Mohon tunggu...
fahriza mahestya
fahriza mahestya Mohon Tunggu... Relawan - Mahasiswa

Whatever you are be a good one

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pengaruh psikodrama terhadap diriku: Sosiometri dalam Psikodrama

30 Desember 2020   21:14 Diperbarui: 30 Desember 2020   21:36 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fahriza Mahestya Firdausya

Menurut Jacob Levy Moreno ada teori yang mengatakan bahwa ‘’The man who brought laughter to psychiatry’’, yang bersangkutan adalah penemu teori psikodrama dimana teori ini merupakan sebuah terapi kelompok di tahun 1925 di Amerika. Dalam teori ini psikodrama dikatakan sebagai action method, istilah ini dipakai untuk menyikapi adanya kesan negatif dimana orang awam mengenal istilah psycho sebagai perwujudan orang gila seperti dalam film Alfred Hitchcock sedangkan drama adalah ekspresi berpura-pura atau berlebihan. Kemudian ada istilah lain dalam psikodrama yaitu action exploration, seorang psikiater dari Amerika bernama Adam Blatner mengatakan bahwa psikodrama adalah sebuah cara untuk meningkatkan kesadaran dengan berbagai aktivitas lebih tidak hanya sekedar berbicara akan tetapi melalui sebuah tindakan dengan berinteraksi dan bereksperimen. Dalam perkembangannya istilah psikodrama ini terdapat dalam filosofi jawa yang dikenal dengan ‘’ilmu tinemu kanthi laku’’ yang berarti ilmu didapatkan melalui tindakan (terjemahan bebas, yang sesuai dengan istilah Jawa). Menurut pak Retmono Adi beliau yang merupakan psikolog dan praktisi psikodrama dari Alphateam mengatakan bahwa psikodrama adalah penggabungan teknik-teknik dalam berlatih atau bermain dengan teori-teori psikologi.

Tahapan psikodrama pertama adalah warming up, kedua action selanjutnya diakhiri dengan reflection menurut Hollander (uses the image of a curve to explain the three parts of a psychodrama session: the warm-up, the activity, and the integration). Dari tahapan tersebut yang dimaksud warming up adalah The warm up exists to put patients into a place of spontaneity and creativity in order to be open in the act of psychodrama yang terdiri yaitu sosiometri, lokogram, spektogram, games. Dari keempat hal tersebut yang terpenting adalah sosiometri adalah metode pengumpulan serta analisa data mengenai pilihan, komunikasi dan pola berinteraksi antar individu dalam kelompok. Penerapan sosiometri menurut Moreno yang dianggap bapak psikodrama yaitu bahwa mengembangkan sosiometri yang awalnya untuk mengukur hubungan sosial menjadi sarana dalam membangun hubungan sosial, dan menjadikan alat utama dalam psikodramanya. Baik dalam tahap warming up, action maupun integrasinya atau refleksi. Manfaat sosiometri dalam kehidupan seperti pemilu, marketing, distribusi bantuan sosial, ice breaking, membangun rapport dalam training agar lebih melibatkan peserta, terapi kelompok, metode untuk pengembangan diri (metode dalam belajar, pelatihan, team building) dan membangun sinergi. Lokogram implementasinya adalah dengan melakukan pengamatan dalam durasi tertentu misalnya dalam sebulan terakhir didalam menjalani kehidupan ada 3 hal penting yaitu bertindak, berpikir, dan merasakan. Kesadaran yang muncul mulai dari adanya hubungan ketiganya dengan diri kita sehingga terbangun sebuah kesadaran seperti adanya hal baik dan benar sampai pada sebuah kejujuran. Tahap selanjutnya dari psikodrama yaitu action The "activity" is the actual enactment of the psychodrama process dimana didalamnya terdapat 4 bagian yaitu pemilihan protagonis, role play, doubling, dan mirroring. Tahap terakhir adalah refleksi atau integrasi yang berfungsi sebagai penutup dilanjutkan dengan sesi diskusi dimana diharapkan sesi tersebut dapat dibawa ke kehidupan nyata dengan metode tanya jawab.

Seperti yang saya rasakan seperti yang saya rasakan di indra perasaan saya dimana hal yang saya lakukan didalam lingkungan/relasi saya perasa tidak enak hati, saya merasakan empati pada orang lain. Bisa juga pendapat anda ketika itu bisa anda ungkapkan pada diri anda sendiri. Setelah itu sharing ungkapan rencana kedepan hasil pengalaman dalam psikodrama didalam kehidupan diri sendiri.

Menurut Tatiek Romlah (2006:107) bahwa psikodrama adalah permainan peran agar setiap individu mendapatkan pengertian mengenai dapat memahami kehidupan yang lebih baik, mampu menemukan konsep terhadap kehidupan diri, sadar akan kebutuhannya, serta mampu menyatakan reaksi terhadap tekanan yang dialami oleh dirinya. Jadi tujuan psikodrama untuk terapi atau penyembuhan. Menurut Loekmono (dalam Sari, 2013) Peristiwa yang dimainkan untuk menolong klien dengan perasaannya yang belum terungkap dan belum disadari oleh diri klien sendiri, lalu diberikan saluran untuk mengungkapkan dengan penuh dari perasaan yang dialami. Serta mendorong ke perilaku yang baru. Dengan teknik psikodrama diharapkan dapat meningkatkan optimisme pada tiap individu kedepannya yang lebih positif.

Jadi dalam kehidupan saya teknik psikodrama ini untuk meningkatkan kebermaknaan hidup guna pengembangan diri sendiri. Prosesnya seperti mengungkapkan makna hidup dengan dilakukannya ungkapan masalah dan kejadian pada masa lalu kemudian harapan apa yang akan diraih kedepannya, untuk mendapatkan perubahan dalam hidupnya. Lebih baik dalam menata kehidupan menjadi lebih sejahtera dengan melibatkan hubungan antara individu dengan orang lain. Mendorong untuk bermain peran dengan melibatkan perasaan emosional seperti didepan penonton tanpa pelatihan sebelumnya/spontan. Tujuannya membantu tiap anggota kelompok untuk mengatasi masalah yang dihadapi tiap pribadi dengan bermain drama, terapi peran untuk mengungkapkan perasaan mengenai konflik yang dihadapi seperti marah, agresif, merasakan bersalah bahkan sedih. Menurut Yustinus Semium bahwa psikodrama itu pendramatisasi dari konflik didalam batin setiap individu agar supaya tiap individu merasakan kenyamanan serta dapat mengubah peran yang diharapkan didalam kehidupannya yang nyata. Dalam psikodrama tiap individu disetiap situasi mengalami peran dramatis pada masa lampau, sekarang bahkan mengantisipasi untuk kedepannya. Emosi pada diri saya dapat diungkapkan ketika bermain drama, pada saat orang lain melihat saya dan mengetahui keadaan diri saya sesuai apa yang saya rasakan. Misal saya punya rasa takut gagal pada masa lalu maka kedepan saya harus berusaha dengan apa yang saya punyai terkait kelebihan maupun kekurangan untuk bisa menjadi lebih optimis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun