Sepotong Hati di PucanglabanÂ
Seperti Kata Dhonny Dhirgantoro dalam novel best sellernya "5 Cm", bahwasanya hati manusia adalah potongan-potongan yang penuh akan keajaiban. Dan sepotong keajaiban hati saya tertinggal di sini, di desa Pucanglaban, Tulungagung. Melalui tulisan ini, akan saya tuangkan sepenggal cerita 35 hari penuh kenangan di desa yang ajaib ini. Perihal suka dan luka, cinta dan romansa, senyum dan air mata, dan tentunya sesuatu yang berhasil menguasai hati dan mendominasi arah pandang Saya.
Sebelumnya perkenalkan nama saya Fahimatus Solikhah yang biasa dipanggil Fahim dari jurusan Tadris Matematika UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Seorang perempuan yang dilahirkan di Sidoarjo dan menginjakkan kaki di tanah Tulungagung saat memasuki perkuliahan, melangkah jauh dari rumah dan tinggal di kota orang. Atmosfir yang begitu berbeda, terasa asing, namun lucunya Saya menjadi jatuh cinta dengan Kota yang dijuluki Kota marmer ini.
Singkat waktu, tahun demi tahun berlalu dan semester perkuliahan berjalan dengan semestinya. Sampai pada akhirnya Saya mulai memasuki fase perkuliahan yang kata orang, adalah fase rawan cinlok. Namun ternyata hidup seatap selama 24 jam dalam sebulan bukan hanya menciptakan romantisme percintaan. Sebuah rasa saling memiliki, saling bergantung dan saling melindungi memunculkan sebuah perasaan yang berbeda. Yang awalnya asing telah menjadi keluarga. Persahabatan telah tumbuh di tengah sulitnya hidup bersama di atap orang.
19 Januari 2023, hari pertama memasuki posko KKN Pucanglaban 1. Udara yang baru, suasana yang canggung, lingkungan yang sama sekali berbeda, rasanya seperti manusia yang terseret ombak dan terdampar di pulau asing bersama manusia-manusia asing lainnya. Dengan 30 teman perempuan dan 10 teman pria, Kami berusaha dalam memahami sifat satu sama lain dan menyesuaikannya.Â
Salah satu hal yang saya syukuri selama di sini adalah masyarakatnya yang "welcome" dan bersahabat. Penjual toko depan posko yang hampir setiap malam bangku depannya tidak pernah kosong karena dipenuhi teman-teman (terutama Saya sendiri) bercengkrama sambil memakan es krim.Â
Mbak Dwi yang kamar mandi rumahnya selalu 'Ready' untuk pelarian teman-teman saat air di posko habis, Ikut memipil jagung saat antri mandi, bermain dengan Ainun yang merupakan putri cantiknya mbak Dwi, menertawakan sepeda yang terbang, hingga makan pisang bersama di teras rumah menunggu hujan reda.Â
Yang ketiga ada mbak Nurul, ibu loundry kesayangan anggota KKN Pucanglaban 1 karena mengikhlaskan kamar mandinya untuk ditempati mandi, dan tentu karena jasanya yang meringankan kehidupan KKN karena membuka loundry di desa yang sedikit sukar air ini. Dan yang terakhir adalah Bu Mutingah, yang telah menjadi ibu kedua Kita selama KKN.
Suatu hal yang berhasil membuat saya untuk pertama kalinya menangis di desa Pucanglaban saking bahagia dan ... ( Speechless ) adalah langitnya yang cerah. Untuk pertama kalinya dalam hidup selama 20 tahun bisa melihat bintang sebanyak dan seterang ini. Tidak pernah bosan setiap malam memandang ke langit untuk sekadar menyapa sang bintang. Kunang-kunang yang terakhir kali saya lihat di umur belasan tahun tiba-tiba lewat dengan cahaya di ekornya, seakan mengucapkan selamat datang di desa Pucanglaban. Sayangnya, sepertinya langit Pucanglaban lebih bersahabat dengan hujan daripada bintang.
Berbicara sedikit mengenai desa tempat tinggal KKN kami, Pucanglaban sendiri merupakan desa yang nuansa alamnya masih terjaga. Jalanan seperti roller coaster dari aspal yang mulai tidak mulus, pohon kelapa dan tanaman jagung di kanan kiri memberikan vibes daerah pegunungan yang asri. Namun dari sekian banyaknya suguhan alam yang menyegarkan mata, favorit Saya adalah pantai yang merupakan potensi luar biasa desa Pucanglaban.Â
Dari pantai pacar, pantai kedung tumpang, pantai molang dan lainnya, hati saya tertuju pada hidden beachnya Pucanglaban, pantai lumbung. Akses ke pantai lumbung sendiri bisa dibilang masih jarang terjangkau, jalan kecil berkerikil seperti mendaki gunung memaksa kita harus berjalan kaki untuk bisa sampai di pantai. Tanah yang basah karena sering terguyur hujan menjadikan jalanan licin mengharuskan untuk selalu awas.Â