Berbicara tentang Soekarno senantiasa menarik dan relevan sepanjang zaman. Begitu banyak sisi kehidupan sang proklamator yang kharismatik tersebut, baik pikiran, pandangan, gagasan dan sikap beliau dari berbagai hal yang dapat dijadikan bahan diskusi, seminar maupun kajian ilmiah.Â
Sosok Soekarno yang bukan saja dimiliki oleh bangsa Indonesia, namun juga dikagumi semua kalangan di seluruh dunia termasuk juga Mahatir Muhammad (Perdana Mentri Malaysia) dengan bangga menjuluki dirinya sebagai Soekarno kecil dari Malaysia.
Di dalam buku Soekarno yang berjudul Sisi Sejarah yang hilang, masa transisi di masa supersemar, ajudan Soekarno Sidarto Danusubroto mengatakan bahwa antara tahun 1967-1968 merupakan tahun yang paling berat dalam kehidupan Soekarno.
Ada banyak peristiwa penting di tahun 1966 sampai 1968. Tahun 1967 tanggal 20 Februari terjadi penyerahan kekuasaan dari tangan Bung Karno ke tangan Soeharto yang menjadikan dirinya lengser dari jabatan sebagai presiden RI. Di tahun sebelumnya, 1966 Soeharto secara de facto maupun secara de jure telah mengumumkan pengambilan kekuasaan dari tangan Soekarno ke tangan Soeharto.
Tak berselang lama pengusiran segera dilakukan oleh Soeharto kepada Soekarno dari Istana kepresidenan ke Wisma Yaso atau kini dikenal dengan Museum Satria Mandala di jalan Gatot Subroto di awal bulan Mai 1967, ditambah ditetapkan sebagai tahanan politik oleh Soeharto terkait peristiwa G30 S / PKI di Bogor. Peristiwa-peristiwa itu yang kemudian menjadikan dirinya secara fisik dan psikis terguncang dengan sikap yang dilakukan Soeharto kepada dirinya. Dalam kurun tersebut perlakukan Soeharto kepada Presiden tidak berhenti.Â
Dalam status seperti itu, Bung Karno tidak diperkenankan untuk pergi kemana-mana. Oleh sebabnya, beliau selalu mencari jalan keluar, karena kondisi itu sangat menyiksa kehidupan Soekarno. Soekarno yang tipikal pemimpin yang tidak bisa jauh dengan rakyat, dan selalu ingin dekat dengan rakyatnya, tiba-tiba harus dipisahkan dari rakyat yang sangat dicintainya. oleh sebab itu, untuk mencari alasan bisa keluar dan berjumpa dengan rakyat, beliau mempunyai alasan sakit gigi atau sakit mata.
Namun kondisi itu tak berlangsung lama, tim dokter kepresidenan yang diketuai Prof Siwabessy dengan anggota dr Soeharto , dr Tang Sin Hin, dan Kapten CPM dr Soerojo dibubarkan pada Juli 1967. Sejak itu, penanganan penyakit Soekarno jauh dari alat medis sampai kemudian mengembuskan napas terakhir. Sang Proklamator, Bapak, dan Pemimpin Besar Revolusi meninggal dalam kondisi memprihatinkan.Â
Yogyakarta sebagai Ibu Negara Indonesia
Setalah masa kemerdekaan, Ibu kota Indonesia beberapa kali mengalami perpindahan, sejarah mencatat bahwa Yogyakarta pernah menjadi Ibu Kota pada awal pendirian Republik Indonesia, yaitu pada tanggal 4 Januari 1946 sampai 27 Desember 1949.
Saat Belanda kembali ke Indonesia bersama sekutu, keamanan Jakarta sebagai Ibu kota negara terancam. Belanda menduduki Jakarta pada tanggal 29 September 1945. Melihat situasi ini, pada tanggal 2 Januari Sultan Hamengku Buwono IX mengirimkan utusan untuk disampaikan ke Soekarno dan Hatta dan seluruh jajaran kabinetnya untuk memindahkan Ibu kota ke Yogyakarta. Sebagai negara yang berdaulat dan diakui oleh Kerajaan Belanda. Tawaran yang dilakukan oleh Sultan akhirnya diterima dengan baik oleh Soekarno. Dua hari kemudian, Ibu kota NKRI Yogyakarta.
Dipilihnya Yogyakarta sebagai Ibu kota negara, merupakan keberanian dari sultan yang mau mengambil resiko di tengah ancaman yang dilakukan oleh Belanda kepada Sultan Yogyakarta saat agresi militer Belanda. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Yogyakarta mempunyai peran yang besar dalam menyambung kelangsungan Indonesia.