Konflik ini terlihat jelas ketika Al-Ghazali mendorong pengikutnya untuk mempelajari ilmu logika sambil juga menekankan pentingnya mukasyafah. Meskipun keduanya bertujuan untuk mencapai pengetahuan, mereka memiliki pendekatan yang berbeda. Ilmu logika berlandaskan pada akal dan penalaran, sedangkan mukasyafah menekankan pengalaman langsung yang melampaui batasan rasional. Ketegangan ini menciptakan kerumitan dalam pemikirannya, di mana ia berusaha menjembatani dua dunia yang tampaknya saling bertentangan.
Paradoks ini juga dipicu oleh beban ideologi aliran Sunni yang diemban Al-Ghazali. Himbauan untuk mempelajari ilmu logika bisa jadi merupakan upaya untuk menggantikan konsep 'pembimbing suci' dari aliran Syi'ah Batiniyah. Sementara itu, rumusan tasawufnya berfungsi sebagai pengganti bagi spiritualitas Syi'ah Batiniyah. Dengan demikian, meskipun Al-Ghazali berusaha menyatukan rasio dan spiritualitas, hasil akhirnya menciptakan kerumitan dalam pemikirannya yang terus diperdebatkan hingga kini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H