Mohon tunggu...
Silfi Fahima
Silfi Fahima Mohon Tunggu... Novelis - menulis, membaca dan bercerita

semua hal akan terasa lebih bermakna jika kita lakukan bersama dengan orang yang kita cinta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kenapa Anakku Cepat Emosi?

22 September 2021   06:43 Diperbarui: 22 September 2021   06:50 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Singosari, 2/9/2021

"Beberapa bulan lalu saya bertemu dengan ibu dua anak yang nampak sama seperti ibu lainnya. Kedua anaknya masih berada pada umur balita dimana si kakak berusia lima tahun dan sang adik masih berusia tiga tahun. Saat beberapa bulan berkenalan saya menarik simpul bahwa setiap orang tua menginginkan hal yang terbaik bagi anaknya. 

Dulu kata-kata itu hanya sebuah klise bagi saya namun setelah bertemu beliau saya sangat menyadari bahwa kata-kata itu benar adanya. Rela melakukan apapun baik senang ataupun tidak senang demi anaknya yang menurutnya membutuhkan perhatian yang lebih diusianya ini."

Dari sedikit kutipan diatas kita bisa menyadari bagaimana emosi para orang tua tengah bercampur baur. Dimana senang, sedih dan miris menjadi satu melihat kondisi anak yang terus berkembang sedangkan pandemi tak kunjung juga meredah.

Emosi ?

Apa emosi melulu tentang marah dan tidak suka ?

Bukan, emosi adalah semua perasaan yang ada di dalam diri kita. Semua perasaan yang ada dalam diri kita dinamakan emosi. Dalam World Book Distionary (1994 : 690) emosi didefinisikan sebagai "Berbagai perasaan yang kuat". Goleman (1995 : 69) menyatakan "emosi  merujuk pada suatu perasaan atau pikiran-pikiran khanya, suatu keadaan biologis dan psikologis serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak"

Menurut Syamsuddin (1990 : 69) "emosi merupakan suatu suasana yang kompleks (a complex feeling state) dan getaran jiwa (stid up state) yang menyertai atau muncul sebelum atau sesudah terjadinya sesuatu perilaku". Gambaran dari emosi adalah perasaan benci, takut, marah, cinta, senang, dan kesedihan.

Emosi dapat terjadi akan beberapa sebab. Menurut Lewis and Rosenblum (Steward,, at. Al. 1985) terdapat 5 tahapan emosi

  • Elicitors, dorongan yang bersumber dari terjadinya peristiwa atau situasi tertentu.
  • Receptors, situasi syaraf menerima rangsangan dari luar.
  • State, perubahan spesifik yang terjadi dalam aspek fisiologi
  • Expression, terjadinya ekspresi atau berubahan pada daerah yang bisa diamati.
  • Experience, presepsi dan intepretasi individu pada kondisi emosionalnya

Secara singkat emosi dipengaruhi akan biologis dan lingkungan sekitar, baik yang sedang terjadi maupun pengalaman yang sudah terjadi. Menurut Michael Lewis (2007,2008) emosi dibedakan menjadi dua yakni emosi primer dan emosi sadar diri. 

Emosi primer yakni emosi yang dimiliki manusia dan binatang serta muncul di awal kehidupan, seperti perasaan gembira, marah, sedih, takut dan jijik. Sedangkan emosi sadar diri, emosi yang memerlukan kewaspadaan diri, terutama kesadaran dan rasa "keakuan", seperti rasa cemburu, empati, dan malu.

Bagi manusia emosi sangat diperlukan, dimana kita bisa menjelaskan suatu hal dengan menampakkan mimik wajah kita. Sebab menggunakan kata saja tidak cukup sehingga emosi juga harus ditunjukkan. Pada anak usia dini, emosi membantu mereka untuk belajar dan menampilkan beberapa hal pada lawan biacara mereka.

Emosi merupakan bentuk komunikasi anak kepada orang lain, sehingga yang diajak bicara dapat faham apa yang mereka butuhkan. Emosi berperan penuh dalam perkembangan dan mempengaruhi kepribadian anak dalam penyesuaian diri anak dan lingkugannya. Emosi dapat mempengaruhi interaksi sosial anak melalui reaksi-reaksi yang ditampilkan oleh lingkungan mereka.

"Assalamualaikum hai kamu sholat ?" tanya saya kesalah satu teman kecil saya

"Iya ustadzah sholat, ustadzah di sebelah Aisyah ya," jawabnya dengan logat dan suara kecilnya

Hampir setiap hari saya bertemu dengan dia, si kecil Aisyah yang sangat rajin sholat berjamaah di masjid. Dia adalah satu dari sekitar delapan puluh santri yang mengaji di masjid setiap selesai sholat ashar. Ia anak yang sangat ceria terlihat dari mimik wajahnya yang tidak pernah lepas dari senyum mengembang. 

Setiap ia sholat maghrib dan isyak di masjid yang selalu ia temui pertama adalah saya, dan kata yang pertama ia katakan adalah "Assalamualaikum ustadzah," dan dengan tak kalah ceria saya menjawab salamnya.

Lihat bagaimana seorang anak yang umurnya masih belia menampilkan hal yang positif. Hal ini dapat kita hubungkan dengan emosi yang ada pada manusia.Emosi memiliki dua klasifikasi, positif dan negatif. Kita semua pasti tahu perbedaannya antara positif dan negatif.

Sebagai salah satu tenaga pengajar awal saya menemukan banyak sekali emosi dan pemicu emosi bagi anak, khususnya anak usia dini. Kita bisa merasakan emosi tersebut dengan kuat dan dapat kita lihat dari tampilan fisik. Ada satu cerita lagi dimana menyadarkan saya bahwa emosi tercipta juga karena kebetulan.

Saat itu saya datang lebih awal ke masjid dan dapat melakukan sholat ashar berjamaah. Kebiasaan saya adalah saya tidak pernah memakai sajadah saat sholat disana. 

Dipertengahan sholat tiba-tiba ada seorang anak kecil bernama revanda yang menggelarkan saya sajadah tepat di depan saya yang tengah sholat. Setelah menggelar sajadah tersebut ia nampak berdiri disamping kiri saya dan ikut melakukan sholat.

Inilah emosi yang dapat kita klasifikasikan sebagai positif. Dari rasa perduli hingga melakukan hal yang tak terduga. Emosi positif juga meliputi kerelaan seperti yang ditunjukkan Revanda, lucu, kegembiraan seperti yang ditunjukkan Aisyah, rasa ingin tahu, kebahagiaan, kesukaan, rasa cinta, takjub dan lain sebagainya.

Jika emosi positif adalah meliputi hal yang baik, maka emosi negatif meliputi hal-hal yang kurang baik seperti ketidak sabaran, kebimbangan, rasa marah, kecurigaan, rasa cemas, rasa bersalah, rasa cemburu, rasa jengkel, rasa takut, depresi, kesedihan dan rasa benci.

Emosi negatif juga kerap kali saya temui saat bersama dengan teman-teman kecil saya. Yang paling terlihat adalah saat mereka tidak menyukai akan suatu hal atau ada sesuatu yang tidak mereka inginkan. 

Seperti yang saya jelaskan di awal bahwa emosi dipengaruhi oleh lingkungan. Sehingga pengkespresian emosi juga tergantung akan lingkungan yang ada disekitar mereka. Adakalanya lingkungan mereka menerima apa yang mereka tunjukkan dan adakalanya juga lingkungan mereka tidak mendukung apa emosi yang mereka perlihatkan.

Lalu bagaimana cara kita sebagai orang tua khususnya melatihan agar anak memiliki emosi positif. James Baldwin pernah berkata bahwa "anak memang tidak pernah bagus dibidang mendengarkan orang yang tua, namun mereka tidak pernah gagal untuk meniru mereka". 

Dari apa yang dikatakan James Baldwin kita bisa mengetahui apa yang seharusnya kita lakukan kepada anak. Ya, lebih baik mencontohkan suatu hal dari pada kita terus berucap, menentang dan menyuruh anak. Hal ini lebih jitu agar anak memiliki emosi sesuai yang kita inginkan.

Jika kita ingin anak terlalu tersenyum maka jangan sekali-kali menampakkan rasa cemberut atau gelisa dihadapan anak. Jika kita ingin anak selalu anak ramah kepada orang lain, maka jangan sekali-kali menampakkan rasa tidak suka kepada orang lain. Ingat, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Anak akan melakukan apa yang telah mereka lihat dan rasakan terutama dari orang tua mereka.

Referensi

Ali Nugraha, Yeni Rachmawati, Metode Pengembangan Sosial Emosional 2013

John W. Santrock, Life-Span Development edisi ketigabelas jilid satu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun