Mohon tunggu...
FAHREZA ANANDITA PP
FAHREZA ANANDITA PP Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA UIN MALANG

OLAHRAGA DAN KESENIAN

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Euforia Kesantrian untuk Indonesia

23 Oktober 2022   08:11 Diperbarui: 27 Oktober 2022   00:08 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pondok-pesantren-an-nashuha.com

Hari Santri Nasional (HSN) mulai ditetapkan pada 22 Oktober 2015 oleh Presiden Jokowi di masjid Istiqlal Jakarta, tahun ini merupakan perayaan HSN yang ke 7 tahun. Peran besar santri dalam sejarah kemerdekaan negara Indonesia telah melekat erat dan itu merupakan sesuatu yang wajar apabila pemerintah memberikan penghargaan terhadap para santri di Indonesia dengan menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional.

Dalam sejarahnya, pada tanggal 22 Oktober 1945 tepatnya di Surabaya, KH. Hasyim Asy'ari mencetuskan resolusi jihad sebagai pondasi dan tonggak awal perjuangan para santri di Indonesia untuk membela tanah air dan turut membela berjuang dalam mengusir penjajah. 

Tujuan dari resolusi jihad ini bukan tanpa sebab melainkan mencegah kembalinya tentara -- tentara kolonial Belanda yang mengatasnamakan NICA. "Membela tanah air dari penjajah hukumnya fardhu 'ain atau wajib bagi setiap individu" itulah kata -- kata yang dilontarkan oleh KH. Hasyim Asy'ari ketika menyerukan jihad. Oleh sebab itu peran para santri beserta para Kiai harus tetap di ingat dan dikenang dalam sejarah kemerdekaan bangsa ini.

Dengan seruan jihad yang dilontarkan oleh KH. Hasyim Asy'ari  membakar semangat para santri khususnya santri arek -- arek Surabaya dalam atau untuk menyerang markas Brigade 49 Mahratta yang dipimpin oleh Brigadir Jendral Aulbertin Walter Sothern Mallaby. 

Dalam pertempuran yang berlangsung selama 3 hari, yaitu pada tanggal 27, 28, 29 Oktober 1945 Brigjen A.W.S. Mallaby tewas bersama dengan lebih dari 2000 tentara Inggris waktu itu. Hingga berujung pada kemarahan angkatan perang Inggris pada pertempuran 10 November 1945, sehingga tanggal tersebut diperingati juga sebagai hari Pahlawan.

Dengan demikian, kemerdekaan Indonesia terdapat peran dari para santri dan Kiai karena mereka ikut berperang bersama tentara pejuang Indonesia. Sehingga penetapan Hari santri Nasional pada 22 Oktober disambut suka cita dan meriah oleh para santri di seluruh Indonesia. Ini menunjukkan betapa antusiasnya para santri dalam mengenang euforia kesantrian kemerdekaan Indonesia.

Membangun peradaban santri.

Mengingatkan kembali, Hari Santri adalah hari untuk memperingati perjuangan dan peran besar santri bersama para kiai dalam melawan penjajahan bangsa asing. Pada era modern seperti sekarang, peran santri juga dibilang besar dalam membangun bangsa, santri zaman sekarang ikut andil dalam mengolaborasikan antara ilmu Islam murni dengan ilmu umum, selain itu para santri juga siap membela tanah air membantu TNI di garda terdepan untuk mempertahankan NKRI.

Oleh karena itu, peringatan hari santri ini jangan menjadi euforia semata yang miskin akan makna. Jadikanlah, peringatan ini sebagai lahan jihad untuk membangun peradaban santri yang kuat agama dan kuat nasionalismenya. Yang dimaksud jihad peradaban santri disini adalah upaya mengembalikan esensi kesantrian, yakni menjunjung tinggi nilai moralitas, akhlakul karimah, dan menjaga ukhuwah Islamiyah, Wathoniyah, serta ukhuwah bashariyah. Sebab, sebenarnya musuh nyata yang dihadapi saat ini bukanlah penjajah lagi melainkan diri kita sendiri.

Jihad dalam konteks kekinian bukan lagi tentang perang, hari santri kali ini adalah momentum mengembalikan semangat jihad dalam peran -- peran sosial yaitu dengan bagaimana cara santri menyikapi problematika bangsa yang semakin kompleks. 

Jika kita melihat kondisi politik Indonesia saat ini, sungguh sangat memprihatinkan. Faktanya banyak isu -- isu sara yang dapat memecah belah bangsa, mereka saling mengkafirkan satu sama lain dan saling menyesatkan satu sama lain terlebih keduanya berada pada jabatan atas dan berbeda kepercayaan.

Upaya penyatuan pikiran dari berbagai keragaman atau bermacam -- macam memang membutuhkan usaha yang lebih, Indonesia mempunyai pekerjaan rumah untuk mencari dan memilih pemimpin di masa depan untuk menjawab tantangan itu.  Dan ciri karakter yang dibutuhkan untuk memimpin Indonesia telah ada dalam jiwa santri, dengan mengolaborasikan antara ilmu agama yang dimiliki dan tuntuntan untuk menguasai ilmu umum dan berpikir kritis dalam mengatasi permasalahan masyarakat telah menjadi makanan dalam pembelajaran santri di pondok pesantren.

Di masa saat ini, nilai tidak dicari melainkan karakterlah yang dibutuhkan oleh bangsa ini. Nilai dalam segi angka tidak ada apa -- apanya dibandingkan dengan pembelajaran karakter yang membangunnya membutuhkan waktu yang lama. Sikap toleransilah yang sangat penting untuk membangun negeri ini, sebab dengan berbagai pikiran dan terutama kepercayaan yang beragam yang dipeluk setiap warga Indonesia tentunya toleransilah yang dapat menyatukan hal tersebut. Hendaknya santri di zaman sekarang dapat sepenuhnya memiliki karakter tersebut dengan harapan dapat membawa perubahan bagi bangsa Indonesia kedepannya.

Beberapa hal yang mendasar dan wajib dimiliki oleh seorang santri dan diharapkan kelak dapat menjadi bekal saat terjun di masyarakat. Menurut rumusan KH. Zaini Mun'im, hal tersebut disebut dengan Panca Kesadaran, yaitu Kesadaran Beragama, Kesadaran Ilmiah, Kesadaran Bernegara dan Berbangsa, Kesadaran Bermasyarakat, dan Kesadaran Berorganisasi.

Panca kesadaran inilah yang menjadi dasar pembelajaran di pondok pesantren, kelima kesadaran ini meliputi seluruh aspek kehidupan. Baik dari aspek vertikal yaitu hubungan seseorang manusia dengan Allah SWT maupun aspek horizontal yaitu hubungan seseorang manusia dengan sesamanya dan lingkungannya. Dalam penerapannya, seorang santri harus bertaqwa kepada Allah SWT, peka terhadap lingkungan, mandiri, mampu berpikir kritis terhadap permasalahan yang ada di masyarakat, cerdas, dan mampu mengendalikan iman di situasi apapun.

Pencapaian yang ideal bagi setiap santri memerlukan upaya berkelanjutan pada setiap individunya, santri diharap mampu berkontribusi dalam peran masyarakat. Jad, peringatan hari santri menjadi ruang untuk mengembalikan semangat dan jati diri santri yang mulai tergerus akan zaman. Tantangan modernisasi itulah yang harus dijawab oleh santri sebagai ruang jihad di zaman sekarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun