Detik jam menunjukkan angka 12. Dengkuran keras masih mengisi ruangan kamar yang senyap. Beberapa buku dan gulungan kertas berceceran di lantai. Poster Ariel Noah masih terpampang di dinding bercat biru muda, walau menyisakan keretakan kecil karena tak terawat. Dengan selimut bergaris putih biru, Andra masih membenamkan wajahnya di bantal guling. Kamar yang dihuninya adalah kamar terakhir rumah milik Pak Janar, sang pemilik kost di daerah Pademangan.
Lelaki yang awalnya bermodalkan tabungan dari kecil ini, sudah memiliki tekad untuk hidup mandiri. Semenjak pergi dari rumah saudaranya, Andra beruntung mendapatkan pekerjaan sebagai staff Software Engineering di umurnya yang genap 20 tahun. Ia memang ahli dalam soal pemograman perangkat lunak.
Walau penampilannya bisa dibilang mirip kuli versi modern, Andra memiliki skill yang membuat dapur hidupnya terus mengepul. Design Grafis adalah pekerjaan sampingannya di hari libur. Dari semua hal yang ia miliki, justru waktu adalah pelajaran yang mudah ia lupakan. Kini, reputasi pekerjaannya dipertanyakan.
KRINGGG!!!
Dering Jam Wecker membuyarkan mimpi indah Andra.
Pukul 7:15, menandakan peluang pergi ke kantor dengan tepat waktu semakin tipis. Andra langsung menyambar handuk, masuk kamar mandi. Ia punya 5 menit untuk selesai. Keramas 2 menit. Gosok gigi 1 menit. 2 menit terlewat lagi karena ia harus buang hajat besar. Waktu termakan 8 menit. Andra mulai panik. Persoalan waktu baginya adalah musuh yang selalu menantang dirinya untuk berbuat lebih cepat.
Seragam kerja dan sepatu pantofelnya telah siap sedia. Layaknya seperti Bartender melakukan aksi lempar botol. Andra melakukan hal itu untuk menyemprot tubuhnya dengan parfum AXE, untuk pertama kalinya dia bergaya seolah keterlambatan waktu tak akan mengendurkan kepercayaan dirinya. Ia bergegas keluar dari pintu kost. Pak Janar yang melihatnya penuh keheranan.
celananya. Motor Matic Mio di tungganginnya seperti kuda perang yang siap menuju ke medan tempur. Andra meluncur dengan keahliannya berkelok-kelok di gang yang sempit, ia berhasil keluar dari kerumunan orang-orang. Melintas di jalan raya yang lebar.
Andra melirik jam tangannya, waktu mulai mendekati 7:38, sebuah pertanda bahwa ia akan telat ke kantor. Ia memutar gas dengan cekatan, memacu motornya untuk lebih cepat. Melewati beberapa kendaraan di depannya. Sampai pada Truk gandeng yang besar sedang berputar arah di hadapannya.
“Sial!” oceh Andra dengan kesal.
Ia melihat ke arah trotoar yang sepi pejalan kaki. Andra memanfaatkan hal itu untuk menghindari macet yang diakibatkan ulah Truk gandeng. Andra tahu bahwa ini melanggar hukum dan mempersempit kesempatan pejalan kaki. Tapi dia juga tahu kalo waktu yang dibutuhkannya menuju ke kantor juga semakin sempit. Setelah berhasil, ia berbelok arah menuju jalur Golden Truly tempat dimana setelah melewati persimpangan yang ketiga, akan ada jalur khusus baginya. Sebuah jalan pintas yang langsung menuju kantornya.