Mohon tunggu...
fahmi hakiki
fahmi hakiki Mohon Tunggu... Mahasiswa - tukang sambat

pengen gemuk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pelajaran Tidak Hanya Didapatkan Ketika Sekolah Saja!

30 Mei 2022   00:06 Diperbarui: 30 Mei 2022   00:34 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

     Halo kawan-kawan. Gimana kabarnya? Semoga tetap diberikan kesehatan dan kelancaran dalam menjalani kehidupan yang berat ini hehe. Kembali lagi dalam kisah petualangan saya. Jika dalam petualangan saya sebelumnya penuh akan wawasan dan pengetahuan, kali ini mungkin akan sedikit berbeda. Petualangan yang bisa saja membuat kita sedikit merenung memikirkan keadaan kita sendiri.

Sebelum masuk ke kisah petualangan saya, mari kita berpikir sejenak. Apakah kehidupan yang sedang kita jalani ini sudah benar? Apakah tidak ada kesalahan dalam menjalani kehidupan ini? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini mungkin akan keluar setelah kawan-kawan semua sudah membaca tulisan saya saat ini.

Berbicara tentang kehidupan, setiap orang pasti memiliki jalan cerita kehidupannya masing-masing. Setiap orang memiliki takdir yang berbeda-beda. Tidak ada yang bisa memilih takdirnya. Andai saja bisa memilih mungkin saya akan memilih untuk lahir sebagai anak presiden. Atau bisa juga lahir sebagai anak dari orang paling kaya di dunia. Jika saja bisa seperti itu mungkin kehidupan di dunia akan terasa monoton atau hambar. Jika diibaratkan lukisan, hanya ada satu warna  yang jika dilihat tidak akan bisa membuat kita kagum.

Petualangan kali ini saya mencoba untuk lebih bisa mendapatkan pelajaran hidup yang dapat saya jadikan motivasi untuk menjalani kehidupan saya mendatang. Saya bersama teman-teman saya berkeliling Kota Malang untuk mencari seseorang yang hidupnya bisa dibilang kurang beruntung. Setelah agak lama kami berkeliling kota, akhirnya kami melihat seorang bapak-bapak yang sudah cukup tua sedang istirahat di bawah pohon di sepanjang jalan Veteran Kota Malang. Beliau sedang duduk beristirahat dengan sebuah sepeda tua di sampingnya dan barang-barang rongsokan dari hasil yang beliau kumpulkan hari itu.

Kamipun akhirnya menghampiri beliau. Setelah kami menyapa beliau, kamipun mencoba untuk berbincang-bincang dengan beliau. Kami ingin mencoba untuk mencari pelajaran hidup sebanyak-banyaknya pada beliau pada kesempatan kali ini.

Bapak ini bernama Pak Sugito. Beliau merupakan orang asli Malang. Tempat tinggal beliau berada di Wagir. Mungkin sekitar 30 menitan jika ditempuh dari lokasi sekarang ini. Beliau tinggal bersama dengan anak dari kakak beliau dikarenakan kakak beliau sudah meninggal pada tahun lalu. Pak Sugito tidak memiliki keluarga dikarenakan beliau memang belum menikah hingga saat ini.

Pak Sugito setiap harinya bekerja mengumpulkan barang-barang-rongsokan seperti kardus-kardus bekas dan botol-botol minuman bekas yang nantinya beliau jual pada pengepul. Beliau berangkat dari tempat tinggalnya pada saat pagi hari di Wagir dan berkeliling Kota Malang untuk mengumpulkan barang rongsokan dan kembali pulang pada saat maghrib. Barang-barang rongsokan yang sudah berhasil beliau kumpulkan kemudian dijual pada pengepul dengan harga sekitar Rp.3000 hingga Rp.5000 per kilonya. Dan beliau dapat mengumpulkan kadang-kadang 3 kilo sampai 5 kilo dalam sehari. "Tidak menentu. Kadang dapat 3 kilo, kalau beruntung bisa dapat 5 kilo". Begitulah kata beliau.

"Alhamdulillah masih cukup buat memenuhi kebutuhan makan saya dan anak kakak saya sehari-hari". Tidak ada kata keluhan yang kami dengarkan dari beliau. Untuk makan sehari-hari sendiri, Pak Sugito terkadang membeli makanan yang sudah jadi dan terkadang beliau memasak sendiri untuk beliau dan juga anak kakaknya yang tinggal bersama beliau.

Keseharian seperti ini sudah beliau jalani selama 2 tahun terakhir. Beliau menuturkan bahwa sebelumnya pernah bekerja sebagai kuli bangunan. Namun karena panggilan untuk bekerja tidak menentu akhirnya beliau memutuskan untuk berhenti. Apalagi dengan kondisi pandemi sekarang ini membuat banyak orang akhirnya kehilangan pekerjaannya. Dan juga dengan kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia untuk menampun sumber daya manusia yang sudah sangat banyak jumlahnya.

"Kalau hujan gimana Pak?". Tanya salah satu teman saya. Dan beliaupun menjawab "Kalau hujan biasanya berteduh di bawah gapura. Kalau sudah terang saya lanjutkan lagi mengumpulkan kardus-kardus bekas". Dengan kondisi apapun beliau tetap bekerja. Karena jika beliau tidak berangkat, beliau tidak akan bisa mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Setelah kami merasa cukup dengan perbincangan kami, kamipun berpamitan dengan beliau. Sebelum kami berpamitan, kami menyerahkan beberapa sembako sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup beliau beberapa hari kedepan. Tidak banyak, namun semoga saja dapat bermanfaat untuk Pak Sugito. Selepas berpamitan kamipun langsung kembali pulang karena kondisi memang sudah siang hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun