Mohon tunggu...
Fahmy Radhi
Fahmy Radhi Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Pemerhati Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Dilema Ekspor Minerba

9 Januari 2014   01:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:00 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gita menyatakan bahwa pelarangan ekspor minerba mentah akan menurunkan volume ekspor secara drastis, karena 62% dari total ekspor Indonesia berasal dari hasil tambang. Lebih lanjut, Menteri Perdagangan mengatakan bahwa pelarangan itu akan memberikan dampak sosial ekonomi yang berkaitan dengan PHK dan pembengkakan defisit neraca perdagangan.

Larang Ekspor Minerba Mentah

Di tengah penolakan masif, Menteri ESDM Jero Wacik menyatakan bahwa untuk meredam gejolak sosial dan ekonomi, pemerintah akan memberikan kelonggaran (relaxation) pembatasan ekspor bijih mineral bagi perusahaan yang serius membangun smelter di dalam negeri. Pemberian kelonggaran ini berpotensi menimbulkan moral hadzard perusahaan pertambangan dengan membangun smelter “ecek-ecek” untuk sekadar memenuhi persyaratan minimal.

Perusahaan pertambangan hanya akan mengolah sebagian kecil di smelter dalam negeri, sedangkan sebagian besar sisanya akan tetap diekspor dalam bentuk minerba mentah. Sementara itu, upaya untuk menunda (moratorium) pelarangan ekspor hingga tiga tahun tidak akan pernah efektif. Pasalnya, perusahaan pertambangan tampaknya tidak punya komitmen untuk membangun smelter di dalam negeri, meski sudah diberi tenggat waktu lima tahun. Selama perusahaan pertambangan tidak memiliki komitmen, penundaan hingga 10 tahun sekalipun, pembangunan smelter di dalam negeri tidak pernah diwujudkan.

Adanya ancaman penghentian produksi minerba yang berdampak pada PHK, sesungguhnya tidak perlu dicemaskan. Perusahaan pertambangan tidak akan bertindak gegabah untuk menghentikan produksi secara total, karena mereka akan menanggung kerugian besar jika tidak memproduksi sama sekali. Bahkan tidak menutup kemungkinan, penghentian produksi tersebut akan menurunkan harga saham dari perusahaan induknya.

Selain itu, pengolahan minerba di smelter dalam negeri akan lebih memudahkan bagi pemerintah untuk melakukan kontrol, terutama kontrol terhadap besaran produksi hasil minerba. Selama ini, BPK sekali pun mengalami kesulitan untuk mengontrol berapa hasil tambang yang dihasilkan dan dibawa keluar dari ladangladang pertambangan. Memang tidak bisa dihindari bahwa larangan ekspor minerba mentah akan menyebabkan penurunan volume ekspor hasil tambang dalam jangka pendek ini. Namun, seiring dengan pengolahan minerba mentah di smelter dalam negeri akan kembali meningkatkan volume ekspor dengan nilai tambah yang lebih besar.

Bahkan, beroperasinya smelterdi dalam negeri juga akan membuka lapangan pekerjaan baru. Pelarangan ekspor minerba mentah ini semestinya sudah tidak dapat ditunda lagi. Alasannya, lebih setengah abad kekayaan alam Indonesia dieksploitasi secara membabi buta tanpa diolah lebih lanjut. Tidak diragukan lagi jika nilai tambah pengurasan hasil tambang amat rendah, sehingga negara gagal memanfaatkan hasil kekayaan alam bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai amanah UUD 1945.

Sekeras apa pun penolakan atas larangan ekspor minerba mentah, pemerintah harus tetap solid dan tegas untuk menerpakan aturan larangan tersebut. Meski suara keras penolakan diperkirakan masih akan tetap membahana, kafilah pemerintah harus tetap berlalu dalam menerapkan UU No 4/2009 secara konsisten dan tetap memberlakukan pelarangan ekspor minerba mentah terhitung sejak 12 Januari 2014. ●

FAHMY RADHI, Peneliti Pusat Studi Energi UGM

Dimuat di KoranSindo, Rabu 8 Januari 2014, http://m.koran-sindo.com/node/356896


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun