Manusia sebagai makhluk sosial berarti bahwa antarmanusia saling membutuhkan satu sama lainnya. Manusia satu dengan manusia lainnya harus saling membantu jika ada yang membutuhkan pertolongan.Â
Pertolongan disini harus dalam konteks kebaikan. Tidak boleh saling membantu dalam  hal keburukan. Meskipun setiap manusia memiliki latar belakang yang berbeda tetap harus saling membantu. Semuanya tetap memiliki kesamaan. Kesamaan yang paling mudah dilihat adalah sama-sama manusia.
Sama halnya dengan sikap saling toleransi. Terutama toleransi antar umat beragama. Dengan adanya perbedaan kepercayaan tetap tidak boleh ada yang saling menghalangi ketika penganut agama lainnya akan melakukan proses ibadah. Antar umat beragama harus tetap saling menghargai dan saling membantu atas dasar kemanusiaan. Karena memang sama-sama manusia.
Indonesia merupakan negara yang dikenal dunia memiliki banyak keberagaman. Mulai dari suku, bahasa, adat, budaya, ras, dan agama. Di Indonesia ada 6 agama yang diakui secara resmi oleh negara. Ada Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu. Pada artikel kali ini saya akan menulis sedikit mengenai agama Kong Hu Cu di Indonesia dan pandangan mereka tentang toleransi beragama di Indonesia.
Kong Hu Cu sebenarnya adalah nama seorang ahli filsafat dari negeri Cina. Ajarannya yang terkenal menyangkut kesusilaan perorangan dan gagasan bagi pemerintah agar melaksanakan pemerintahan dan melayani rakyatnya dengan perilaku yang baik.
Kong Hu Cu lahir pada sekitar tahun 551 SM di kota Lu yang sekarang berada di provinsi Shantang. Kong Hu Cu sudah ditinggalkan ayahnya sejak kecil dan dibesarkan hanya oleh ibunya. Selama masa hidupnya Kong Hu Cu mengajarkan pokok-pokok ajarannya yang mengandung unsur pembentukan akhlak yang mulia bagi bangsa Tiongkok. Meskipun Kong Hu Cu menghindari pembicaraan tentang ketuhanan, namun Kong Hu Cu tetap mempercayai Tuhan Yang Maha Esa yang dianut oleh para pengikutnya.
Kota Malang dapat disebut sebagai miniatur negara Indonesia dalam hal keberagaman suku, bahasa, adat, budaya, ras dan agama. Hal ini dapat terjadi karena Kota Malang merupakan salah satu kota besar yang ada di Indonesia. Dengan menjadi kota besar secara tidak langsung hal tersebut akan menjadi daya tarik para pendatang yang jumlahnya tidak sedikit baik dari kalangan mahasiswa ataupun pekerja. Tentunya para pendatang ini memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Mulai dari perbedaan suku, bahasa, adat, budaya, ras, maupun agama.
Di Kota Malang terdapat 1 tempat peribadatan agama Kong Hu Cu yang bernama Klenteng Eng An Kiong. Klenteng ini berada di jalan Laksamana Martadinata nomor 1 Kotalama, Kedungkandang, Kota Malang. Klenteng ini sudah ada sejak tahun 1825. Memiliki luas sekitar 5000 meter persegi dan memiliki 99 patung dewa-dewi atau dalam bahasa mereka adalah kiem siem atau rupang di seluruh ruangannya. Klenteng Eng An Kiong juga memiliki kesamaan dengan klenteng pada umumnya yang didominasi warna merah dan kuning  keemasan.
Salah satu pemuka agama Kong Hu Cu di Kota Malang yaitu Anton Priyono menjelaskan makna warna merah yang melambangkan kehidupan dan kebahagiaan. Beliau juga menyebutkan bahwa Klenteng Eng An Kiong ini tidak hanya dipakai oleh umat Kong Hu Cu saja, namun juga dipakai oleh para penganut agama Tao dan Buddha. Saya juga baru tahu hal ini ketika saya dan beberapa teman saya pergi mengunjungi Klenteng Eng An Kiong. Tidak hanya menjelaskan tentang klenteng saja namun beliau juga menjelaskan tentang beberapa ajaran agama Kong Hu Cu.
Beliau menuturkan bahwa dalam agama Kong Hu Cu juga mengajarkan tentang kerukunan. Ada salah satu ajaran dari Nabi Kongzi yang menyatakan bahwa tanpa adanya kerukunan pada keluarga, maka tidak akan ada kerukunan pada masyarakat, jika tidak ada kerukunan pada masyarakat, maka tidak akan ada kerukunan pada negara dan tidak akan ada persatuan yang dapat tercapai. Dengan hal itu maka perdamaian di dunia tidak akan tercapai bila tidak ada kerukunan di dunia.
Dari ajaran tersebut dapat disimpulkan bahwa kerukunan antar umat beragama di Indonesia khususnya di Kota Malang sangat penting. Tingkat kondusifitas di Kota Malang saat ini sudah bagus. Tidak ada satupun perpecahan dari salah satu agama yang ada di Kota Malang. Hal ini dapat terjadi karena banyak faktor.Â
Salah satu faktornya adalah dari ajaran pada agama masing-masing. Jika melihat penjelasan pada paragraf sebelumnya kita dapat menyimpulkan bagaimana sudut pandang agama Kong Hu Cu dalam menjunjung tinggi kerukunan antar umat beragama khususnya di Kota Malang.
Anton Priyono menyebutkan bahwa pengamalan sikap toleransi ini terdapat pada salah satu ritual yang dilaksanakan di Klenteng Eng An Kiong. Salah satunya terjadi pada perayaan Cap Go Meh. Saat perayaan Cap Go Meh Klenteng Eng An Kiong akan menyediakan beberapa hidangan berisikan lontong, ayam, telur, dan rebung yang akan dibagikan secara gratis pada masyarakat di sekitar klenteng.Â
Pembagian tidak hanya ditujukan pada para penganut agama Kong Hu Cu namun pada masyarakat yang memang membutuhkan. Kegiatan seperti ini tidak hanya meningkatkan kedekatan terhadap tuhan, namun juga akan menciptakan kerukunan secara tidak langsung.
Seperti itulah sedikit cerita yang saya anggap juga sebagai ilmu atau pengetahuan yang saya dapat ketika saya mengunjungi Klenteng Eng An Kiong. Semoga dengan membaca tulisan ini dapat menambah sedikit wawasan kepada para pembaca. Dan saya juga berharap kerukunan antar umat beragama di Indonesia akan semakin erat.
     Â
      Â
     Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H