Mohon tunggu...
Fahrizal Muhammad
Fahrizal Muhammad Mohon Tunggu... Dosen - Faculty Member Universitas Prasetiya Mulya

Energi Satu Titik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menakar Sabar di Tengah Wabah

29 Maret 2020   17:39 Diperbarui: 30 Maret 2020   13:35 1512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap orang memang sedang berusaha menata hati dan berupaya sekuat tenaga agar tetap tenang menghadapi situasi yang sewaktu-waktu dapat berubah tak terkendali. Inilah apa yang disebutkan dalam batasan di atas sebagai kemampuan menanggung sakit dan masalah tanpa mengeluh dan kehilangan kontrol diri. Ini tentu menuntut kecerdasan spiritual dan emosional yang baik dan stabil. Inilah kadar kedewasaan yang disyaratkan agar kita memiliki kualitas sabar yang baik. 

Ketiga, menikmati hari-hari dalam suasana ketidaknyamanan dan ketidakpastian sejatinya mengajarkan kepada kita tentang kehidupan yang begitu berwarna. Tetap rasional di tengah ketidaknyamanan itu memberikan sinyal kuat kepada kita bahwa tidak semua kondisi mampu kita kendalikan dengan logika dan kepandaian. Kini, kita jadi terbiasa mengeja waktu. Pagi bertemu siang, sore bertemu malam. Akhirnya, tanpa dan dengan kesadaran ia berputar kembali dalam bilangan gelisah yang nyaris sama. Allah mengingatkan kita kembali, peran dan tokoh siapa pun yang kita mainkan selama ini di panggung kehidupan, kita tetap aktor tak sempurna. Selamanya. 

Yang datang dahulu, dia yang utama. Yang datang kemudian, dia yang beruntung. Tantangannya adalah seberapa sabar kita pada keistiqomahan yang pernah menjadi melodi paling kita cinta sepanjang perjalanan. Tiba di titik ini adalah sebuah keniscayaan yang tak mungkin tergantikan oleh apa pun. Di ujung kisah inilah nanti, kita akan bertemu dengan mereka yang membawa serta laba perniagaannya atau mereka yang bangkrut tanpa sisa apa-apa: aktor tak sempurna kini berdiri di lembar risalah nan sepi.

Ruang Kendali

Kabar gembiranya adalah karena kita manusia. Makhluk yang diciptakan Allah dengan kemampuan adaptasi yang luar biasa. Makhluk yang cepat sekali belajar dari sejarah, seperih apa pun di hati.  Hanya mereka yang abai akan kekuasaan Allah lewat potensinyalah yang pada akhirnya tidak mendapatkan apa-apa kecuali terengah-engah di tengah ketidaknyamanan yang memang tidak mampu dikendalikan. 

Mari kita diskusi tentang ini.  Pertama, inilah kesempatan kita mengonstruksi mind-set. Covid-19 datang dari Allah. Pasti banyak hikmah dan pelajaran darinya. Masing-masing orang bisa menempatkan cobaan ini pada frame berbeda-beda sesuai dengan tingkat pemaknaannya tentang takdir baik dan buruk yang Allah gariskan. Kelapangan dan kesempitan hati bermula dari sini. Bukankah ini sebentuk nasihat bahwa kita punya kesempatan dan posisi yang sama di hadapan Allah?

Covid-19 tidak menyerang satu golongan dan strata sosial saja. Semua orang punya peruntungan yang sama. Siapa pun berpeluang bertemu dan terpapar olehnya. Tidak ada seorang pejabat atau orang berpunya yang mampu menghindar. Demikian pula kaum papa dan jelata. Semua ada di posisi yang sama. 

Oleh karena itu, bila pada gilirannya ada di antara saudara kita terinfeksi, positif, atau bahkan meninggal karena corona, tempatkanlah itu pada keberterimaan dan kewajaran yang ada. Yang jelas, ini musibah. Wabah. Bukan aib. Jadi, memang seharusnya kita prihatin, bukan menghakimi. Mari kita doakan saja dan maafkan kesalahannya. Keluarganya juga pasti gak mau tertular virus itu. Jadi, kalau pun pada prosesnya mereka terkesan menyembunyikan kondisi yang sebenarnya, itu tidak lebih karena sejujurnya mereka bingung, tak percaya, dan merasa tak berdaya. Mereka juga tidak punya jaminan, apakah kalau mereka mengabarkan kepada banyak orang, betulkah mereka akan diterima apa adanya? Semoga Allah melindungi kita semua. Aamiin....

Demikian pula sebaliknya. Semua orang berhak dan seharusnya sehat. Oleh karena itu, dengan kita senantiasa berusaha memupuk dan mempraktikkan pola hidup sehat, insya Allah kesehatan kita akan tetap terjaga. Bila semua keluarga sehat, maka lingkungan RT kita pun sehat. Bila setiap RT sehat, maka wilayah se-RW pun akan sehat. Hak kita untuk sehat ternyata beririsan dengan hak sehat orang lain. Dengan begitu, kita punya ketergantungan yang beralasan dengan lingkungan yang bersih dan sehat. Bila dalam hari-hari ini kita diharuskan stay at home untuk menjamin terciptanya social and body distancing, mari kita taati dengan penuh kesadaran dan kesabaran untuk kepentingan bersama.

Kedua, kesamaan dan kesetaraan tiap orang dalam wabah ini seharusnya melahirkan kepedulian dan kesetiakawanan sosial. Terbentuknya Satgas Anti Covid-19 di tiap RW di banyak wilayah adalah salah satu wujudnya. Dengan koordinasi yang rapih melalui Satgas, semua program untuk membendung meluasnya Covid-19 dapat terselesaikan dengan baik. Ini tentu akan banyak menghemat tenaga, pikiran, dan dana. 

Banyak hal dapat disepakati dengan adanya Satgas: pemberlakuan akses satu pintu, sosialisasi informasi penting via medsos, spanduk, dan banner, berkeliling kompleks perumahan mengingatkan pentingnya gerakan hidup bersih, dan penyediaan hand sanitizer di sejumlah titik yang menjadi pintu masuk. Inilah bentuk kebersamaan dan kepedulian yang dapat terbangun di lingkungan kita masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun