Mohon tunggu...
Fahriza Muhammad
Fahriza Muhammad Mohon Tunggu... Mahasiswa - Just your everyday human being

Seorang mahasiswa yang berdomisili di Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Perang Dagang AS-Tiongkok di Era Biden: Akankah Memasuki Babak Baru?

6 April 2021   07:00 Diperbarui: 6 April 2021   07:04 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat dan Tiongkok beberapa tahun belakangan ini memberikan dampak yang cukup signifikan bagi sebagian pelaku ekonomi dunia (termasuk penulis sendiri). Dua negara ini saling serang dengan pernyataan-pernyataan dan juga perang tarif, hubungan dua negara ini mungkin bisa dikatakan love-hate relationship karena dua negara ini saling menaruh curiga yang besar satu sama lain, namun keduanya juga saling membutuhkan satu sama lain. 

Amerika Serikat membutuhkan Tiongkok sebagai salah satu sumber buruh dengan upah murah didunia dan juga sebagai pasar untuk memasarkan produk-produk Amerika dan Tiongkok membutuhkan Amerika Serikat sebagai salah satu investor dalam perusahaan-perusahaannya juga sebagai pasar untuk memasarkan produk-produk Tiongkok yang terkenal dengan harganya yang murah. Apa yang menyebabkan kedua negara ini saling memberikan perlakuan dingin satu sama lain? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, marilah kita sejenak flashback ke tahun 2016 dimana drama perang dagang ini bermula.

Trump sejatinya adalah seorang pebisnis ulung yang mempunyai bisnis dan perusahaan di seluruh dunia. Pencalonannya sebagai presiden Amerika Serikat pada tahun 2016 menimbulkan banyak pertanyaan banyak pihak, mampukah seorang Donald Trump maju sebagai presiden? Trump menjawabnya dengan terpilih sebagai presiden Amerika Serikat menggantikan Obama. 

Trump membuat kebijakan proteksionisme untuk melindungi ekonomi Amerika Serikat dari apa yang ia sebut ‘perampok dari Tiongkok’. Trump juga membuat aturan bahwa setiap produk baja dan aluminium yang masuk ke Amerika Serikat dari Eropa, Tiongkok, Kanada, dan Meksiko akan dikenakan bea sebesar 25 dan 10 persen, tentunya Tiongkok meradang mengetahui Amerika Serikat mengeluarkan kebijakan tersebut dan mengeluarkan kebijakan serupa untuk setiap produk suku cadang mobil serta produk pertanian dan perikanan yang berasal dari Amerika Serikat.

Selain perang tarif, presiden Trump juga secara eksplisit memerintahkan untuk melarang beroperasinya aplikasi TikTok dan WeChat di Amerika Serikat. Kita mengetahui kedua aplikasi tersebut sangatlah populer dalam masyarakat luas, terutama TikTok yang oleh kita di Indonesia sudah sangat familiar dimana semua orang dari mulai pejabat negara, selebritas, dan orang biasa (kecuali penulis) yang bermain TikTok. Perusahaan raksasa seperti Huawei juga tidak luput dari ‘amukan’ Trump dimana raksasa telekomunikasi asal Tiongkok tersebut disinyalir membocorkan data-data keamanan nasional Amerika Serikat ke Tiongkok lewat kontrak Huawei dengan otoritas keamanan Amerika Serikat. 

Akibatnya, beberapa perusahaan asal Amerika Serikat dipaksa untuk memutus kontrak dengan Huawei atau menerima sanksi. Google adalah salah satu yang terkena imbas dari pemutusan kontrak ini sehingga semua produk gawai buatan Huawei produksi tahun 2019 keatas tidak mempunyai beberapa fasilitas buatan Google seperti Google Play Store, Gmail, atau YouTube. Banyak dari lembaga ekonomi dunia memproyeksikan bahwa ada tren penurunan GDP negara-negara di dunia sebesar 0,7% pada tahun 2018 dan penambahan sebesar 2% pada tahun 2020. Ditambah lagi dengan adanya pandemi Coronavirus juga menbuat ekonomi dunia semakin lesu dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia bisa dibawah 0%.

Inilah yang diharapkan bisa dirubah dari pergantian presiden Amerika Serikat dari Trump ke Biden. Presiden Joe Biden diharapkan banyak pihak untuk bisa ‘melunak’ sikap Amerika Serikat terhadap perang dagang dengan Tiongkok. Sejak dilantik pada 20 Januari 2021, Biden beberapa kali telah memulai kontak dengan Beijing untuk membicarakan berbagai hal, salah satunya adalah bagaimana kelanjutan dari perang dagang ini. Amerika Serikat dan Tiongkok sepakat untuk bertemu untuk mendiskusikan hal ini di Anchorage, Alaska pada 18-20 Maret 2021. Pertemuan tersebut tidak menghasilkan titik terang dari kelanjutan perang dagang Amerika Serikat-Tiongkok namun lebih mengangkat isu-isu tentang Timur Tengah, Xinjiang, Korea Utara, dan Taiwan.

Mengutip dari laman Financial Times, pemerintahan Biden menegaskan belum akan berencana menghilangkan berbagai aturan yang dibuat pada era pemerintahan Trump dalam perang dagang dengan Tiongkok namun juga tidak akan mengambil metode yang sama dengan pemerintahan Trump saat berhadapan dengan Tiongkok yang terkesan amat sangat agresif.

Selain itu, pemerintahan Biden juga merubah strateginya dari yang hanya menerapkan sanksi kepada Tiongkok sekarang ditambah dengan investasi ke bidang industri yang dirasa Biden negerinya kalah saing dengan Tiongkok seperti teknologi nano dan jaringan komunikasi sehingga perbandingannya jika pada pemerintahan Trump, Amerika Serikat hanya fokus dalam ‘memperlambat dan menghentikan’ Tiongkok sekarang fokus bagaimana Amerika Serikat bisa ‘berlari lebih cepat’ dari Tiongkok.

Sebagai kesimpulan, perang dagang antara Amerika Serikat dengan Tiongkok membawa ekonomi dunia pada era baru, era dimana Tiongkok bergerak maju menggantikan posisi Amerika Serikat sebagai kekuatan ekonomi dunia, sesuatu yang ditakutkan oleh Amerika Serikat. Ketika Deng Xiaoping memutuskan untuk membuka Tiongkok kepada dunia pada tahun 1970-1980, banyak pihak mengira ini akan menjadi jalan baru untuk masuknya demokrasi ke Tiongkok untuk menggantikan sistem komunis namun ternyata perkiraannya salah dan kesempatan ini dimanfaatkan oleh Tiongkok untuk mengejar ketertinggalannya selama ini. 

Pintu investasi dibuka selebar-lebarnya, swasta diizinkan masuk (tentu dengan pengawasan ketat dari pemerintah), peningkatan taraf hidup, dan anggaran belanja militer yang ditambah. Saat ini kita lihat bagaimana majunya ekonomi Tiongkok, menjadi ekonomi terbesar setelah Amerika Serikat, ekspor produk ke seluruh dunia menggeser posisi Amerika Serikat, dan juga militer terbesar selain Amerika Serikat. Kebangkitan Tiongkok inilah yang ditakutkan oleh Amerika Serikat, walaupun Amerika Serikat sendiri awalnya menganggap masalah Tiongkok ini sebagai hal sepele, namun ketika Tiongkok berada dibawah kendali Xi Jinping, Tiongkok benar-benar serius dalam menjadikan Tiongkok sebagai kekuatan baru dunia, dan Amerika Serikat dibawah pemerintahan Trump menanggapi masalah Tiongkok dan Xi Jinping dengan serius juga dengan memulai perang dagang yang berlangsung hingga saat ini.

Tulisan ini akan ditutup dengan sebuah pertanyaan, walaupun Amerika Serikat sekarang sudah dibawah kendali presiden baru, namun pada kenyataannya masih berpegang teguh pada pendirian pendahulunya walaupun tidak seagresif pendahulunya, akankah perang dagang ini akan memasuki babak baru pada kepemimpinan presden Biden dimana hubungannya dengan Tiongkok bisa lebih ‘adem ayem’ dan bisa mengakhiri perang dagang, ataukah akan stalemate dan tetap mempertahankan pendiriannya seperti pada era presiden Trump dan memperpanjang perang dagang ini? Kita tunggu pada episode selanjutnya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun