Mohon tunggu...
Ahmad Fahrizal Aziz
Ahmad Fahrizal Aziz Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Blogger

Sekretaris GPMB Kab. Blitar, blog pribadi klik www.jurnalrasa.my.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

‘Heningnya’ Sosok Haedar Nashir

9 Agustus 2015   20:02 Diperbarui: 9 Agustus 2015   20:45 1032
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Namun ‘heningnya’ Pak Haedar Nashir bukan berarti minus persepsi. Tulisan-tulisannya, baik yang berbentuk buku atau esai bisa kita akses dengan mudah. Bahkan Pak Haedar juga mendorong dakwah publikatif baik melalui Suara Muhammadiyah dan Al Manar. Pak Haedar juga menjadi ketua tim penyusun buku putih Indonesia berkemajuan yang menjadi tagline sekaligus tema besar Muktamar ke 47 ini.

Pak Haedar –meminjam istilah Kuntowijoyo—bekerja dalam sunyi. Tidak terlihat tampil, atau ingin tampil di media. Tidak terlihat ingin dikenal dengan, misalkan, mengomentari berbagai hal-hal fundamental baik itu isu sosial, politik, dan agama. Seolah tidak ada ‘ruang ambisi’ bagi Pak Haedar untuk dikenal Publik dan mendapatkan simpati massa.

Terpilihnya Pak Haedar menjadi ketua Umum Muhammadiyah, yang secara kuantitas memiliki kader dan aset yang cukup besar, mungkin tidak terlalu mengejutkan bagi warga Muhammadiyah sendiri, tapi bagi orang diluar Muhammadiyah yang memang kurang begitu tahu dinamika di internal Muhammadiyah, akan bertanya-tanya.

Mengingat, di era yang serba terkoneksi ini, siapapun akan dinilai berdasarkan popularitas ; seberapa banyak ia muncul dan dibicarakan media, dan seberapa luas publik mengenalnya. Maka ukuran seseorang maju menjadi pemimpin, salah satu indikatornya adalah hasil survey. Secerdas apapun dia, kalau survey-nya lemah, maka akan kalah dengan yang (mungkin) biasa-biasa saja, tapi populer dan survey-nya tinggi.

Untung saja, Muhammadiyah dalam memilih pimpinan tertinggi, tidak menggunakan asas one man one vote. Sistem penjaringan calon-calon pun juga melalui proses yang panjang. Sehingga, dengan sistem seperti ini, ‘ruang-ruang popularitas’ seperti survey-survey tidak terlalu berlaku. Warga Muhammadiyah pun juga tidak perlu terpengaruh oleh ukuran aksebtabilitas calon pimpinannya sebagaimana lembaga survey menilai para calon kepada daerah hingga kepala negara. Atau pimpinan parpol dan orsospol lain.

Maka, ‘heningnya’ sosok Haedar Nashir ini bisa dimaknai beberapa hal : beliau memilih diam karena sudah terlalu banyak yang berkomentar tentang isu-isu tertentu, atau beliau ingin fokus bekerja di dalam Muhammadyah tanpa harus terbebani hal lain diluar itu. Karena di era yang serba terkoneksi ini, statement seorang tokoh bisa dipelintir oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan, dan kadangkala, sang tokoh tersebut harus menyisakan waktunya untuk mengklarifikasi hal-hal yang sebenarnya tidak pernah ia maksudkan.

Sosok Haedar Nashir sangat tepat memimpin Muhammadiyah sekarang ini. Mengingat Muhammadiyah memiliki basis massa yang sangat besar. Basis massa ini secara politik sangat menggiurkan. Muhammadiyah juga memiliki aset besar berupa amal usaha yang harus di rawat dan dikembangkan dengan baik. Yang tak kalah pentingnya, mainstream Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam Berkemajuan, Islam Kosmopolite, Islam yang mampu berdialog dengan kemajuan zaman, juga harus selalu dijaga.

Pak Haedar Nashir, dengan pembawaannya yang tenang, santun, dan ‘hening’ ini, Insyaallah akan bisa menjaga itu semua. Kita tidak bisa membayangkan jika Muhammadiyah yang begini besarnya, dipimpin oleh seseorang yang ambisius dan politis. Kekuatan Muhammadiyah yang harusnya bisa digunakan untuk memajukan Umat, bisa dibelokkan untuk hal-hal lain.

Tapi, sejauh yang saya pahami selama ini, melihat penjaringan pimpinan yang begitu tersistem dengan rapi, Insyaallah Muhammadiyah akan selalu melahirkan pemimpin yang tepat. Dan sebagai sebuah Ormas Islam, ini adalah sebuah kebanggan yang patut kita syukuri. Selamat memimpin, Pak Haedar. (*)

Blitar, 8 Agustus 2015
A Fahrizal Aziz
(Mantan Aktivis IMM Malang)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun