Setelah hampir dua tahun lamanya saya tidak pernah bersua dengannya, akhirnya di tahun 2011 saya dipertemukan kembali dengan sosoknya yang penuh canda tawa dan selalu menebar senyum kebahagiaan. Pertemuan kembali saat itu menjadi momen yang indah dan sulit untuk dilupakan karena kebersamaan itu berlangsung tidak satu dua jam atau satu dua hari tetapi selama lima belas hari. Ya, dua minggu lebih saya menikmati saat-saat kebersamaan dengannya dalam kegiatan Diklat Pra Jabatan. Dia adalah Pak Nunuk, begitu sapaan akrabnya.
Pertemuan pertama sekaligus perkenalan saya dengan Pria yang bernama lengkap Nunuk Riza Puji ini terjadi di tahun 2009 saat bermain futsal. Dan tak disangka tak dinyana, ternyata kita senasib, sama-sama mendapat peruntungan lolos Seleksi CPNS Kabupaten Pekalongan tahun 2010. Tetapi perbedaan formasi yang diambil membuat saya terpisah dengannya.Â
Saat itu saya memilih Guru TIK SMA dan Pak Nunuk memilih Guru TIK SMK. Saat-saat kebersamaan dalam kegiatan Diklat Pra Jabatan itulah yang membuat saya semakin mengenal Sosok Pak Nunuk, kebetulan juga kami tergabung dalam kelas  dan kelompok yang sama...(Kalo sudah Jodoh memang takkan pergi kemana,hehehe).
Singkat Cerita, setelah kegiatan Diklat Pra Jabatan itu berakhir, hampir 6 tahun lamanya saya hilang kontak dengannya karena kesibukan masing-masing. Saya dikejutkan dengan kemunculannya dalam sebuah pemberitaan koran TEMPO. Ternyata saat ini Pak Nunuk ditugaskan di SMA Petungkriyono Kabupaten Pekalongan. Sebuah daerah pelosok, terpencil nan jauh disana. Tetapi dari sanalah Dia menjadi sosok yang lebih dikenal daripada sebelumnya.Â
Beliau merupakan salah satu penggerak Komunitas Guru Belajar Pekalongan, dan melalui KGB inilah banyak Guru-Guru di Pekalongan yang belajar dari Beliau. Berikut adalah salah satu cerita pengalaman yang beliau bagikan kepada saya dan teman-teman Komunitas Guru Belajar di Pekalongan, juga dalam ajang Temu Pendidik Nasional KGB di Jakarta. Semoga bisa menjadi salah salah satu inspirasi semua guru di negeri ini.
"Saya akan awali dengan cerita kondisi sekolah dimana saya mengajar saat ini, SMA Negeri 1 Petungkriyono. Terletak di 1.300 Mdpl, di tengah-tengah hutan yang saat ini merupakan satu-satunya hutan alam yang tersisa di pulau jawa. Jumlah seluruh siswa di sekolah kami ada 115 orang dan jumlah guru ada 12 orang.
Ketika berbicara masalah tantangan pendidikan (saya lebih suka menyebutnya "tantangan" bukan "masalah"), dibanding daerah-daerah lain di Kabupaten Pekalongan, wilayah kecamatan Petungkriyono adalah salah satu kandidat juaranya. Mulai dari tantangan alam, seperti tanah longsor yang menjadi bencana langganan, pohon tumbang yang menghalangi jalan menuju sekolah, hujan yang datang hampir setiap hari, jalur jalan yang naik-turun-berkelok dan aspalnya rusak pula (bahkan ada juga yang belum beraspal), ditambah kalau kita beruntung bisa juga "ketemuan" sama owa jawa, lutung, atau babi hutan waktu berangkat/pulang sekolah hehehehe..
Setidaknya ada 2 hal yang menjadi tantangan saya ketika akan bekerjasama dengan siswa dalam rangka menggali potensi siswa di "sekolah atas awan", begitu saya menyebut SMAN 1 Petungkriyono, yaitu terbatasnya prasarana dan lemahnya semangat belajar Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
Jika melihat gambaran sekolah seperti yang saya ceritakan diatas, terbayang kan bagaimana sarana dan prasarana (sarpras) yang ada di SMA yang siswanya hanya 115 orang dan gurunya 12 orang. Kami punya lab IPA tapi isinya hanya meja, kursi dan mikroskop saja. Kami punya lab komputer tapi isinya hanya ruangan kosong.Â
Kami punya 2 ruang kelas yang tidak digunakan, karena minat belajar masyarkat yang masih minim sehingga enggan untuk menyekolahkan anaknya, akibatnya jumlah siswa kami tahun ini menurun. Salah satu ruang kami pakai untuk musholla karena sekolah belum bisa membangun musholla. Internet? Ada, tapi sudah 2 bulan mati karena alatnya tersambar petir.
Sarpras adalah salah satu objek yang sangat vital dalam mendukung tercapainya tujuan pembelajaran, kira-kira selama ini seperti itulah pemahaman guru tentang sarpras pembelajaran. Apalagi guru TIK seperti saya, agar pembelajaran lebih efektif dan efisien pasti butuh lab komputer yang lengkap dengan pendingin ruangan, perangkat komputer yang mencukupi sesuai dengan jumlah siswa, jaringan LAN, internet, dll.Â
Tidak salah memang, namun jika melihat kondisi dunia pendidikan di Indonesia saat ini, dimana tidak semua sekolah memiliki sarpras yang memadai, maka hal tersebut menjadi suatu tantangan tersendiri. Jangan sampai semangat untuk memberikan materi pembelajaranpun menjadi tidak bergairah hanya karena dukungan sarpras yang tidak sesuai dengan harapan guru.
Saya bisa saja berkutat dalam pemikiran-pemikiran dangkal seperti : yang penting masuk kelas, yang penting ngajar, yang penting tetap gajian, yang penting naik pangkat, masalah kompetensi siswa itu urusan belakangan, toh bukan salah saya, salahkan pemerintah yang tidak bisa menyediakan fasilitas. Tapi entah kenapa saya menolak untuk terjebak dalam dalam pemikiran itu.
Potensi alam daerah pegunungan seperti kecamatan Petungkriyono sangatlah luar biasa, terlalu sayang jika tidak dimanfaatkan untuk sarana belajar, termasuk belajar TIK. Saya melihat begitu banyak lahan sekolah yang hanya ditumbuhi rumput-rumput liar. Disitulah saya tertantang untuk membangun lab komputer dengan bentuk yang tidak biasanya. Ya, saya akan membangun lab komputer di kebun. Belajar TIK sambil menanam strawberry. Kenapa strawberry?? Selain mengandung banyak vitamin, buah ini juga unyu-unyu kan? Cocok lah untuk menarik perhatian anak-anak usia SMA hehehehee..
Pembelajaran sering saya lakukan di kebun (kecuali jika cuaca tidak mendukung, alias hujan, kalau cuma kabut tebal, ahhh itu sih bukan halangan). Saya sesuaikan dengan KD yang akan kita pelajari hari itu. Awalnya saya jelaskan tentang tema belajar hari itu, juga tentang manfaatnya jika siswa menguasai tentang materi tersebut. Contoh Kompetensi Dasar (KD) kelas XII semester 1 tentang "Membuat grafis dengan berbagai variasi warna, bentuk dan ukuran".Â
Saya ajak siswa ke kebun, saya pancing dengan satu pertanyaan, "Apa yang ingin Anda lakukan di kebun strawberry ini?". Ada yang menjawab ingin mengerti cara memberikan pupuk yang benar, ada yang ingin membuat jus strawberry dicampur kopi, ada yang ingin membuat kaos dari bahan daun strawberry, bahkan ada yang ingin tahu harga buah strawberry per-kilo-nya berapa (*gubraakkk...).
Lucu-lucu memang, tapi itu ide "gila" yang _original_ dari mereka. Saya tidak membatasi ide, biarkan imajinasi liar mereka keluar. Kemudian saya minta mereka berkelompok untuk _googling_ mengenai pertanyaan-pertanyaan tersebut menggunakan smartphone yang mereka punya. Dari 20 siswa dikelas XII, hampir separuhnya sudah punya smartphone android.
Hasil yang didapatkan dari googling tersebut saya minta untuk di desain menggunakan aplikasi grafis berbasis android yang sudah terinstal di smartphone mereka. Jika waktu pembelajaran masih tersisa, anak-anak saya ajak ke kelas untuk menggambar menggunakan aplikasi Corel Draw yang ada di laptop milik saya. Akhirnya mereka bisa tahu perbedaan antara menggambar menggunakan aplikasi berbasis Android yang punya banyak keterbatasan dengan aplikasi berbasis windows yang tools-nya lebih lengkap.
Saya juga punya tantangan menarik tentang lemahnya semangat siswa pada saat belajar TIK dikelas. Maklum, laptopnya cuma 1, punya saya. Mereka cuma nonton layar proyektor, nggak salah lah kalau mereka bosen. Untuk memecah kebosanan, saya ajak mereka untuk bermain "PANTUN BERANTAI". Contoh di kelas X semester 2, pada KD "Menggunakan menu dan ikon yang terdapat pada perangkat lunak pengolah kata". Pada saat saya menjelaskan tentang menu dan ikon serta fungsi-fungsi dari menu dan ikon tersebut, banyak siswa yang mengantuk, melihat kanan-kiri jendela, sepertinya mereka pengen segera keluar, _booring_ banget kayaknya dengerin saya "ngoceh" wkwkwkwk..
Lalu saya ajak mereka untuk bermain pantun berantai itu. Awalnya saya menunjuk salah satu siswa untuk maju. Saya minta siswa tersebut untuk mengetikkan baris pertama dari sebuah pantun. Siswa tersebut juga saya minta untuk mengubah format teks (mengganti jenis dan ukuran font, memberi warna, memberi shadow, dsb) dengan menggunakan tools pada Microsoft Word yang sudah saya jelaskan sebelumnya. Bebas, Ia boleh memberikan style apapun pada teks yang sudah ia ketik tadi.Â
Setelah selesai memberikan format pada teks kemudian siswa tersebut saya minta untuk menunjuk temannya maju kedepan untuk membuat baris ke-2, meneruskan baris satu yang sudah dibuat tadi, juga sekaligus memformat text nya. Begitu seterusnya sampai siswa ke-4. Sehingga jadilah satu buah pantun 4 baris. Kelas menjadi seru, ramai, lucu, penuh tawa, dan yang terpenting... saya tahu bahwa siswa sudah menguasai menu dan tools yang saya jelaskan di awal pembelajaran. Tanpa sadar, kemampuan siswa dalam berpantun juga terasah. Ahh.. puasss..
Sarana dan prasarana memang wajib dipenuhi oleh pihak terkait dalam rangka menjamin kualitas pendidikan di Indonesia. Namun permasalahannya bukan sekedar memenuhi atau tidak memenuhi, ada hal yang lebih penting yaitu bagaimana sarana dan prasarana yang ada tersebut dapat membangkitkan potensi siswa dan melejitkan keinginan untuk belajar. Bukan kelengkapan sarprasnya yang penting, tapi ide dan kreatifitas guru untuk membangun suasana belajar menarik, menumbuhkan kasmaran belajar, dan menghasilkan insan-insan pembelajar sepanjang hayat, menurut saya itu lebih penting. Bukankah Allah SWT sudah menyediakan ruang belajar raksasa untuk kita manfaatkan untuk belajar?"
Wassalam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H