Yasiran (70) merupakan seorang petani budidaya padi yang berada di Desa Yosomulyo, Kecamatan Gambiran, Kabupaten Banyuwangi yang menjadi salah satu peserta Ngaji Tani dalam program Kiai Tanjung : Kita Peduli. Ia mengalami kendala potong leher pada tanaman padi yang dirawatnya hingga mengakibatkan gagal panen selama satu musim.
Pria lanjut usia tersebut juga merupakan Ketua Kelompok Tani Sinta yang beranggotakan 50 orang. Kelompok Tani Sinta bergerak mendampingi petani di Desa Yosomulyo untuk memecahkan permasalahan yang dialami oleh petani. Saat ini kendala umum di lapangan adalah serangan hama, perawatan, dan sistem tanam.
Yasiran menjelaskan hal mendasar dalam budidaya padi yang perlu diperhatikan
adalah olah lahan secara optimal, sehingga tanaman padi dapat bertumbuh-kembang dengan baik.
"Pengolahan lahan secara optimal dapat meningkatkan produktivitas tanaman padi dengan baik, dimulai dari pemberian nutrisi tanah sesuai dengan kebutuhan tanah," jelas Yasiran.
 Yasiran menanam varietas bibit padi inpari, yang menurutnya dipercaya dapat menghasilkan rendemen maksimal dan baik karena sudah beradaptasi dengan iklim yang ada di daerah Banyuwangi.
"Berbagai varietes padi sudah kami coba, namun secara data, yang cocok di daerah sini adalah varietas Inpari."
Tidak hanya itu, Yasiran juga mengeluhkan kendala pada lahan yang dikelola Kelompok Tani Sinta seluas 50 hektar tersebut yaitu serangan potong leher. Pihaknya sudah melakukan beberapa upaya untuk mengendalikan kondisi yang merugikan petani padi ini. Para petani di kelompok tani ini telah memberikan obat apapun untuk menyelamatkan tanaman padi dari serangan potong leher. Â Namun sayangnya, usaha mereka belum membuahkan hasil.
"Segala pupuk pestisida sudah kami coba, arahan atau saran dari rekan-rekan tani sudah kami lakukan. Namun potong leher membuat kami susah bukan kepayang. Maka dari itu, kami selaku wakil dari kelompok Tani Sinta sangat membutuhkan sharing pengalaman. Barangkali ada ide atau solusi preventif dari tim Pomosda untuk menangani permasalahan padi di sini," tuturnya.
Bapak Agus Kurniawan, selaku koordinator Bina Kerabat Tani (BKT) Pomosda yang turut mendampingi narasumber Bapak Kiai Tanjung dalam Ngaji Tani, urun rembug, menularkan pengalaman yang sudah dijalani selama ini. Dengan lugas beliau mengatakan, "Hal yang sering dilupakan adalah mengenali dan mengamati kondisi. Kenali terlebih dahulu sifat dasar ulat yang akan menjadi kaper terhadap tanaman padi. Agar mengetahui siklus berkembangbiakan ulat tersebut."
"Pada dasarnya petani kita saat ini sedikit banyak sudah lupa dengan 'Ilmu Titen'. Yaitu ilmu melihat, mengamati, mencermati dan menganalisa sebuah kondisi. Lalu mengait-hubungkan hingga terbaca situasi dengan segala permasalahannya. 'Ilmu Titen' ini tersebut berdampak signifikan bagi pemahaman petani terhadap pengelolaan lahan juga perkembangan tanaman. Bagaimanapun kondisi tanah dan apapun tanamannya," paparnya.
"Perkembangan ulat menjadi kaper bisa diketahui dengan perhitungan bulan. Mulai dari masa ulat bertelur hingga perkembangbiakannya. Biasanya, peralihan kehidupan ulat menjadi kaper terjadi di sekitar bulan purnama. Nanti monggo masing-masing kita mencermati. Dari situ, kita bisa menjadwalkan kapan waktu yang tepat untuk bercocok tanam. Supaya pertumbuhan padi tidak malah seiring dengan pertumbuhan hama."