Mohon tunggu...
Fahmi Agustian
Fahmi Agustian Mohon Tunggu... profesional -

Blogger pemula yang masih terus belajar menulis....

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bukan Sekedar Teori

12 Maret 2010   15:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:28 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Artikel ini saya posting setelah membaca sebuah postingan juga di sebuah web, sebelum saya menulis artikel ini, saya ucapkan terima kasih kepada Bang Oky, yang sudah memberi izin untuk me-repost artikel ini.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sebuah Pondok Pesantren pada dasarnya adalah sebuah lembaga pendidikan yang memiliki Kurikulum 24 Jam yang bertujuan mendidik para santrinya tidak hanya dalam bidang akademis, namun juga mendidik para santrinya untuk berdisiplin, dan tentunya dalam pendidikan Agama.

Di Indonesia kita mengenal berbagai jenis Pondok Pesantren, mulai dari Salaf, Tradisional, Modern, Unggulan, Juara dan lain sebagainya, namun keberagaman Pondok Pesantren ini tidaklah mengurangi makna dari arti sebuah Pondok Pesantren, dimana para santri hidup berasarama, mereka belajar bermasyarakat, belajar memahami sifat dan watak orang lain, belajar memimpin dan juga menumbuhkan sikap untuk siap dipimpin. Tidak hanya belajar membaca Al Qur'an, namun juga belajar untuk mengajarkannya, tidak hanya sekedar belajar Bahasa Asing, tetapi juga mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam percakapan, dalam belajar juga dalam latihan pidato.

Pesantren adalah laksana sebuah keluarga, dimana kyai dan guru-guru sebagai figur orang tua dan santri senior sebagai figur kakak yang membantu orang tua untuk mengasuh adik-adiknya. Maka apa yang diajarkan di kelas, dengan mudah bisa langsung dipraktekkan di asrama. Tak perlu ragu, karena ada kakak senior yang ikhlas membimbing. Interaksi antara guru dan murid bisa berlangsung terus menerus, karena mereka tinggal di lingkungan yang sama. Di lingkungan seperti inilah, fungsi TRIBRATA Pendidikan (sekolah, keluarga dan masyarakat) dapat secara optimal dan terpadu dilaksanakan.

Salah satu ciri khas Pondok Pesantren adalah kemampuan para santrinya yang dalam waktu singkat mampu menggunakan bahasa Asing dalam percakapan seharai-harinya di lingkungan asrama pondok, hal ini dikarenakan, bahwa bahasa asing menjadi bahasa penunjang dalam proses belajar mengajar di kelas, dan para santri hidup di lingkungan Asrama selama 24 jam penuh, mulai dari bangun tidur di pagi hari, hingga tidur lagi di malam hari. lain halnya bagi mereka yang mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah selain pondok pesantren, sangat sulit bagi mereka untuk menguasai bahasa asing dalam waktu yang cepat, hal ini dikarenakan, mereka hanya belajar bahasa asing di kelas atau di tempat les, sepulang dari sekolah, maka yang mereka gunakan adalah bahasa ibu, baik bahasa daerah ataupun bahasa indonesia. Satu hal yang sampai sekarang masih saya ingat, bahwa dulu, sewaktu saya mengenyam pendidikan di sebuah pondok pesantren, kaka senior saya selalu mengatakan, "Bahasa ibu kalian mustahil dapat kalian lupakan, dan kunci utama jika kalian ingin menguasai bahasa asing adalah, dengan meninggalakan bahasa ibu kalian selama kalian berada di Pondok ini". Pesan yang sangat simpel namun berisi, benara saja, sekian tahun saya belajar di Pondok Pesantren, namun lidah saya tidak merasa gagap disaat pulang ke rumah dan harus menggunakan bahasa daerah saat berada di rumah, dan juga, kemampuan bahasa asing yang saya dapatkan selama di pondok pesantren tidak luntur dengan mudahnya.

Kita mengenal dalam dunia pendidikan ada sebuah unsur yang sagat penting, yaitu Kurikulum Pendidikan. Dan kebanyakan, kurikulum tersebut dalam bentuk formal tertulis. Namun, dalam Pendidikan Pondok Pesantren, kurikulum tidak hanya yang bersifat formal ( tertulis ), namun, praktek nyata dalam kehidupan santri sehari-hari akan menjadikan kurikulum itu secara otomatis menjadi bumbu kehidupan sehari-hari para santri di Pondok Pesantren.

Pondok Modern Darussalam Gontor memiliki Panca Jiwa yang menjadi kurikulum nyata, yang menjadi bumbu kehidupan santri sehari-hari, bukan hanya teori, namun para santri benar-benar mengaplikasikannya dalam kegiatan mereka sehari-hari di Pondok Pesantren.

Saya akan mencoba menjabarkan Panca Jiwa tersebut.

1.Keikhlasan

“Al-Ikhlasu Ruhul Amal”, keikhlasan adalah ruh dari setiap pekerjaan. Keikhlasanlah yang akan membentuk militansi tak kenal menyerah di setiap pribadi muslim. Keikhlasan juga yang akan membentuk pribadi kreatif nan produktif. Amal dan perbuatan yang dilakukan bukan untuk mengejar target tertentu yang temporal akan tetapi bertujuan melaksanakan apa yang memang Allah sudah perintahkan. Orientasi inilah yang membuat seorang muslim optimal, tak tergoda oleh sesuatu apapun, bahkan godaan setan sekalipun. Sebab dalam Al-Quran, syetan sendiri diceritakan telah menyatakan bahwa satu-satunya golongan yang tidak bisa di goda olehnya adalah “mukhlisun”, orang-orang yang ikhlas.

Nasehat Kyai saya dulu selalu teringat :

“Berbuatlah dengan ikhlas, karena keikhlasan itu akan menghasilkan aktivitas. Dan aktivitas yang baik itu akan menghasilkan mobilitas. Mobilitas yang terarah akan membuat kualitas. Kualitas yang terus-menerus akan menciptakan kuantitas. Setelah kuantitas terbentuk, baru pikirkan fasilitas”. Subhanallah, betapa dahsyatnya the power of Ikhlas.

2. Kesederhanan

Sederhana tidak berarti pasif atau nerimo, tidak juga berarti miskin dan melarat. Justru dalam jiwa kesederhanan itu terdapat nilai-nilai kekuatan, kesanggupan, ketabahan dan penguasaan diri dalam menghadapi perjuangan hidup.

Di balik kesederhanaan ini terpancar jiwa besar, berani maju dan pantang mundur dalam segala keadaan. Bahkan di sinilah hidup dan tumbuhnya mental serta karakter yang kuat, yang menjadi syarat bagi perjuangan dalam segala segi kehidupan.

Dalam kesederhanaan itu kita diajarkan bagaimana tidak mudah mengeluh, tidak mudah menyalahkan keadaan, tidak mudah bingung dan gugup menghadapi masyarakat. Dakwah tanpa komputer? Tanpa HP? Tanpa motor? Atau bahkan tanpa tempat tinggal sekalipun, bukan hal sulit bagi para pejuang muslim yang terdidik dengan jiwa kesederhanaan. Fasilitas minim juga bukanlah merupakan hambatan. Karena ketrampilan jauh lebih diperlukan dari sekedar alatnya bukan? Bukan seperti sebagian artis dan masyarakat kita yang begitu “latah” membeli Blackberry, padahal hanya 10% dari pemilik alat komunikasi tersebut yang juga berlangganan paket Email push itu. Kemudian yang 90%? Ah, tentu kita sudah tahu jawabannya.

3. Kemandirian

“I’maluu fauqa maa ‘amiluu”, lakukanlah lebih dari apa yang mereka (musuh-musuh Islam) lakukan. Perintah Allah ini tegas, menyeru kepada kita untuk mandiri. Tidak bergantung kepada jasa orang lain. Tidak tergantung kepada kebaikan orang lain. Tidak menunggu pasif atas inisiatif orang lain. Tapi bergerak dan berbuat atas inisiatif dan perhitungan kita sendiri.

Ini juga tidak berarti kita tidak perlu orang lain, bukan begitu. Tapi jiwa kemandirian adalah jiwa merdeka yang mampu berdiri dengan gagah dan bangga di atas kemampuan kita sendiri.

Kemadirianlah yang menjadikan kita laksana pilot pesawat. Yang dengan bangga menguasai dan mengarahkan pesawat kita sendiri menuju tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan jiwa yang tidak mandiri laksana pemain layang-layang, bangga dan bahagia melihat layang-layangnya terbang dibantu angin, sedangkan dia sendiri masih tertinggal di daratan.

4.Ukhuwah Islamiyah

Ruh keempat adalah ruh persatuan. Persatuan bukanlah berarti segala rupa harus sama, dan tidak boleh berbeda. Tapi bagaimana bisa saling membangun dan membantu dengan segenap perbedaan kemampuan dan pemikiran yang dimiliki. Bukankah kita bisa berjalan dan bahkan berlari cepat bukan karena berjalan bersama-sama? Tapi justru ketika keduanya melangkah seirama, yang satu melangkah maju, yang lain dibelakang dulu, untuk kemudian ganti maju, demikian seterusnya.

Bukankah jelas perintah Allah dalam Surat Ali Imran ayat 103,

“Dan berpegang teguhlah kalian kepada tali (Agama) Allah, dan jangan berpecah belah”

Seruan Allah diatas adalah supaya kita jangan berpecah belah (walaa tafaraquu) dan bukan karangan berbeda pendapat (walla takhtalifuu). Sebab perbedaan adalah fitrah. Sebab masing-masing kita hidup dengan kebiasaan, budaya, dan kondisi yang berbeda-beda. Maka asalkan perbedaan itu bukanlah mengenai hal-hal prinsip dalam beragama seperti ketuhanan dan kenabiyan, mengapa kita harus memecah diri karenanya?

5. Merdeka

Yang kelima yang semestinya bersemayam di dada setiap muslim adalah jiwa merdeka. Jiwa kebebasan. Bebas merdeka dari kejumudan, bebas merdeka dari fanatisme sempit, bebas merdeka dari penguasaan pemikiran bangsa lain, bebas merdeka dari penjajahan terang-terang ataupun terselubung yang dilakukan atas bumi dimana Umat Islam berdiri.

Bebas Merdeka bukan berarti, bebas tanpa ikatan aturan. Sebab kebebasan seseorang itu terbatasi oleh kebebasan orang lain. Selain tentunya dibatasi juga oleh ketentuan Allah. Kebebasan yang tak terbatas, justru akan membuat kreativitas akan terhenti. Bukankah keindahan sepak bola itu muncul justru ketika ada aturan main yang membatasinya?
Coba jikalau sepak bola itu liar tanpa aturan, bola boleh di sentuh tangan, boleh mengkasari pemain lawan, boleh berbuat curang, bukankah keindahan sepak bola justru akan hilang?

Demikianlah, jikalau lima pirnsip ini saja mampu kita resapi dan laksanakan. Maka tidak perlu rasanya kita merasa minder dan merasa kehilangan jati diri. Kita akan dengan bangga memperkenalkan diri sebagai insiator peradaban yang saleh sekaligus kuat, kreatif, dan mandiri. Sehingga kita tidak lagi menjadi penonton yang bertepuk tangan atas prsetasi orang lain. Di saat umat lain sudah terbang tinggal landas, sementara kita masih tertinggal di landasan.

Tidak akan ada yang peduli dengan nasib kita ini selain diri kita sendiri. Dan tidak akan datang perubahan besar itu, kecuali dimulai dari perubahan diri kita sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun