Mohon tunggu...
Fahreza S. Samalam
Fahreza S. Samalam Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis Muda

"Dengan Menulis Kalian Akan Melihat Dunia''

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Konstitusi dalam Transisi Era Digitalisasi

4 Desember 2021   09:40 Diperbarui: 4 Desember 2021   09:47 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok: fahreza samalam

Semakin berkembangnya teknologi informasi memudahkan masyarakat menjalankan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hingga saat ini masyarakat Indonesia   menggunakan teknologi sebagai media bertransaksi jual beli, belajar, memperoleh informasi dan beberapa hal lainnya.

Berdasarkan data "Internet world stats" pengguna media sosial Indonesia mencapai 212, 35 juta jiwa pada maret 2021. Apalagi semasa berkembangnya covid-19 semuanya berjalan serba terbatas baik itu pekerjaan dan proses pembelajaran. Hal yang menarik, para akademisi dan ilmuan saling bersaing menciptakan teknologi baru yang lebih mempermudah kerja-kerja masyarakat.

Seorang ahli hukum tata negara Indonesia Jimly Asshiddiqie menjelaskan soal fungsi konstitusi yaitu "sebagai sarana pengendalian masyarakat (Social Control) dan sarana perekayasa dan pembaharuan masyarakat".

Transisi era digitalisasi memungkinkan masyarakat melakukan pelanggaran konstitusi, lantas bagaimana konstitusi diberlakukan dalam penggunaan media sosial?

Dalam suatu konstitusi modern kita mengenal istilah "Doktrin Distribusion of Power dalam aplikasi" pemegang kekuasaan atau penyelenggaran negara mengatur ketentuan dalam konstitusi.

Penyelenggara negara saat ini mendominasi media informasi yang dikonsumsi oleh masyarakat. Media selalu menginformasikan keberhasilan dari penguasa bahkan sering terjadi pelesetan hukum. Penulis memahami media masa seharusnya menjadi suatu instrumen penting dalam proteksi dan pengalawan. Sistem ini memungkinkan tidak adanya checks and balances yang benar-benar lahir  dari masyarakat.

Kita sering dikejutkan dengan pemberitaan masalah hukum yang disebabkan oleh kekeliruan pemberitaan dan manuver politik. Contohnya tentang kontroversi panas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan penerapan Pasal 205 UU No. 10 Tahun 2008 tentang pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum.

Ketika putusan MK ini diberitakan ke media masa banyak yang mempersoalkan. Putusan ini MK melampaui wewenang karena telah membatalkan peraturan yang bersifat sistem. Penyelewengan konstitusi ini telah dikonsumsi oleh masyarakat.

Sekarang sedang marak skandal pencurian data pribadi yang digunanakan sebagai proses pinjaman online dan manipulasi pemilu oleh raksasa teknologi. Kekuasan proyek alamo dengan pakar tekno data digital dan perusahaan analitik data yang langsung memborbardir secara daring jutaan pemilih Amerika Serikat dengan muatan pro terhadap Donald Trump saat kontestasi melawan hillary.

Sudah banyak kasus pelanggaran konstitusi dalam transisi teknologi digital. kontroversi pelanggaran kini telah menjadi hal yang tabu di masyarakat, namun tetap berjalan sebagai hegemoni negatif yang terprogram karna adanya Kekuasaan ekslusif penyelengara negara.

Penegakan konstitusi seharusnya berjalan beriringan dengan perkembangan teknologi agar sistem demokrasi kita tidak mengalami kemunduruan dan Doktrin Due Process of Law harus terwujud dalam tata kelola negara Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun