Mohon tunggu...
Fahmi Alfansi Pane
Fahmi Alfansi Pane Mohon Tunggu... Penulis - Tenaga Ahli DPR RI/ Alumni Magister Sains Pertahanan Universitas Pertahanan Indonesia

Hobi menulis dan membaca, aktif mengamati urusan pertahanan, keamanan, dan politik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mitigasi Perang Nuklir di Semenanjung Korea

11 September 2024   11:50 Diperbarui: 11 September 2024   12:02 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia yang dirilis Bank Indonesia (2024) menunjukkan jumlah Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Korea Selatan tahun 2017 berjumlah 24 ribu, lalu terus naik hingga kuartal pertama 2024 menjadi 38 ribu. Sempat turun 2020-2021 menjadi sembilan ribu dan tujuh ribu PMI saat pandemi Covid.
Pola serupa juga terjadi di Hongkong SAR, Taiwan, dan Jepang. Tahun 2017 jumlah PMI di Hongkong, Taiwan, dan Jepang berjumlah masing-masing 178 ribu, 208 ribu, dan 23 ribu. Lalu, kuartal pertama 2024 melonjak menjadi masing-masing 413 ribu, 423 ribu, dan 29 ribu.


Bila terjadi perang nuklir, total 903 ribu orang PMI pada empat wilayah terancam. Itu belum termasuk para pelajar/mahasiswa, turis, dan diplomat Indonesia. Selain risiko keselamatan fisik, terjadi dampak ekonomi karena penurunan pendapatan WNI, dan bertambahnya pengangguran di sini.

Rekomendasi
Untuk memitigasi risiko perlombaan dan perang senjata nuklir, ada beberapa poin rekomendasi, yakni:


Pertama, mengakhiri semua perang regional berlarut yang melibatkan negara-negara besar, seperti perang di Ukraina/Rusia, dan Palestina. Setidaknya, gencatan senjata harus direalisasikan. Sebelum Rusia menyerang Ukraina 24 Februari 2022, kelima negara besar (major powers) pemilik senjata nuklir, yang juga pemegang hak veto di Dewan Keamanan PBB, pernah menyepakati komitmen bersama 3 Januari 2022. Dari situs Gedung Putih AS tertera pernyataan bersama China, Perancis, Rusia, Inggris, dan AS bahwa "kami menegaskan perang nuklir takkan dimenangkan, dan harus tidak pernah diperjuangkan. Kami juga menegaskan senjata nuklir hanya untuk bertahan, mencegah agresi, dan menghindari perang".


Kedua, membuka kembali diplomasi dan perundingan, terutama antardua Korea. Gencatan senjata kedua Korea 1953 ditingkatkan menjadi perundingan perdamaian.  Perundingan program nuklir dan bantuan ekonomi bagi DPRK juga dibuka.


Meski sulit, tapi AS pernah mampu menyelenggarakan KTT AS-Korea Utara antara Presiden Donald Trump dengan Pemimpin Kim Jong Un di Singapura tanggal 12 Juni 2018. Bahkan, keduanya bertemu kembali di Zona Demiliterisasi Panmunjom tanggal 30 Juni 2019 hingga Trump dapat berjalan beberapa meter di wilayah Korea Utara.
Sebelumnya, kedua Korea malah menyetujui Joint Declaration of the Denuclearization of the Korean Peninsula yang diteken 20 Januari 1992. Setelah itu, AS dan Korea Utara meneken The Agreed Framework between The USA and DPRK tanggal 21 Juni 1994 untuk denuklirisasi, rekonsiliasi, dan beragam kerja sama lain. Sayangnya, perkembangan politik domestik AS turut mempersulit implementasi perjanjian tersebut.


Ketiga, Indonesia sebagai negara netral yang berprinsip bebas aktif dapat menjadi honest broker (perantara jujur) perundingan, baik antardua Korea, maupun antarnegara besar. Indonesia mampu menggelar kegiatan internasional yang diikuti oleh negara-negara besar dari Blok Barat dan Timur, seperti Latihan Maritim Multilateral Komodo (MNEK). Tahun 2023 MNEK diikuti oleh angkatan laut dari 36 negara, antara lain AS, Rusia, China, Inggris, Perancis, Korea Selatan, Jepang, Australia, dan India. Peluang ini perlu dioptimalisasi oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk berdiplomasi langsung dengan ROK dan DPRK, sebagaimana dengan negara-negara besar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun