Mohon tunggu...
Emi Musyafa'ah
Emi Musyafa'ah Mohon Tunggu... mahasiswa -

semakin banyak kita membaca, maka semakin banyak yang akan kita ketahui. semakin banyak kita belajar, maka akan semakin banyak tempat yang akan kita kunjungi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Milad HMI Ke-70

5 Februari 2017   17:25 Diperbarui: 5 Februari 2017   17:29 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Himpunan mahasiswa islam (HMI) yang berdiri hanya berselang 18 bulan pasca kemerdekaan RI, kini sudah memasuki usia ke 70 tahun. Usia yang tak lagi muda jika diibaratkan seorang manusia, fisik semakin lemas, daya tahan tubuh berkurang, dan produktivitas yang terbatas.

Sebagai organisasi mahasiswa tertua dan terbesar di Indonesia, tak diragukan lagi pengabdian HMI terhadap bangsa ini. HMI mampu berkiprah dalam dunia intektualitas dan telah melahirkan cendekiawan-cendekiawan bangsa dalam pertarungan pemikiran. HMI juga telah memberikan kontribusi besar untuk bangsa ini, sampai-sampai pemerintahan yang zalim terhadap rakyat pun dapat ditumbangkan. Bahkan diawal berdirinya organisasi ini, HMI ikut turun ke medan perang dan mengangkat senjata demi keutuhan negara tercinta Indonesia Raya.

Tahun demi tahun telah dilalui, fase demi fase telah dilewati oleh himpunan ini. Pertanyaan mendasar bagi kita adalah apakah sudah selesai pengabdian HMI???? Sedangkan kehidupan berbangsa kita masih dalam keadaan carut marut seperti saat ini. Kemunduran demi kemunduran himpunan ini terlihat jelas didepan mata kita semua, mudahnya diadu domba oleh pihak luar, seringnya konflik internal, keringnya budaya intelektual, bahkan rakyatpun sudah tidak menyadari lagi keberadaan HMI saat ini.

Pengabdian yang menjadi titik tumpu dari tujuan HMI sudah tidak lagi meresap ke sanubari para kadernya, bahkan alumninya. Yang terlihat hanyalah kepentingan demi kepentingan, yang muncul hanyalah keberpihakan demi keberpihakan, apakah itu berpihak ke yang benar atau ke yang salah sudah tak jadi ukuran lagi. Banyak kader atau alumninya yang sudah tidak diragukan lagi dunia akademisnya, sampai-sampai sulit rasanya untuk menuliskan gelar yang disandang, akan tetapi tak dirasakan keberadaannya oleh lingkungan sekitar.

Dengan usia yang sudah menua ini, maka HMI harus direjuvenasi, sehingga kekuatan HMI bisa terlihat kembali. Rejuvenasi bukan dari hitungan usianya, akan tetapi dari kekaryaan HMI, daya saing HMI, nilai juang HMI yang sama-sama kita lihat saat ini makin melemah. Oleh karenanya, rejuvenasi sangat dibutuhkan HMI dengan cara merekulturisasi budaya-budaya intelektual HMI, terus menerus berkarya dalam setiap kader dengan penuh pemahaman, sehingga pergerakan HMI bisa bangkit kembali.

Selain rejuvenasi, harus dilakukan juga ruwatan HMI. dibeberapa daerah dan beberapa pesantren, masyarakat/ santrinya sampai kini masih ada yang melaksanakan dalam Bahasa jawa “ngerowot” yakni menghindari atau tidak memakan makanan yg berpotensi menyebabkan penyakit dalam tubuh. HMI pun sudah saatnya meruwat diri dengan menghilangkan segala energi negative yang ada dalam tubuhnya. Dengan ruwetan tersebut, diharapkan bisa menyadarkan HMI untuk kembali kepada khittahnya, yakni membela segala kebenaran dan melawan segala keburukan serta menyadarkan setiap kadernya untuk tidak terlibat dalam konflik ataupun niat pragmatis.

HMI harus mereposisi diri. Saat ini HMI layaknya himpunan esklusif, kader-kadernya pun tidak mau ketinggalan akan eklusifnya. Jangankan darah menucur dari tubuhnya, pakaiannya saja selalu terlihat klimis bak pejabat negeri.

Melihat kondisi kekinian yang terjadi di HMI, maka sudah waktunya lah HMI mereposisi diri, sehingga rakyat bisa merasakan keberadan HMI. HMI harus menentukan sikap keberadaannya saat ini, apakah masuk golongan pejabat? Apakah masuk golongan mahasiswa elit/ apatis yang hanya berkumpul di mall-mall, atau apakah HMI masih bersama rakyat untuk selalu memberikan kenyamanan dan membela kesejahteraan yang diidam-idamkan rakyat.

Pada kenyataanya, saat ini HMI bak pejabat dan mahasiswa elit. Keberadaan inilah yang harus direposisi sehingga tidak berkepanjangan dan membuat HMI kehilangan jati diri dan segera mungkin HMI kembali pada posisi sesungguhnya. HMi juga bukanlah barang dagangan senior atau alumninya. HMI harus punya tempat sendiri yang memang diakui keberadaannya. Sesungguhnya perjuangan dan pengabdian kita kan selalu tercatat oleh sejarah, apakah keberadaannya kita saat berHMI masuk dalam sejarah prostatus quo, sejarah tinta emas perjuangan HMI, atau justru dosa sejarah yang kita torehkan.

3R (rejuvenasi, ruwatan, reposisi). HMI lah yang kiranya bisa menjadikan HMI kembali Berjaya.

Ingat pengabdian ini belum usai kawan!!!

MILAD ke-70 HMI, YAKUSA

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun