[caption caption="Parlemen"]Jember - Mari kita melihat korupsi, tanpa merujuk pada demokrasi terlebih dahulu. Korupsi, yang didefinisikan sebagai upaya memperoleh keuntungan pribadi lewat penyalahgunaan wewenang jabatan publik, adalah salah menurut agama dan hukum. Dilihat dari segi agama dan hukum, korupsi adalah suatu dosa dan kejahatan. Alasan ini seharusnya sudah cukup memotivasi kita memberantas korupsi atas dasar hati nurani dan tegaknya keadilan.
Alasan lain yang membuat saya untuk menulis artikel ini adalah mendukung upaya anti korupsi, yaitu alasan yang merujuk kepada konsep demokrasi. Alasan tersebut didasarkan atas keyakinan bahwa korupsi bukan hanya salah dimata agama dan hukum semata. Tapi korupsi juga adalah sesuatu yang salah dimata politik, melihatnya dari segi konsep demokrasi itu sendiri. Korupsi adalah musuh dan ancaman utama dari kelangsungan demokrasi.
Artikel ini ditulis, karena selama ini agenda anti korupsi tidak terlalu menekankan kepada instrumen-instrumen demokrasi sebagai solusinya. Karena selama ini upaya anti korupsi berfokus pada eksekutif dan yudikatif semata. Penulis berkeyakinan gerakan anti korupsi tidak akan berhasil dengan signifikan tanpa melibatkan lembaga demokrasi sebuah Negara yaitu legislatif.
Namun DPR sebagai lembaga legislatif saat ini mengalami penurunan kepercayaan publik yang drastis. Karena banyaknya anggota DPR yang terlibat korupsi, ditambah lagi pimpinan tertinggi mereka, Setya Novanto yang diduga terlibat pemufakatan jahat dengan perusahaan milik asing.
DPR yang direpresentasikan sebagai rumah demokrasi seolah-olah berada diujung tanduk karena ulah penghuninya sendiri. Dalam makalah ini penulis meyakinkan bahwa apabila DPR menjalankan 3 fungsi pokoknya dengan baik, maka akan bisa membantu pemberantasan korupsi dengan signifikan dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap lembaga ini.
1. Berantas Korupsi dengan Fungsi Legislasi
Inilah salah satu fungsi parlemen yang biasanya dikaitkan dengan pengertian pembentukan undang-undang, yang mengatur dan mengarahkan kebijakan publik yang dieksekusi oleh pihak eksekutif. Demokrasi berarti bahwa kebijakan publik tersebut mewakili keendak rakyat sehingga untuk mengikat berbagai kebijakan tersebut maka parlemen mempunyai kuasa untuk membentuk “legislative acts” yakni undang-undang.
Woodrow Wilson mengatakan, “Legislasi adalah minyak bagi pemerintahan. Ia melubrikasi atau melumas saluran-saluran mesin pemerintahan dan mempercepat roda-rodanya, mengurangi gesekan atau friksi, sehingga gerakan pemerintahan menjadi lancer”.
Sudah waktunya fungsi legislasi ini dijadikan alat ampuh pemberantasan korupsi, walau sayangnya fungsi ini memiliki stigma sumber korupsi parlemen, Legislator yang sudah duduk di kursi parlemen sering kali dijadikan alat mencari dana partai. Parlemen pun tahu bahwa pemerintah membutuhkannya untuk pengesahan UU yang dibutuhkan pemerintah pemerintah untuk menyelesaikan masalah-masalah tertentu, sehingga rahasia umumnya adalah bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang di DPR menjadi ajang pencarian dana. Dana dapat berasal dari pemerintah atau swasta yang korup.
Parlemen sekarang ini dikenal sebagai cabang “Legislatif” dalam cabang pemerintahan selain eksekutif dan yudikutif. Hal itu mungkin menunjukan kepada kita bahwa fungsi legislasi adalah fungsi paling menonjol sebuah parlemen. Sayangnya, semua fungsi parlemen termasuk legislasi dapat dijadikan instrumen korupsi oleh parlemen itu sendiri, selain praktik korup lainnya seperti politik uang, pendanaan parpol dengan cara korup, atau mengharapkan imbalan dari hasil kerja di Komisi. Namun, saya yakin waktunya sudah tiba bagi kita untuk mempercayai fungsi ini sebagai instrument anti-korupsi yang ampuh.
Parlemen memilik otoritas untuk mensahkan undang-undang dengan fungsi legislasi ini. Mereka seharusnya mampu menciptakan kerangka hukum yang responsif untuk membasmi dan mencegah korupsi. Undang-Undang dan Peraturan Daerah dapat diberlakukan untuk menentukan mana tingkah laku warga, bisnis dan organisasi atau lembaga lain, yang pantas atau tidak pantas. Dengan fungsi legislasi ini, parlemen juga menentukan kuat atau lemahnya pengawasan, kuat atau lemahnya sanksi yang diharapkan menghasilkan efek jera.
Fungsi legislasi juga perlu digunakan bukan hanya untuk memberantas korupsi, tapi lebih dari itu untuk menciptakan tata kelola yang baik, bukan hanya untuk pemerintahan, tapi juga dunia bisnism manajemen pelayanan publik, instrumen finansial dan lain-lain. Penciptaan tata kelola yang baik akan mencegah korupsi dalam jangka panjang dengan mempromosikan transparansi, dan nilai-nilai lain seperti akuntabilitas dan partisipasi rakyat.
Sejarah membuktikan legislasi anti korupsi kadang tidaklah cukup, tapi dibutuhkan legislasi yang jelas secara bahasa, teradaptasi dengan bahasa lokal dan minim area diskresi. Legislasi yang dibuat sebaiknya bukan hanya menekankan kepada tekanan punitive, tapi juga upaya menciptakan iklim sosial dan administrasi yang bertolak belakang dengan budaya korupsi.
2. Berantas Korupsi dengan Fungsi Anggaran
Apakah fungsi anggaran dapat menjadi alat ampuh pemberantasan korupsi? Kadang fungsi ini mendapat stigma negative di mata masyarakat sebagai alat korupsi atau alat pemerasan. Bukan rahasia lagi, instansi di daerah atau pusat yang memerlukan dana yang besar memerlukan jasa Legislator. Lahirlah kroni korup legislator dan departemen di tingkat pusat dan daerah, yang seringkali juga melibatkan swasta sebagai penyedia barang atau jasa kedinasan yang membutuhkan, dengan Legislator menurut presentase tertentu dari anggaran yang diperoleh dari pengadaan barang atau jasa tersebut.
Fungsi penganggaran ini seharusnya membuat parlemen menjadi penjaga uang rakyat dan penjamin administrasi serta manajemen keuangan yang sehat. Kurangnya akuntabilitas keuangan dapat menjadi prasyarat terjadinya korupsi, sehingga transparansi fiskal pemerintahan yang transparan menjadi kebutuhan yang sangat mendesak.
Anggaran yang sehat membutuhkan eksekutif yang kompeten dan legislatif yang memiliki kapasitas pemeriksaan. Dalam Negara demokrasi eksekutif bertanggung jawab terhadap rakyat, namun beberapa tahun akan berlalu sebelum pemilu selanjutnya. Dalam kurun waktu tersebut, akuntabilitas horizontal lebih menentukan, dimana persetujuan anggaran berada ditangan legislatif dilakukan per tahun mengikuti jadwal yang eksplisit, sehingga parlemen dapat menyelidiki kebijakan dan administrasi pemerintah secara regular dan teratur.
Eksekutif ‘mau tidak mau’ harus mempertimbangkan peran legislatif dengan serius, karena legislatif adalah penentu anggaran dan penolakan legislatif dapat berarti ketiadaan supply bagi pemerintah untuk memerintah. Terpaksa pemerintah harus menggunakan APBN tahun sebelumnya.
3. Berantas Korupsi dengan Fungsi Pengawasan
Fungsi pengawasan paelemen menuntut akuntabilitas horizontal pemerintah, dimana partisipasi dalam proses anggaran tidak dapat dipisahkan dari fungsi pengawasan ini. Fungsi pengawasan ini dapat diperkuat dengan hak-hak parlemen seperti hak angket, menyatakan pendapat dan hak interpelasi dan juga dengan mempromosikan lingkungan yang bersahabat dengan dengan media.
Integritas keuangan adalah hal yangat sentral dalam setiap upaya anti korupsi, sehingga hal ini memberikan parlemen peran yang sentral pula, dalam fungsinya sebagai pengawas pemerintahan. Empat langkah penganggaran adalah : penyusunan, pengesahan, implementasi dan evaluasi, dan semuanya melibatkan pemerintah, birokrasi, LSM, dan tentu saja parlemen, dimana yang disebut terakhir memiliki otoritas tertinggi dalam mengendalikan anggaran. Otoritas tersebut membuat parlemen dapat mengatur bagaimana pemerintah memungut pajak dan membeli produk atau jasa dengan cara-cara tertentu, dimana manajemen dana serta pelaporannya dilakukan dengan transparan dan disiplin.
Ketika anggaran ditentukan, maka parlemen akan mempertimbangkan audit yang dilakukan oleh BPK dan memberikan beberapa rekomendasi untuk anggaran yang akan dating. Untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas, tiga hal harus dipenuhi: 1) Anggaran yang dicairkan harus transparan dan disetujui parlemen. 2) Harus ada standar pengukuran untuk pengeluaran pemerintah. 3) Harus ada control yang dapat diakses publik. 3 hal ini menunjukan kontrol finansial parlemen yang berintegritas.
Peran BPK pun tidak dapat dikesampingkan, dan dikombinasi dengan fungsi pengawasan parlemen, dapat efektif membasmi dan mencegah korupsi, karena BPK berperan menguji akurasi data finansial pemerintah, menentukan apakah pengeluaran pemerintah sudah sesuai dengan prosedur yang ditentukan dan mengevaluasi kerja pemerintah.
Pengawasan parlemen dapat ditopang oleh kekuatan media yang independen. Parlemen kadang mengikuti tren anti korupsi dari media, lewat liputan mengenai status tersangka koruptor, tekanan untuk diadakannya pemeriksaan dan lain-lain. Parlemen berperan penting untuk memastikan berlangsungnya media yang bebas dan kuat yang justru memperkuat fungsi pengawasan parlemen. Bebarapa hal yang dapat dilakukan dalam rangka tujuan tersebut antara lain: memastikan adanya keberagaman jenis media (media landscape) yang bukan hanya tradisional tapi juga media sosial, memastikan perlindungan jurnalis, mendorong kebebasan akses informasi, mendukung akuntabilitas media. Kolaborasi parlemen yang berkomitmen terhadap perjuangan anti korupsi dengan media yang bebas dan independen, mampu untuk menantang berbagai jenis mafia dalam pemerintahan dan swasta.
Sudah waktunya fungsi pengawasan parlemen menjadi alat pembasmi korupsi bukan sebagai ladang sumber korupsi. Wewenang parlemen lainnya, yang berhubungan dengan fungsi pengawasan ini adalah wewenang ‘fit and proper test’ yang memiliki reputasi negative karena sering kali pertimbangan politik lebih kuat dibandingkan dengan pertimbangan kompetensi dan integritas. Bukan rahasia umum, seringkali suap diterima untuk meloloskan calon tertentu. Hak parlemen memberi rekomendasi untuk pemerintah seharusnya dijadikan alat ampuh pemberantasan korupsi, bukan sumber korupsi. Misalnya ketika pemerintah ingin mengalihkan fungsi hutan di daerah, sebelum disetujui Menteri Kehutanan, diperlukan rekomendasi DPR.
Fungsi pengawasan parlemen akan lebih ampuh bila ia menyadari celah-celah korupsi di Eksekutif. Misalnya kewenangan eksekutif dapat dijadikan pencarian dana oleh parpol. Misalnya dana perimbangan yang diinvestasikan dan bunganya sebagian digunakan untuk pribadi atau parpol. Pencarian dana juga kerap dilakukan lewat pejabat yang memegang posisi kunci di BUMN. Kewenangan di bidang SDM juga rawan korupsi, dimana promosi kadang melibatkan suap menyuap.
Jika kita serius ingin memberantas korupsi maka pemikiran dan energi harus lebih diprioritaskan kepada upaya pencegahan, bukan hanya penindakan. Berbicara mengenai pemberantasan korupsi, kita sedang membahas bad or good people, tapi bad or good system. Pencegahan korupsi yang paling efektif di Indonesia dalah dengan mengubag sistem yang ada secara radikal.
Sistem terutama harus diperbaiki adalah sistem politik nasional kita. Korupsi tidak dapat diberantas dengan hanya mengandalkan reformasi hukum dan kelembagaan saja, sebab korupsi di negeri ini adalah masalah politik. Sistem politik multipartai dengan sistem perekrutan politik berbiaya tinggi telah menghasilkan penumpang gelap dalam demokrasi masa reformasi kita, yaitu politico business oligarch, dengan karakter otoritarian namun berjubah demokrasi electoral.
Korupsi partai politik, praktek politik uang, politik dinasti dan korupsi anggaran adalah output negatif dari sistem politik yang buruk ini, yang menghasilkan kualitas demokrasi yang buruk. Demokrasi yang buruk tidak akan mengurangi korupsi, justru akan semakin menyuburkan korupsi. Oleh karena itu, keberhasilan pemberantasan korupsi jangka panjang tidak dapat hanya melibatkan KPK, tetapi diperlukan aktor-aktor politik yang memiliki agenda anti korupsi dalam mewujudkan sistem politik nasional yang minim korupsi.
Saya memiliki keyakinan bila sistem politik nasional ( dengan sistem partai politik dan Pemilu didalamnya ) dan distem penegakan hukum dibenahi agar minim korupsi, maka sistem yang lainnya akan mengikuti secara otomatis, Maka prioritas hendaknya ditekankan kepada kedua sistem tersebut.
Kedepan saya merindukan lebih banyak lagi anggota parlemen, yang adalah praktisi demokrasi, memiliki semangat dan agenda anti korupsi dalam perjuangan politiknya. Cara terbaiknya bagi setiap pihak dalam memberantas korupsi adalah ‘reviewing the existing system with in our domain dan memperbaikinya, itulah saran dari saya. Bagi seorang anggota parlemen yang mempunya fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan, perlu meninjau sistem yang ada dibawah wewenangnya, dan memperbaikinya agar sistem tersebut minim korupsi, demikian dengan birokrat dan pejabat lainnya.
Pernahkah kita melihat para elite poltik di negeri ini hidup sederhana? Tentu sangat sulit. Sebaliknya, betapa banyak kita lihat para elite politik hidup mewah. Gaya hidup elite politik suda bergeser. Dari yang semula sederhana menjadi serba mewah.
Fenomena tersebut tentu tidak bisa dipandang biasa-biasa saja. Artinya, kita tidak bisa memaklumi begitu sajalife style para politikus kita. Sebab, di satu sisi mereka adalah sosok-sosok yang diharapkan dapat memperjuangkan aspirasi rakyat. Karena itu bagaimana mungkin misi memperjuangkan hak-hak rakyat dapat diwujudkan jika mereka terjebak dalam gaya hidup serba mewah? Bagaimana mungkin kepentingan rakyat dapat diperjuangkan jika mereka memprioritaskan banyaknya harta daripada hidup sederhana?
Berbagai penyimpangan perilaku politikus telah mencerderai hati rakyat Indonesia. Bagaimana tidak, mereka hidup mewah, sementara masih banyak rakyat miskin yang hidupnya terkatung-katung
Penyakit sekularisme, seperti hedonisme, hipokrisi, korupsi telah mewabah di negeri ini. Dan, sangat sulit mencari elite politik yang tidak terjangkit pennyakit itu. Semuanya seolah-olah ingin hidup mewah, meski jalan itu ditempuh dengan cara-cara yang tidak baik dan cenderung mencederai hati nurani.
Gaya hidup parlente, hidup mewah, hedonis dan pragmatis. Gaya hidup yang sedemikian berlebihan itu merupakan akar dari korupsi. Maka saya menghimbau para politikus mengikuti dan mengubah gaya hidup seperti Bung Karno dan Bung Hatta yang bersahaja dan mengutamakan kepentingan rakyat Indonesia.
*) Fahmi Ramadhan Firdaus
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jember