Mohon tunggu...
Fahmi Helmi Rahmania
Fahmi Helmi Rahmania Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Airlangga Fakultas Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Jamu dan Risiko Kesehatan pada Masa Kehamilan

23 September 2024   13:43 Diperbarui: 23 September 2024   13:57 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

FAHMI HELMI RAHMANIA/191241071

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS AIRLANGGA

Pemerintah Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mengatur penggunaan jamu untuk ibu hamil, terutama karena kurangnya standar dan peraturan yang ketat. Banyak jamu di pasaran belum melalui uji klinis yang memadai, berisiko bagi kesehatan ibu dan janin, dan dapat menyebabkan efek samping serius seperti kelahiran prematur dan keguguran. Meskipun jamu dipandang sebagai alternatif murah, biaya akibat komplikasi dari penggunaannya bisa jauh lebih tinggi. Oleh karena itu, pemerintah mendorong penggunaan obat modern yang teruji secara ilmiah. Di masyarakat, terdapat beragam pendapat mengenai jamu. Banyak yang mempercayainya, tetapi ada juga yang skeptis tentang efektivitasnya, dengan kekhawatiran bahwa penggunaan jamu dapat menghambat akses ke layanan kesehatan yang lebih baik. Selain itu, ada risiko efek samping, seperti keracunan atau reaksi alergi akibat dosis yang tidak tepat, dan masyarakat yang kurang informasi lebih rentan terhadap bahaya ini.   

Dalam sebuah penelitian terhadap 416 ibu bersalin di Bekasi dari bulan Januari sampai dengan Mei menunjukkan bahwa ibu yang selama hamil mengonsumsi jamu mempunyai risiko 7 kali untuk melahirkan bayi asfiksia dibandingkan ibu yang tidak mengonsumsi jamu selama hamil. Wanita hamil sebaiknya menghindari minum jamu cabe puyang yang mengandung cabe Jawa (Piper retrofractum vahl) secara terus menerus karena memiliki efek menghambat kontraksi otot pada saat persalinan. Cabe jawa mengandung alkaloid piperin yang berefek menghambat kontraksi otot sehingga akan menyulitkan persalinan. Selain jamu cabe puyang, jamu yang sebaiknya dihindari adalah kunyit asam. Jumlah kunyit (Curcuma domestica val) yang dominan dalam ramuan kunyit asem yang kental perlu diperhatikan waktu penggunaannya karena ekstrak kunyit memiliki efek stimulan pada kontraksi uterus dan abortivum.

Satu hal yang menjadi perhatian medis adalah kemungkinan mengendapnya material jamu pada air ketuban. Air ketuban yang tercampur dengan residu jamu membuat air ketuban menjadi keruh dan menyebabkan bayi hipoksia sehingga mengganggu saluran napas janin. Hal ini seperti yang disampaikan oleh sebagian besar informan penolong persalinan yang mengatakan bahwa ada kaitan antara jamu dengan asfiksia pada bayi baru lahir. Kemungkinan pengendapan material jamu pada air ketuban sangat bergantung dari dosis dan lamanya konsumsi jamu.

           Dapat disimpulkan bahwa pengobatan tradisional, termasuk jamu, bagi ibu hamil di Indonesia menghadapi tantangan besar terkait kurangnya standar, regulasi, dan uji klinis yang memadai. Pemerintah Indonesia masih berupaya untuk mengatur penggunaan jamu dengan lebih baik, namun saat ini penggunaannya yang tidak terkontrol dapat membawa risiko serius bagi kesehatan ibu dan janin. Komplikasi seperti kelahiran prematur, keguguran, dan masalah kesehatan lainnya sering terjadi akibat kurangnya pengawasan dan edukasi yang cukup. Hal ini berlaku tidak hanya pada jamu, tetapi juga pada semua jenis pengobatan tradisional lainnya yang belum teruji secara klinis dan kurang terstandarisasi. Tanpa pengawasan medis, risiko komplikasi dan biaya perawatan kesehatan yang tinggi semakin besar. Oleh karena itu, sangat penting bagi ibu hamil untuk mendapatkan edukasi dan berhati-hati dalam menggunakan pengobatan tradisional. Mereka harus memiliki wawasan akan bahayanya penggunaan obat tradisional.

KATA KUNCI : Efek Samping, Hamil, Jamu

DAFTAR PUSTAKA

 

Purnamawati, D., Ariawan, I., 2012. Konsumsi Jamu Ibu Hamil sebagai Faktor Risiko Asfiksia Bayi Baru Lahir. Kesmas. 6(6), pp. 270

Setyoningsih. A., & Artaria, M. D. 2016.  Pemilihan penyembuhan penyakit melalui pengobatan tradisional non medis atau medis. Masyarakat, Kebudayaan dan Politik. 29(1), pp. 45-46

Triratnawati, A., 2010. PENGOBATAN TRADISIONAL, UPAY A MEMINIMALKAN BIAYA KESEHATAN MASYARAKAT DESA DI JAWA. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan. 13(2), pp. 72-73

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun