Mohon tunggu...
Fahmi Kompas
Fahmi Kompas Mohon Tunggu... Staff Gudang di ITC Mangga Dua, Penulis Lepas, Bisnis Online -

Menyukai Selera Humor, Penggemar Photoshop, Funny Experiences, Suka dinasehatin dan paling senang mendengar ucapan motivasi yang menginspirasi :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Skenario Tak Terbatas

10 Februari 2016   08:45 Diperbarui: 10 Februari 2016   09:22 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Dan yang terakhir, setiap Novelis punya sifat arogan untuk bagian ending dalam cerita yang akan diakhiri. Skenario bisa berakhir tanpa memperdulikan apakah tokoh utama bisa menerima atau tidak pada tindakan si Penulis. Tapi, Tuhan tidak seperti itu. Dia memang yang menentukan skenario tokoh ciptaannya, tapi Dia juga memiliki kasih sayang dan menghormati pilihan di dalam perasaan tokoh-Nya, hingga skenario yang dibuat-Nya lebih dari satu! Dan akan berkembang sesuai Kuasa-Nya! Luar Biasa!” Arman bangkit dari kursi, memandang ke seluruh. Suaranya mulai serak, Saya tahu kenapa julukan “Si Pembuat Perbedaan” sangat cocok untuknya. Karena dia mencoba menyadarkan pikiran manusia melalui imajinasinya. Saya menjadi kagum karena berhasil mengubah pemikiran sempit saya tentang “Siapa yang paling jenius di dunia.” 

Saat mendongak ke wajahnya, Arman bertanya lagi. “Adakah, Novelis yang bisa membuat skenario seperti itu?” Saya menjawabnya, “Tidak ada, sungguh tidak akan pernah ada.” Arman tersenyum dan memandang ke arah Saya.

“Tapi kenapa, banyak diantara kita menganggap remeh semua hal yang diciptakan-Nya?” Saya membalas dengan cepat, “Mungkin karena sebagian dari kita merasa lebih hebat dari-Nya.” dan Arman menjawab dengan suara datar. “Lantas kenapa sebagian dari kita merasa lebih hebat daripada Sang Kuasa yang memiliki kekuasaan seluruh alam semesta? Ingat, Dia mengetahui identitas kita, Dia mengetahui dosa-dosa kita.”

 

Sore itu, Saya hanya termenung dan merenung lebih dalam lagi di sepanjang perjalanan pulang ke kost-an. 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun