Mohon tunggu...
Fahmi Irhamsyah
Fahmi Irhamsyah Mohon Tunggu... Ilmuwan - The Lifelong Learner

Travel Blogger, Travel Preneur, live in the Birmingham United Kingdom, Post Graduate School University State Of Jakarta and Short Course School Of Education University Of Birmingham. Interested in Social Issue, History, Humaniora and Islam II Instagram and fan page @fahmiirhamsyah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Islam dan Pancasila

15 Agustus 2018   07:45 Diperbarui: 15 Agustus 2018   08:44 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tiap bangsa besar dan maju di seluruh dunia melalui proses pematangan dengan berbagai dinamikanya. Amerika serikat  meraih kemerdekaannya di kongres kontinental ke-dua 4 Juli 1776 justru setelah keluar dari konflik kolonialisme Prancis dan Inggris. 

Amerika kemudian bertansformasi dan menemukan momentum serta basis ideologi negaranya pada perang dunia ke-dua sehingga mereka menjadi mapan dan berpengaruh seperti hari ini.

Maka, tiap negara maju membutuhkan persiapan, konflik menuju persatuan dan momentum untuk take off! Bagaimana dengan Indonesia?

Beberapa hari belakangan media menampilkan fenomena aksi "saling lapor" antar sesama anak bangsa, dari seluruh aksi tersebut ada satu laporan yang menarik perhatian karena isunya kian bias dan kian liar di media sosial dan seakan membentuk dua kutub pancasila pada satu kutub dan Islam di kutub lainnya, bagaimana kita harus bersikap?

Adalah Buya Haji Abdul Malik Karim Amrullah, seorang ulama yang pernah di dapuk menjadi ketua MUI pernah memberikan nasihat tentang pancasila dalam Khutbah Idul Fitri 1 syawal 1387 H bertepatan dengan 1 Januari 1968  di Istana negara.

Buya Hamka memberikan pandangannya:

Buya mengomentari sila Ketuhanan Maha Esa. Menurut Buya Hamka esensi dari sila pertama adalah Tauhid, Laa ilaa ha illallah. Ketuhanan yang Maha Esa adalah Tauhid. Sila inilah yang menjadi sumber empat sila lainnya.

Indonesia adalah negeri berketuhanan maka tidak ada tempat bagi mereka yang berupaya menjadikan negeri ini negeri sekuler yang jauh dari nilai-nilai keagamaan.

Manusia Indonesia diharapkan dengan semangat keagamaan yang dianutnya menghargai  sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab.

Nilai-nilai ketuhanan yang dianut oleh bangsa Indonesia akan turut pula menstimulus munculnya rasa kebangsaan.

Rasa kebangsaan itu adalah rasa mencintai tanah air (hubbul wathon) sebagaimana dicontohkan oleh para pejuang bangsa sejak zaman dahulu.

Kecintaan pada tanah air inilah yang membuat torehan tinta sejarah bangsa Indonesia berisi Pekikan takbir, berkisah tentang membuncahnya darah para ulama dan santri memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Adab adalah kata yang berasal dari kosa kata bahasa arab, dan memang secara historis Indonesia tidak bisa melepaskan diri dari bahasa dan budaya arab karena pengaruh mereka yang begitu mengakar dan nilai-nilai ketuhanan serta keagamaan ini pula yang pada akhirnya berhasil menyatukan kita dalam sila ke-tiga, persatuan Indonesia.

Nilai-nilai Ketuhanan yang Maha Esa juga memberikan arahan bagi seluruh anak bangsa untuk memilih kepemimpinan yang hikmah (bijak). Sebagaimana disampaikan oleh sila ke-empat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

Anak bangsa harus mengedepankan musyawarah dalam upaya mencapai mufakat dan lagi-lagi kita menemukan dalam pancasila kata musyawarah yang juga berasal dari bahasa Arab.

Nilai-nilai ketuhanan ini pula yang pada akhirnya membentuk jiwa Indonesia menjadi jiwa sila ke-lima, jiwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kata adil (baca :Al-Adl.red) adalah salah satu dari nama Allah. Allah menyuruh manusia untuk mengerjakan amal dan kebaikan secara bersama-sama, keadilan ini pula yang harus dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia.

Keadilan tanpa memandang suku,ras, agama,jabatan dan status sosial. Tiap warga negara kedudukannya sama di hadapan hukum.

Maka bagaimana kita harus mempertentangkan kembali Islam dengan Pancasila atau bahkan mempertentangkan Islam dengan NKRI sedangkan fakta sejarah membuktikan bahwa pancasila dan NKRI justru muncul dari generasi emas muslim Indonesia dan banyak kata-kata bahasa Indonesia mengambil serapan dari bahasa Arab untuk mendeskripsikan nilai-nilai luhur pancasila.

Pada akhir tulisan ini, kita perlu berharap semoga konflik yang belakangan ini terjadi menjadi momentum persatuan anak-anak bangsa menuju kematangan dan kemajuan bangsa Indonesia.

*Fahmi Irhamsyah*
*Peneliti Sejarah Puspol Indonesia*
*Pengajar sejarah IGBS Darul Marhamah*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun