Mohon tunggu...
Fahri Sabililhaq
Fahri Sabililhaq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Manusia Pemula

Hai! Aku seorang manusia pemula yang mencoba menuliskan rasa, opini, sampai keresahannya disini. Selamat membaca ya! Hehe

Selanjutnya

Tutup

Diary

Mendarmabaktikan Hidup

4 November 2024   21:20 Diperbarui: 4 November 2024   21:21 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terpilih untuk terlahir ke dunia tentu bukanlah tanpa tuju. Manusia hadir disini bukanlah kosong tanpa makna dan arti. Kita bukan hanya sekedar pelengkap entitas bumi, bukan hanya sebatas budak korporasi yang terus dimonopoli elit-elit oligarki, bukan seonggok daging bernyawa yang terlena dengan hingar bingar duniawi, dan tentu bukan hanya sebatas sosok yang menunggu waktu untuk mati. Kita hidup memang untuk 'hidup'.

Beberapa dari kita mungkin pernah memikirkan dan merenung tentang "untuk apa hidup ini?". Pertanyaan itu rasa-rasanya semakin perlu terus kita renungi di zaman yang penuh akan distraksi ini. Zaman yang lihai dan kejam dalam menipu, zaman yang begitu mudah melenakan, zaman yang dimana begitu banyak manusia yang akhirnya terjebak didalamnya. Barangkali memang kita tengah berada disini, penghujung zaman.

Ada yang bilang hidup itu untuk beribadah, hidup itu untuk berjuang, hidup itu untuk berbakti dan mengabdi, hidup itu untuk mengisi, memimpin, dan merawat bumi, hidup itu tentang bertahan, dan beragam pandangan lainnya. Barangkali dari pandangan-pandangan itu kita dapat memiliki banyak bahan untuk kita rangkai sendiri, untuk membentuk makna hidup kita sendiri. Hidup dengan seutuh-utuhnya. Tak ada kurang, tak ada sesal, dan tak ada peniruan dalam bayangan manusia-manusia lainnya.

Kita hidup tak pernah sendiri. Kita ditempatkan bersama dengan manusia-manusia lainnya. Untuk apa? Beberapa orang mungkin memandang kehadiran sosok lainnya sebagai kompetitor kehidupan. Melihat orang lain adalah lawan untuk diri sendiri, dalam hal apapun. Akhirnya memasang standarisasi hidup berdasarkan kehidupan manusia yang dianggap lawannya. Haha, pasti melelahkan dan menyiksa perlahan. Tak ada habisnya.

Manusia lainnya sejatinya adalah kawan kita. Kawan seperjuangan dalam menjalani kehidupan. Menjalani peranannya masing-masing, berjalan pada garis horizontalnya sendiri-sendiri. Saling mengisi, saling berbagi, dan saling memberi arti. Semua tentang bagaimana mengasihi, bagaimana memberikan kebermanfaatan antar sesama. Sebisanya, semampunya, sekuatnya.

Maka, barangkali kita perlu sejenak mengambil jeda, merefleksikan diri dan melihat tentang pentingnya mendarmabaktikan hidup. Jika hidup ini ada batas waktunya, tak akan bijak jika kita menghabiskannya hanya untuk hal-hal yang tak berarti. Mendarmabaktikan hidup berarti mempersembahkan hidup kita untuk pengabdian terhadap nilai-nilai yang kita anut dan yakini sebagai kebaikan dan kebermanfaatan. Memberikan dedikasi penuh sesuai peranan kita atas segala  hal-hal baik di dunia ini. Lagi, dan lagi. Terus, dan terus. Selama belum pulang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun