Mohon tunggu...
Muhammad Fahrial
Muhammad Fahrial Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi saya fotografi dan berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Proteksi Eropa Pasca Brexit

7 Maret 2024   16:49 Diperbarui: 7 Maret 2024   16:51 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kembali ke Era Proteksionisme dalam Uni Eropa dan Brexit

Merkantilisme, sebuah sistem ekonomi yang menciptakan kebijakan proteksionisme untuk memperkuat ekonomi nasional, menjadi sorotan utama di Eropa, terutama setelah keputusan kontroversial Brexit. Perubahan dinamika perdagangan di Uni Eropa menciptakan gelombang proteksionisme yang tidak hanya mempengaruhi anggotanya tetapi juga merangsang pertanyaan tentang arah globalisasi.

Pada dasarnya, keputusan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa, yang dikenal sebagai Brexit, dapat memiliki dampak pada sistem perdagangan dan ekonomi, termasuk sistem mercantilisme. Mercantilisme adalah doktrin ekonomi yang menekankan pada pentingnya akumulasi kekayaan nasional melalui surplus perdagangan, ekspor lebih banyak daripada impor, dan kontrol pemerintah terhadap perdagangan internasional.

Brexit dapat memengaruhi sistem merkantilisme dengan beberapa cara:

1. Perubahan dalam Keseimbangan Perdagangan: Brexit dapat memengaruhi keseimbangan perdagangan Inggris dengan Uni Eropa dan negara-negara lain. Dengan keluarnya dari Uni Eropa, Inggris mungkin menghadapi tantangan baru dalam menjaga atau meningkatkan surplus perdagangan, yang menjadi fokus utama dalam konsep mercantilisme.

2. Negosiasi Perjanjian Perdagangan Baru: Setelah Brexit, Inggris harus bernegosiasi perjanjian perdagangan baru dengan Uni Eropa dan negara-negara lain. Keberhasilan dalam merundingkan perjanjian-perjanjian ini dapat memainkan peran penting dalam mencapai tujuan merkantilisme, seperti meningkatkan ekspor dan memperoleh akses ke pasar yang menguntungkan.

3. Ketidakpastian Ekonomi: Proses Brexit telah menciptakan ketidakpastian ekonomi, yang dapat memengaruhi keputusan bisnis dan investasi. Dalam konteks merkantilisme, stabilitas ekonomi penting untuk mendorong ekspor dan investasi dalam produksi barang.

4. Pengaruh Mata Uang: Brexit juga dapat memengaruhi nilai tukar mata uang, yang dapat memiliki dampak langsung pada daya saing ekspor dan impor. Dalam kerangka merkantilisme, nilai mata uang yang rendah dapat memberikan keunggulan kompetitif dalam ekspor.

5. Pengaruh Regulasi dan Kontrol: Merkantilisme melibatkan kontrol pemerintah yang kuat terhadap perdagangan. Keluarnya Inggris dari Uni Eropa dapat memberikan lebih banyak kontrol kepada pemerintah Inggris dalam merancang kebijakan perdagangan mereka, termasuk regulasi dan kebijakan proteksionisme.

Namun, penting untuk dicatat bahwa efek Brexit terhadap sistem mercantilisme tidak dapat diprediksi secara pasti, dan dampaknya akan tergantung pada berbagai faktor, termasuk hasil perjanjian perdagangan yang dicapai, stabilitas ekonomi pasca-Brexit, dan kebijakan perdagangan yang diadopsi oleh pemerintah Inggris.

Sejak berdirinya Uni Eropa, visi perdagangan terbuka dan kolaboratif menjadi fondasi kuat. Namun, beberapa tahun terakhir, ada pergeseran yang mencolok menuju kebijakan proteksionisme, sejalan dengan prinsip-prinsip merkantilisme. Brexit, atau keputusan Inggris untuk meninggalkan Uni Eropa, menjadi katalisator utama dalam mendorong negara-negara Eropa untuk mempertimbangkan ulang hubungan perdagangan mereka.

Salah satu dampak utama merkantilisme di Uni Eropa adalah munculnya kebijakan proteksionisme baru. Negara-negara anggota mulai menerapkan tarif dan hambatan perdagangan lainnya untuk melindungi industri dalam negeri mereka. Ini tercermin dalam peningkatan jumlah regulasi yang menghambat aliran barang dan jasa di antara anggota UE. Sebagai contoh, sejak Brexit, banyak perusahaan di Uni Eropa mengalami peningkatan biaya dan kerumitan dalam perdagangan dengan Inggris, menggambarkan pergeseran menuju kebijakan proteksionisme.

Data perdagangan terbaru menunjukkan penurunan signifikan dalam volume perdagangan antara Uni Eropa dan Inggris. Pada tahun pertama pasca-Brexit, nilai ekspor dan impor antara kedua pihak mengalami penurunan tajam, menciptakan tantangan ekonomi yang nyata. Sementara beberapa negara di Uni Eropa mencoba mengembangkan strategi perdagangan alternatif, dampak Brexit dan meningkatnya proteksionisme tidak dapat diabaikan.

Opini masyarakat dan pakar ekonomi divergen terkait perubahan ini. Sebagian melihatnya sebagai langkah positif untuk meningkatkan kedaulatan ekonomi masing-masing negara, sementara yang lain mengkhawatirkan bahwa langkah-langkah proteksionis akan merugikan pertumbuhan ekonomi global. Perdebatan ini memunculkan pertanyaan mendalam tentang apakah Uni Eropa, yang dibangun dengan semangat integrasi ekonomi, akan dapat mempertahankan visinya atau mengalami lebih banyak perubahan kebijakan proteksionis.

Sektor yang paling terdampak oleh pergeseran ini adalah industri manufaktur dan layanan. Perusahaan-perusahaan besar di Uni Eropa yang memiliki rantai pasokan yang terintegrasi dengan Inggris harus beradaptasi dengan perubahan regulasi dan biaya tambahan. Para kritik merasa bahwa ini adalah contoh konkret dampak negatif dari meningkatnya proteksionisme di era pasca-Brexit.

Namun, pendukung kebijakan proteksionisme berpendapat bahwa ini adalah langkah yang diperlukan untuk melindungi lapangan pekerja dalam negeri dan mencegah perusahaan-perusahaan asing mengambil alih pasar domestik. Mereka meyakini bahwa dengan mengurangi ketergantungan pada perdagangan internasional, negara-negara Eropa dapat membangun ekonomi yang lebih mandiri dan tahan krisis.

Dalam konteks ini, tantangan terbesar bagi Uni Eropa adalah menemukan keseimbangan antara pembangunan ekonomi nasional dan kerjasama internasional. Apakah langkah-langkah proteksionisme akan membawa manfaat jangka panjang atau justru menghambat pertumbuhan regional dan global, masih menjadi pertanyaan yang belum terjawab.

Dengan merkantilisme kembali menjadi fokus, Uni Eropa dan negara-negara anggotanya menghadapi masa depan yang penuh ketidakpastian. Diperlukan kebijakan yang bijaksana dan kolaborasi yang kuat untuk menjaga integritas Uni Eropa sambil merespons dinamika ekonomi global yang terus berubah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun