Akhir-akhir ini, pemberitaan media diramaikan dengan isu kenaikan iuran JKN-KIS. Pro kontra di tengah masyarakat pun tak terbendung. Ada sebagian yang keberatan, dan ada pula yang setuju demi kelangsungan Program Jaminan Kesehatan Nasional JKN-KIS kedepan.
Di tengah polemik yang sedang berkembang, masih banyak orang yang masih menaruh asa pada keberlangsungan program strategis nasional itu. Termasuk salah satunya peserta asal Binjai Pirua Kabupaten Hulu Sungai Tengah bernama Kasran (60).
Pria yang berprofesi sebagai petani tersebut mengaku telah menjadi peserta JKN-KIS di segmen mandiri sejak Tahun 2014 hingga saat ini. Dirinya kini mendapatkan cobaan yang cukup berat dari Yang Maha Kuasa atas penyakit cucu tercintanya.
Kasran mengisahkan, Muhammad Rifky Fadillah cucunya tengah mengidap Hemofilia sejak berumur 2 Tahun.
Dikutip dari situs www.alodokter.com, hemofilia merupakan suatu penyakit yang menyebabkan gangguan perdarahan karena kekurangan faktor pembekuan darah. Akibatnya, perdarahan berlangsung lebih lama saat tubuh mengalami luka.
Melihat kondisi tersebut, Kasran merasa senang sekali karena saat ini telah ada program nasional yang membantu pengobatan cucunya selama ini. "Kalo kadada BPJS (Kesehatan) kayapa pang," tutur Kasran saat ditanyai kesan pertama tentang Program JKN-KIS.
Bukan tanpa alasan. Ia merasakan betul manfaat Kartu Indonesia Sehat (KIS) selama merawat cucunya. Bahkan, saat dirawatpun, tidak ada perbedaan yang berarti selama dilayani di rumah sakit walaupun dirinya terdaftar sebagai peserta kelas III (tiga).
Kasran berprinsip untuk membayar iuran JKN-KIS sesegera mungkin saat dana yang ia kumpulkan cukup. Guna memastikan KISnya sekeluarga tetap aktif. Walaupun ditengah perekonomian yang sedang sulit bagi dirinya. Bahkan, prinsip utama dalam program JKN-KIS pun ia sangat pahami. Yang bermakna, yang sehat membantu yang sakit. "Sedapat mungkin kami usahakan," ujarnya.
Mengenai informasi iuran yang akan naik, Kasran menanggapinya dengan santai. Ia mengetahui betul, bahwa iuran yang ia bayar dengan biaya pengobatan Rifky dapatkan tidak akan sebanding sampai kapanpun. Terima kasihnya kepada program tersebut tak putus ia sampaikan.
"Seandainya kadada BPJS (Kesehatan), kada kawa merawat cucu kami, obatnya mahal. Kalo kadada BPJS (Kesehatan), habis harta tanah kami," ungkap Kasran.
Di tengah sengitnya beradu mencari nafkah, kini beban dipundak Kasran agaknya telah sedikit berkurang. Setidaknya ada pegangan untuk keberlangsungan pengobatan Rifky.
Terkait tanggapan mengenai peserta lain yang enggan membayar iuran, ia berpesan satu hal. "Itu kan kada merasai masuk rumah sakit. Kalau orang merasai ke rumah sakit, mungkin bayar. Walaupun iuran naik, tetap kita bayar," tutupnya mengakhiri. (rz)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H