Dalam kisah tersbut, saya dapat menyaksikan bagaimana kondisi para perempuan saat itu. Menjadi sangat tertindas dan tertekan oleh para Belanda. Kondisi mereka tidak menjadi sebagai apa-apa dan sangat dinegasikan hal-ihwalnya. Hanya satu yang kemudian menjadi ketertarikan para Belanda, yaitu kodratinya yang mereka paksa untuk memenuhi kebutuhan biologisnya.
Kondisi saat itu para perempuan tidak dapat melawan apa yang dilakukan para Belanda, karena tentu saja pilihannya adalah kehilangan kehormatan atau kehilangan hidup. Namun secara moral, para perempuan menolak atau tidak menerima apa yang dilakukan para Belanda kepada mereka.
Bentuk penolakan tersebut dapat dilihat dari reaksi para perempuan saat itu setelah dipaksa berhubungan biologis oleh para belanda, yaitu dengan menangis. Menangis menjadi tanda reaksi umum terhadap sesuatu yang menyedihkan. Dan saat itu menangis menjadi salah satu bentuk gerakan penolakan bagi para perempuan yang mendapatkan pemaksaan oleh para belanda.
Namun pada saat itu juga ada sebuah bentuk perlawanan yang berbeda. Perlawanan tersebut diperlihatkan oleh tokoh utama dalam cerita rakyat Nyi Jompong, yaitu Nyi Jompong sendiri. Ia memilih untuk menolak tawaran Tuan Besar Belanda untuk menikah dengannya.
Bagi saya, hal tersbut dilakukan Nyi Jompong karena Ia tau tidak akan mendapatkan apa-apa selain lebih sengsara. Tentu saja ini juga menjadi tamparan keras bagi para belanda bahwa apa yang mereka tawarkan, yaitu harta sebagai jaminan kebahagiaan Tuan Besar Belanda saat melamar Nyi Jompong. Dan tentu saja menjadi perlawanan yang saya nilai sangat berani dilakukan oleh Nyi Jompong terhadap belanda.
Namun ini juga akan menjadi salah satu yang saya kritik dari apa yang dilakukan Nyi jompong. Maksud saya kenapa Ia tidak menerima lamaran Tuan Besar Belanda saja, kemudian melakukan perlawanan dari dalam setelah menjadi istri Tuan Besar Belanda. Karena dengan demikian, saya pikir perlawanan akan semkin mudah dilakukan ketimbang melakukan penolakan.
Bentuk perlawanan terhadap kehendak belanda lainnya dilakukan Nyi Jompong ketika suatu hari dia dikejar oleh Tuan Besar dan para serdadu Belanda untuk menangkap Nyi Jompong. Yaitu dengan memilih mati dengan cara meloncat dari atas air terjun karena Ia terpojok di situ, ketimbang menyerah dan ditangkap kemudian dipaksa berhubungan biologis dengan Tuan Besar Belanda.
Saya mencoba memahami apa yang dipikirkan Nyi Jompong saat itu. Bahawa ada hal terakhir yang harus betul dipertahankan. Setelah semua direbut oleh kekuasaan Belanda, maksudnya adalah ekonomi dan politik. Hal terakhir yang harus dipertahankan tersebut adalah kehormatan, yang keberadaanya bukan berada pada tubuh, tetapi pada tekad dan kemurnian hati.
Bagi saya, saat itu Nyi Jompong bukan hanya sekedar mempertahankan kehormatannya, tetapi menggertak dan meberi peringatak kepada para belanda. Bahwa suatu saat, akan tumbuh tekad dan semangat untuk mengakhiri kekuasaan para Belanda dan mereka akan rela tidak hidup untuk merebut nilai hidup.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H