Mohon tunggu...
Fahri Dwi Ananta
Fahri Dwi Ananta Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik UI

Memiliki ketertarikan terhadap isu sosial-masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menggali Hak-Hak Perempuan dalam Islam, Reintepretasi Teks dan Penggunaan Media Sosial

16 Oktober 2024   14:26 Diperbarui: 16 Oktober 2024   14:55 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melalui media sosial, aktivis feminis Islam dapat mempublikasikan tulisan-tulisan tentang keadilan gender, mendiskusikan tafsir-tafsir yang lebih inklusif, serta membentuk gerakan solidaritas global. 

Misalnya, kampanye digital untuk melawan kekerasan terhadap perempuan atau memperjuangkan hak-hak reproduksi perempuan sering kali viral, menciptakan tekanan sosial dan politik untuk perubahan. Di media sosial saat ini kita bisa melihat nama-nama seperti Kalis Mardiasih, Sadiyah Maruf, dll. Selain itu, platform ini memungkinkan dialog lintas batas antar aktivis dari berbagai negara Muslim, membangun solidaritas global yang lebih kuat. 

Di Indonesia, gerakan feminis Islam menggunakan media sosial untuk mendiseminasi hasil re-interpretasi teks-teks agama, seperti kitab kuning dan shalawat gender. Mereka membuat konten edukatif berupa video, infografis, atau artikel yang mengajak masyarakat untuk memahami pentingnya kesetaraan gender dari perspektif Islam. 

Dengan memanfaatkan demokrasi dan media sosial digital, gerakan feminisme Islam mampu merangkul berbagai lapisan masyarakat, memperkuat perjuangan mereka, dan membangun wacana yang lebih inklusif dan setara di dunia Muslim. 

Ini memperlihatkan bahwa perjuangan untuk hak-hak perempuan dalam Islam tidak hanya berada dalam ruang-ruang akademik atau lembaga hukum, tetapi juga bergerak melalui dialog dan aksi yang melibatkan masyarakat luas melalui teknologi modern.

Kesimpulan

Teks-teks Islam, baik Al-Qur'an maupun Hadits, sebenarnya memberikan dasar yang kuat untuk memperjuangkan hak-hak perempuan. Namun, tantangan utama yang dihadapi perempuan di masyarakat Muslim adalah interpretasi konservatif yang sering kali memperkuat norma patriarkal. Aktivis perempuan Muslim memainkan peran penting dalam me-reinterpretasi teks-teks ini agar lebih inklusif dan adil bagi perempuan.

Masa depan gerakan ini sangat bergantung pada kemampuan aktivis untuk terus mendorong perubahan melalui dialog dengan ulama, negara, dan masyarakat, sembari mengedepankan prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan yang ada dalam Islam. Media sosial memainkan peran penting dalam perjuangan ini

. Melalui platform seperti Twitter dan Instagram, aktivis perempuan Muslim dapat menyebarkan interpretasi progresif dari Al-Qur'an dan Hadits yang mendukung hak-hak perempuan. Mereka juga menantang pandangan konservatif yang menghambat kesetaraan gender, sambil bekerja sama dengan ulama progresif untuk memperjuangkan hak-hak perempuan, seperti akses ke pendidikan dan warisan, serta mendorong reformasi hukum yang lebih adil bagi perempuan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun