Mohon tunggu...
Fahrizal Muhammad
Fahrizal Muhammad Mohon Tunggu... Dosen - Faculty Member Universitas Prasetiya Mulya

Energi Satu Titik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

PJJ, Social Distancing, dan Kehangatan Keluarga

23 Maret 2020   12:18 Diperbarui: 23 Maret 2020   12:22 1939
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi fahrizal muhammad

Kedua, kesempatan belajar dan melek teknologi komunikasi bertemu konteksnya. Pemerataan kesempatan itu terbilang massif. Mulai dari siswa SD sampai mahasiswa hingga dosen hari-hari ini mulai akrab dengan sejumlah aplikasi pembelajaran jarak jauh dari Google, seperti Classroom, Meet, Hangout, dan Zoom. Belanja paket internet pun melonjak berlipat-lipat. Lalu lintas data sebegitu banyaknya membuat tantangan tersendiri.

Tanpa disadari, akhirnya keterdesakan dan keterpaksaan ini telah memberi ruang belajar kepada sebagian besar siswa memasuki era digital yang selama ini mungkin hanya mereka dengar samar-samar. Ini hikmah menarik yang memaksa orang untuk mau belajar menggunakan seperangkat aplikasi digital sebagai sarana belajar. Sejumlah dosen “kolonial” pun akhirnya terpaksa dan terpanggil mempelajarinya juga agar proses perkuliahan berjalan dengan baik.

Ketiga, sejujurnya, guru dan dosen kehilangan kesempatan mengembangkan pembelajaran berbasis dinamika kelompok di kelas. Keterbatasan aplikasi pembelajaran jarak jauh telah mereduksi kenikmatan tersebut. Social distancing telah menempatkan setiap orang pada kondisi soliter yang semu. Kebutuhan untuk bersama dalam proses belajar direnggut dan direduksi sedemikian rupa dan digantikan dengan komunikasi digital dengan segala keterbatasannya.

Seperti apa pun kondisi ruang kelas yang mereka tinggalkan, tetapi sesungguhnya di situlah ruang ekspresi yang jujur atas tumbuh dan berkembangnya mereka. Berbagai potensi individual dan kolektif muncul dan melebur di ruang kelas yang senantiasa diwarnai oleh berbagai suasana khas anak dan remaja. Kehangatan itu nampaknya tidak mungkin tergantikan dengan pembelajaran jarah jauh.

Kehangatan Keluarga

Akhirnya, Covid-19 memaksa semua orang untuk pulang ke rumah. Pulang ke keluarga mereka. Pulang ke tengah-tengah orang yang selama ini selalu mendoakan dan berharap yang terbaik untuk mereka.

Mari kita diskusi tentang ini. Pertama, covid-19 memberi ruang kembali yang hakiki. Mereka yang selama ini pergi gelap pulang gelap dan tidak punya waktu sama sekali untuk bercengkerama dengan keluarga dipaksa pulang untuk beberapa lama. Kebijakan Work from Home (WFH) menjadi sangat menarik dilihat dari aspek kebersamaan keluarga. 

Keluarga yang rindu ayah kini (seharusnya) bisa memilikinya untuk beberapa saat. Mereka yang kuliah dan kost jauh dari rumah, kini pulang. Yang mondok pun sudah kembali dari pesantren. Ruang keluarga yang selama ini lengang dan sunyi, kini semarak lagi dengan beragam cerita dan keceriaan.

Kita dipaksa pulang. Kita dipulangkan. Bukan oleh ketakutan tetapi oleh kesadaran. Allah mengizinkan covid-19 menjadi tombol reset untuk kehidupan. 

Proses keseimbangan tengah berlangsung dan alam menemukan ruang dan kadar kalibrasinya sendiri. Tugas kita sebagai manusia tentu berpikir dan merasa. Mengeja kembali seluruh tingkah laku tanpa terkecuali. Kembali merujuk dan tunduk pada tuntunan hakiki sambil tetap berharap dapat melewati semua dengan cinta yang tak terkurangi.

Keluarga adalah energi. Inilah tempat pulang, kapan pun kita mau. Apa dan siapa pun kita, kembalilah. Dari sanalah kita datang dan bertumbuh. Cinta menanamkan sesuatu yang paling berharga dalam hidup ini ketika relasi antarpribadi memberikan ruang kembali yang utuh. Yang menarik adalah ketika kita selalu memiliki ruang dan waktu untuk itu. Waktu yang melesat dan ruang yang tak lagi sama, tidak serta merta meruntuhkan ketulusan dan cinta. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun