Jember -- Setiap tahun kita merayakannya, namun tak setiap tahun kita merasakannya. 17 Agustus merupakan tanggal yang bersejarah bagi bangsa ini, 72 tahun silam merupakan titik balik Indonesia untuk membangun sebuah nation secara mandiri terlepas dari penjajahan kolonialisme dan Dai Nippon.
Berkaca dari bangsa yang lebih tua usianya. 72 tahun bukanlah usia yang matang untuk mencapai tujuan dalam bernegara, lihat saja Amerika Serikat yang butuh lebih dari 300 tahun untuk mewujudkan demokrasi yang dewasa ditunjang dengan sistem presidensill yang juga diterapkan di Indonesia.
Lalu apakah kita butuh 300 tahun untuk mencapai tujuan kita bernegara? Tentu saya optimis bahwa tak perlu menunggu selama itu menuju welfare state.Ada banyak faktor yang membuat kita akan maju lebih cepat seperti perbedaan yang merupakan keniscayaan dan kekayaan alam yang masih melimpah.
Namun jika kedua faktor tersebut tak dikelola dengan baik yang akan terjadi malah menjadi boomerang dan menghambat perkembangan negara ini. Kita lihat beberapa akhir ini dimana perbedaan dijadikan isu yang mengakibatkan intoleransi pun begitu dengan kekayaan alam kita yang tak dimanfaatkan dengan baik sehingga pangan saja masih impor. Kita bisa hidup tanpa mobil, gedung-gedung tinggi, tapi tanpa pangan kita akan mati.
Intoleransi, Kemiskinan, Kriminalitas dan segala masalah yang ada di negeri ini hanyalah buah dari pohon yang berakarkan Korupsi. Banyak pihak menganggap intoleransi adalah masalah paling serius yang mengancam stabilitas bangsa, seolah menganggap yang berbeda itu adalah Anti-Pancasila padahal orang-orang seperti itulah yang harus belajar lagi makna Pancasila.
Korupsi dianggap hal yang sudah lumrah. Orang marah ketika ada pencuri sandal atau dompet, tapi hanya sedikit yang bertindak ketika uang mereka di korupsi oleh pejabat. Padahal uang yang di korupsi diperuntukan bagi pendidikan, kesehatan dan pelayanan publik lainnya. Dengan adanya korupsi masyarakat tak bisa mendapatkan akses atas haknya.
Apakah kita sudah merdeka? Sulit mencapai kemerdekaan seperti apa yang dirumuskan oleh founding fathersseperti yang tercantum dalam Pancasila sila ke 5, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Bagaimana mungkin itu terjadi jika pendistribusian kekayaan tidak merata, semakin hari jurang si kaya dan miskin semakin dalam yang menyebabkan kesenjangan sosial dan rentan berakhir konflik sesama anak bangsa.
Ditambah parah lagi dengan hambatan-hambatan dalam pemberantasan Korupsi, lebih dari 120 hari tak ada titik terang dan niat baik aparat penegak hukum dalam penyelesaian kasus penyiraman air keras yang dialami penyidik KPK, Novel Baswedan.
Posisi KPK selalu mendapat tekanan dari berbagai pihak yang merasa terancam oleh sepak terjang lembaga anti rasuah ini. Sejatinya KPK berjuang untuk anak anak yang putus sekolah agar bisa kembali menikmati bangku sekolah, sejatinya KPK berjuang untuk orang-orang kelaparan agar bisa makan dengan layak, sejatinya KPK berjuang untuk orang-orang sakit agar bisa mendapatkan akses kesehatan sebagai hak mereka, sejatinya KPK berjuang mengentaskan kemiskinan dan menghindarkan dari konflik yang disebabkan intoleransi, sejatinya KPK ada untuk menjaga kebhinekaan dan sejatinya KPK berjuang untuk mewujudkan kemerdekaan.
Jika korupsi masih ada sulit bagi kita untuk merasakan kemerdekaan.
Dirgahayu Republik Indonesia ke 72 Tahun! Panjang umur perjuangan.
*) Fahmi Ramadhan Firdaus
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jember
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H