Â
Desa merupakan salah satu jantung dari pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya inisiasi dan produk yang bernilai tinggi, khususnya ialah pola perilaku masyarakat desa yang masih kental dengan gotong-royong. Namun, hal tersebut mulai terkikis dengan adanya globalisasi, dimana masyarakat desa menjadi lebih apatis terhadap perkembangan wilayahnya. Oleh karenanya, hal ini dibutuhkan pendekatan terhadap segala permasalahan yang berada di desa agar masyarakat desa dapat mengembangkan wilayahnya.ÂPendekatan Triple Helix yang melibatkan pemerintah, perusahaan dan peneliti belum dapat menjawab permasalahan desa yang begitu kompleks.Â
Hal tersebut disebabkan oleh pola perilaku masyakarat desa yang majemuk sehingga setiap inci wilayahnya memiliki budaya yang berbeda. Masyarakat desa memiliki berbagai masalah terkait desa wisata yang terintegrasi. Hal ini ditandai dengan konflik antar warga terhadap kebijakan yang masih dikelola secara terpisah. Pandemi telah membuat berbagai wisata di Indonesia menjadi lesuh karena ditutupnya akses terkait kunjungan wisata. Oleh karenanya, hal ini sangat berdampak terhadap perkembangan desa wisata di seluruh Indonesia.
  Kebijakan terkait pelonggaran PPKM telah menumbuhkan kembali desa wisata di Indonesia. Hal ini dilihat dari tren positif dari kenaikan kunjungan wisatawan asing dan domestik. Sektor pariwisata dan ekonomi kreatif pun ikut mulai keluar dari keterpurukan. Tantangan paska pandemi yang dihadapi dalam sektor pariwisata yakni Investasi dan Infrastruktur  (Itsnaini, 2022).Â
Kenandy merupakan salah satu anggota dari Konsorsium Ekonomi Sirkular atau KESI yang memiliki ide ekonomi sirkular dalam industri kreatif berbasis kriya dari olahan kulit. Andy Purnawa merupakan aktor perubahan dalam mengubah wisata berbasis eco-tourism yang terletak di desa Sumberharjo, Kapanewon Prambanan, Kabupaten Sleman. Andy melakukannya dengan pendekatan melalui Kelompok sadar wisata (Pokdarwis). (Valendo, 2023).Â
Namun, hal tersebut tidak lantas membuat Andy berhenti untuk menciptakan inovasi terkait eco-tourism. Tantangan pariwisata yang dirasakan Andy ialah kurangnya pemberdayaan dan konservasi terhadap lingkungan yang berkelanjutan. Hal yang unik dari beliau adalah ketika menghubungkan pola interaksi terhadap masyarakat melalui komunitas sepeda untuk mengikuti berbagai kegiatan terkait pilah sampah.Â
Hal ini bukanlah project yang mudah, beliau sempat berfikir untuk mundur dan tidak melanjutkan estafet perjuangan terhadap pengelolaan eco-tourism yang berkelanjutan karena begitu sulitnya mengajak masyarakat untuk terlibat di berbagai aktivitas pengelolaan sampah.Â
Namun, beliau pun bercerita ketika mendapatkan kesempatan untuk bergabung dengan pusat studi perdagangan dunia atau biasa dikenal PSPD UGM, beliau merasakan kehangatan lentera yang dapat menyalakan api semangat untuk menghidupkan kembali wisata desa Sumberharjo. Oleh karenanya, beliau memiliki mimpi untuk meningkatkan potensi wisata desa yang berada di Sumberharjo untuk meningkatkan kesadaran masyarakat sekaligus menjadi pusat pelatihan desa wisata yang memiliki nilai pemberdayaan dan konservasi berkelanjutan.
Pengelolaan wisata yang masih terpisah menimbulkan masalah terkait pengelolaan limbah sehingga konflik antar warga akan berlangsung jangka panjang. Namun, hal tersebut dapat diselesaikan dengan membuat pemahaman bersama akan pentingnya gotong royong dalam memajukan desa melalui berbagai forum yang berada di desa. Salah satu forum yang dibentuk ialah Pokdarwis atau kelompok sadar wisata. Pokdarwis sumber sumilir mengelola sampah dengan membentuk tiga bank sampah untuk 18 padukuhan di Kalurahan Sumberharjo.Â
Pengelolaan sampah tersebut dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terkait pengelolaan limbah untuk wisata yang berkelanjutan. Hal ini berkaca dari tempat pengelolaan akhir atau TPA Piyungan sudah seringkali mengalami "overload" sehingga hal ini menjadi prioritas utama dalam mengembangkan eco-tourism yang berada di Sumberharjo. Pandemi juga telah menghantam berbagai pariwisata termasuk wisata yang berada di Sumberharjo yakni Bukit Teletabis dan Rumah Domes.Â
Wisata tersebut telah mengalami penurunan jumlah wisatawan baik domestik dan asing. Disisi lain, tantangan tersebut membawa manfaat tersendiri untuk desa Sumberharjo yakni meningkatkan nilai gotong royong untuk saling membantu sesama. Salah satu peluang yang diciptakan dari adanya pandemi adalah munculnya usaha baru seperti Omah Maggot Jogja atau OMG yang memanfaatkan channel Youtube untuk mengedukasi masyarakat dengan pengelolaan limbah organik.Â