Mohon tunggu...
Ahmad Fahrizal Aziz
Ahmad Fahrizal Aziz Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Blogger

Sekretaris GPMB Kab. Blitar, blog pribadi klik www.jurnalrasa.my.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

IMM dan Muhammadiyah, Pasca Kongres HMI dan Muktamar NU

9 Desember 2015   00:21 Diperbarui: 9 Desember 2015   00:21 1561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

IMM dan Muhammadiyah
Secara Politik, NU memang lebih jelas dan gamblang dalam menentukan sikapnya. Bahkan ketika terjadi ketegangan antara Pemerintah dan Masyumi, NU dengan cekatan membentuk Parpol dan sayap Organisasi Mahasiswa sendiri. Muhammadiyah, pada era itu, seolah melihat arah angin. Baru kemudian, di tahun-tahun berikutnya, Muhammadiyah secara tegas menyatakan diri tidak berpolitik secara praktis.

Hanya saja, lahirnya PAN di era reformasi, seolah menjadi jawaban tersendiri atas sikap politik warga Muhammadiyah. Dalam pembacaan publik, mau tidak mau, PAN adalah Muhammadiyah. Meskipun secara administratif-struktural, antara PAN dan Muhammadiyah sama sekali tak memiliki hubungan formal.

Itulah barangkali yang membuat Muhammadiyah tetap tenang ketika ada moment seperti Muktamar. Selain karena sistem yang sudah sedemikian tertata, warga Muhammadiyah –sekalipun pernah dan masih menjadi anggota aktif parpol—tidak membawa nuansa politis dalam arena Muktamar. Artinya, “Kemuhammadiyahan” warga Muhammadiyah masih cukup kuat ketimbang “Jiwa Politiknya”.

Salah satunya, ketika Dr. Haedar Nashir, M.Si terpilih sebagai ketua Umum dengan jalan Musyawarah. Pasca itu, tidak ada reaksi keras dari Muktamirin. Semua legowo. Meskipun sempat terdera perdebatan di tahun 2005 tentang isu Liberalisme di tubuh Muhammadiyah, dan media-media online banyak yang membakar emosi publik dengan propaganda-propaganda negatif bahwa di Muhammadiyah tersusupi virus-virus liberal, akan tetapi isu tersebut tidak begitu berkembang di internal Muhammadiyah sendiri.

Yang menarik, ketimbang Ormas Islam lain di Indonesia, Muhammadiyah termasuk yang paling tua, dan jika dihitung dari aset secara institusional, misalkan Jumlah Perguruan Tinggi, Muhammadiyah bisa dikatakan terbesar di Indonesia. Bahkan Jumlah perguruan tingginya lebih banyak dari PTAIN.

Untuk merawat “kekayaan internalnya” itu Muhammadiyah lebih baik memang tidak terlalu dekat dengan Penguasa. Selain itu, penguatan perkaderan juga harus ditata. Muhammadiyah punya IMM yang jelas-jelas secara syah dan legal merupakan Organisasi Otonom Muhammadiyah. Bedanya dengan IPM, Jika IMM semuanya Mahasiswa, jika IPM belum tentu semuanya Mahasiswa. Namun baik IPM dan IMM adalah sayap gerakan yang penting untuk masa depan Muhammadiyah.

Untuk bisa merawat lembaga-lembaga Pendidikan dan juga lembaga amal usaha berbasis profesi lain seperti Rumah Sakit, Muhammadiyah sangat membutuhkan peran kaum akademisi. Untuk jadi Guru mulai tingkat TK hingga SMA saja, butuh Sarjana. Apalagi untuk mengelola Perguruan Tinggi dan Rumah Sakit.

IMM, oleh karena mereka Mahasiswa, adalah aset penting untuk masa depan Muhammadiyah. Artinya, selain mereka belajar disiplin ilmu yang digeluti di Perguruan Tinggi, disatu sisi mereka dididik untuk menjadi kader Muhammadiyah, Paham Muhammadiyah dan ber-Muhammadiyah.

Karena itulah, ketimbang merawat organisasi lain, alangkah baiknya Muhammadiyah merawat anaknya sendiri, begitupun dengan kader IMM, harus ingat rumah besarnya di Muhammadiyah. Jangan tergoda oleh kepentingan politik jangka pendek berbasis parpol. Ber-politik adalah bagian dari ber-Muhammadiyah, bukan ber-Muhammadiyah untuk ber-Politik.

Pada akhirnya, Muhammadiyah tidak perlu menyebut diri sebagai Ormas toleran, damai, sejuk, mendidik, dakwah, dll. Cukup menunjukkan secara sikap. Jangan sampai berkelakar menyebut diri sebagai Islam damai namun justru di internalnya terjadi konflik.

Untuk itulah, relasi IMM dan Muhammadiyah di masa depan menjadi penting, dan bahkan sangat penting. (*)

Blitar, 8 Desember 2015
A Fahrizal Aziz

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun