Mohon tunggu...
Ahmad Fahrizal Aziz
Ahmad Fahrizal Aziz Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Blogger

Sekretaris GPMB Kab. Blitar, blog pribadi klik www.jurnalrasa.my.id

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Amien Rais, PAN dan Perubahan

13 September 2014   03:29 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:50 757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="624" caption="Amien Rais (Kompas.com)"][/caption]

Pada tahun 1999, karena ajakan dari salah seorang anak pengurus partai, saya ikut kampanye keliling Partai Amanat Nasional (PAN). Saya duduk di bak belakang mobil pick up, beserta anak-anak kecil lainnya. Para remaja dan orang tua, ada yang memilih berkonvoi dengan sepeda motor atau truck besar sembari mengibarkan bendera berlambang matahari itu. Tak ada pikiran macam-macam diusia itu, yang ada hanya rasa gembira bisa ikut konvoi partai politik. dan setelah 16 tahun berselang, akhirnya saya punya kesempatan untuk bertanya pada koordinator konvoi dulu, yang sekarang tak lagi aktif di dunia politik.

Yang membuat saya tertarik untuk bertanya ialah, bapak ini dahulu begitu fanatik terhadap Amien Rais. Padahal, beliau adalah dosen di salah satu Sekolah Tinggi yang secara ideologis lebih ke NU. Bahkan, aktivitas keagamaannya pun juga Nahdiyin. Yang menarik ialah, ia menjadi Fanatikannya Amien Rais yang melekat kuat Ke-Muhammadiyahan-nya. Bahkan sampai rela mengkoordinir kegiatan kampanye kelililing.

Dahulu, Bapak itu termasuk salah satu aktivis mahasiswa di eranya. Setelah jebol reformasi, beliau melihat ada sosok kuat yang akan membawa perubahan besar bagi negeri ini, dan itu adalah Amien Rais. Beliau melihat Amien Rais bukan lagi sebagai tokoh Muhammadiyah, melainkan sebagai tokoh bangsa. Dan ketika Amien Rais mendirikan PAN (Partai Amanat Nasional), harapan itu semakin besar. Setidaknya, ada kendaraan yang secara formal bisa lekas mewujudkan perubahan tersebut.

Di tahun 1999, memang banyak yang kagum sekali dengan sosok Amien Rais. Beliau sosok pemberani, meski bertubuh kecil dan pendek. Lahirnya PAN kala itu, dipercaya akan memberikan nuansa baru dalam perpolitikan nasional. Bahkan, bapak tersebut dulunya memprediksi, PAN akan segera menjadi Partai Besar bahkan mengalahkan Golkar, PDIP dan PPP karena sosok Amien Rais yang begitu kuat. Untuk itulah, bapak itu menilai, PAN memiliki prospek yang bagus di masa depan.

Hanya saja entah kenapa, justru eksistensi PAN dari tahun ke tahun cenderung statis. Jangankan mengalahkan Golkar dan PDIP, bahkan mencapai 3 besar saja sulitnya minta ampun. Masih kalah dengan Gerindra yang notabene partai baru. Pada tahun 1999, PAN memperoleh 7,36% suara atau 7.528.956 dengan jumlah kontestan sebanyak 48 Partai. Pemilu 2004, PAN memperoleh 6,44% atau 7.303.324 dengan 24 kontestan. Pemilu 2009, PAN memperoleh 6.254.580 suara. Dan pada pemilu 2014 PAN memperoleh 9.481.621. Ada kenaikan, namun tidak signifikan. Apalagi dengan jumlah 12 kontestan.

Meskipun dalam beberapa forum Amien Rais mengatakan bahwa di dalam PAN tidak ada pengultusan tokoh tertentu, namun tak bisa dipungkiri, sosok Amien Rais masih sangat melekat dalam partai ini. Setidaknya, dibandingkan dua ketua umum setelahnya, Sutrisno Bachir dan Hatta Radjasa. Itulah kenapa, sekalipun tak lagi terlalu aktif di dalam PAN, sosok Amien Rais tetap merepresentasikan PAN. Sama halnya dengan Megawati di PDIP, Wiranto di Hanura, dan SBY di Demokrat.

Selain itu, kekalahan Amien Rais pada pilpres 2004 lalu juga menjadi perbincangan tersendiri, apalagi rival terkuatnya kala itu hanya Megawati sebagai incumbent. Dibandingkan SBY, tentu popularitas Amien Rais masih diatas angin dan segar diingatan sebagai bapak Reformasi. SBY adalah kejutan tersendiri pada pemilu 2004. Karena beliau mampu mengalahkan incumbent, bapak reformasi dan atasannya di TNI.

Para pengamat banyak menilai, menurunnya popularitas PAN dan Amien Rais dikarenakan beberapa peristiwa. Diantaranya, ketika Amien Rais mencalonkan Gus Dur sebagai Presiden, bukan Megawati yang partainya (PDIP) memenangkan pemilu 1999. Juga ketika Amien Rais melengserkan Gus Dur ditengah jalan dengan dugaan atau alasan yang belum terbukti. Belum lagi hal-hal lain yang dinilai inkonsisten. Semua itu, dinilai sebaga rangkaian sejarah yang membuat nama bapak reformasi tersebut kian hari kian redup.

Namun apapun alasannya, Amien Rais adalah sosok penting dalam perubahan sistem di negara ini. Beliau sosok yang referensial dalam sejarah reformasi kita. Sebagai rakyat biasa, tentu saya pribadi bisa dengan mudah mengomentari, menilai, dan menjustifikasi. Namun bagi Pak Amien Rais sendiri, tentu telah memiliki pertimbangan tersendiri tentang sikap-sikap yang selama ini diambil. Termasuk ketika beliau mendukung Prabowo Subianto yang di masa lalu sangat keras ia kritik.

Baru-baru ini, dalam sebuah pemberitaan di media, Pak Amien Rais juga mendukung UU Pilkada dimana kepala Daerah dipilih oleh DPRD. Tentu Pak Amien Rais sudah memikirkan dengan matang sikap dan kata-kata yang dipilihnya. Sebagian dari kita mungkin kecewa dan sedih. Tapi setiap warga negara memiliki hak untuk menyatakan pendapatnya masing-masing. Mungkin yang membuat kita sedih, karena Pak Amien Rais adalah bagian dari masa lalu yang gemilang dan berapi-api.

Kekecewaan kita, kesedihan kita, mungkin dikarenakan apa yang kita pahami tidak seperti apa yang dipahami beliau. Dan sekalipun banyak yang mengkritik dan menyalahkan beliau, bukan tidak mungkin justru kita lah yang tidak/belum paham jalan pemikiran beliau.

Saya akan tetap menghormati sosok Amien Rais sebagai tokoh reformasi. Sekalipun dalam beberapa tahun ini, saya sering tidak sependapat dengan statement dan sikap-sikap beliau. Namun saya yakin, beliau memiliki pandangan tersendiri akan hal tersebut.

Tapi ada satu pertanyaan penting. Apakah judul di atas masih relevan untuk saat ini. Amien Rais, PAN, dan Perubahan? Wallohu’alam.

Blitar, 12 September 2014

A Fahrizal Aziz

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun