paling terdepan dalam bidang Pendidikan untuk saat ini. Rekam jejaknya tidak lain dari kampus UMM yang merupakan salah satu kampus swasta terbaik.

Di usianya yang lebih senior dari Anies Baswedan, memang muncul optimisme lebih, tapi juga ada sisi pesimistik tersendiri.

Karena citra Anies yang begitu populis dan terkenal lincah bergaul, termasuk dengan anak-anak muda yang bergerak di bidang hiburan. Juga keluwesan Anies bergaul dengan para seniman dan sastrawan, yang membuat sukses menghantarkan Indonesia menjadi Guest of honour di FBF tahun lalu, meski dengan persiapan yang minim.

Digantinya Anies Baswedan memang sangat mengejutkan, meski figur penggantinya juga orang yang lama berkiprah di dunia Pendidikan. (*)

Blitar, 27 Juli 2016

A Fahrizal Aziz

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun