Keraton Yogyakarta yang saat itu dipimpin oleh Hamengku Buwono IX mempunyai andil besar dalam sejarah berdirinya Indonesia. Sultan tidak tanggung untuk membiayai seluruh biaya pemerintahan seperti operasional untuk menjalankan roda pemerintahan, misalnya kesehatan, pendidikan, militer, dan pegawai-pegawai RI, termasuk gaji Soekarno-Hatta dan para kabinetnya yang mengirim delegasi Indonesia untuk mengikuti konferensi Internasional. Dalam menanggung biaya Sultan membongkar harta milik keraton dan langsung membagikannya sebagai dana talangan.
Di dalam majalah, Julius Pour, Doorstoot Naar Djoko, kompas mengatakan bahwa untuk membiayai operasional pemerintah Indonesia dari Presiden sampai para pegawai pemerintah, Keraton Yogyakarta menyerahkan dana sebesar 6 juta gulden. Hal itu dilakukan oleh sultan karena pemerintah memang belum memiliki dana untuk menjalankan roda pemerintahan.
Perjuangan Kebangsaan Indonesia
Dalam perjalanan karir Soekarno menjadi Presiden ada beberapa kesepakan yang memang dilakukan oleh Indonesia dengan beberapa lembaga Internasional, diantaranya Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO) atau Majelis Permusyawaratan Federal pada tanggal 7 Juli 1948.Â
BFO adalah konferensi musyawarah serupa organisasi yang setingkat negara yang terbentuk berkat kiprah Gubernur-Jenderal Hubertus Johannes Van Mook. Berawal dari cita-cita sang Gubernur, organisasi ini akan dijadikan perwakilan negara-negara bagian (daerah-daerah di Indonesia yang sudah berdiri sebagai negara sendiri atas binaan Belanda) dalam negosiasi dengan Republik Indonesia (RI) sebagai pihak Indonesia.
Saat berlangsung Konferensi Bandung pada 27 Mei 1948, Hubertus Johannes Van Mook mengajukan rancangan pemerintahan federal antar negara-negara bentukan Belanda tersebut yang bernama Voorlopige Federale Regering (Pemerintah Federal Sementara). Gagasan yang terkesan sepihak ini membuat para petinggi negara-negara federal Indonesia yang sudah ada mencanangkan konferensi bersama untuk menghimpun sesama mereka. Inilah peristiwa yang menjadi langkah dasar pendirian BFO.
Di dalam BFO, berisi tentang penandatangan dan naskah pengakuan kedaulatan antara negara Belanda dengan Jakarta. Penandatangan tersebut dilakukan secara bersamaan di Indonesia dengan Belanda. Selain di Jakarta, di Yogyakarta juga dilakukan penyerahan kedaulatan dari RI kepada Republik Indonesia Serikat (RIS). Dengan pengakuan kedaulatan tanggal 27 Desember 1949 maka berakhirlah periode perjuangan bersenjata dalam menegakan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, untuk sementara kepemimpinan dipegang oleh Mr. Asaat yang sebelumnya menjabat sebagai ketua Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Pada tanggal 29 Desember 1949, Soekarno kembali ke Jakarta dengan membawa bendera pusaka. Lewat bendera pusaka itu RI memberikan usul kepada RIS untuk melakukan perundingan dengan dua negara bagian tentang pembentukan negara kesatuan, pada saat itu Natsir memberikan mosi integral. Di saat proses yang berjalan alot, presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) Ir. Soekarno, akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang Sementara (RUUs) dan NKRI. Pada tanggal 15 Agustus 1950, Soekarno membacakan piagam terbentuknya NKRI, dan sejak saat itu Soekarno menerima jabatan kembali menjadi presiden yang sebelumnya dipegang oleh Mr, Asaat.
Selanjutnya bendera pusaka mulai kembali dikibarkan dihalaman bekas Istana Gubernur dan negara RIS dibubarkan. Dengan begitu negara-negara bagian kembali ke dalam pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan sejak berdirinya NKRI, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menerima Indonesia masuk menjadi bagian PBB yang ke-60 yang bertepatan pada tanggal 28 September 1950.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H