Mana candamu, Ibu?
Itulah yang ku rindu.
Mana senyummu, Ibu?
Ku selalu merindumu.
Tiada hari yang sepi bila ku mengingatmu.
Kau selilmut di tiap malam dinginku.
Engkau lebih dari sekedar keluarga.
Engkaulah segala-galanya.
Kau bukan emas, berlian atau permata
Kau bukan bandingan harta.
Ibu, kau lebih dari sekedarnya.
Kaulah yang beri nafas pertama.
Tahta tertinggi dalam setiap kasta.
Hiasi istana keluarga
Lengkapi dunia, bak zamrud khatulistiwa.
Sejauh apapun kau kan slalu tetap ada.
Mana candamu, Ibu?
Itulah yang ku rindu.
Mana senyummu, Ibu?
Ku selalu merindumu.
Tak ada dirimu, aku mati gaya.
Ibu jangan marah, buatku mati rasa.
Aku kan berhenti merajuk, sebab tak pantas lagi tuk kau rayu.
Jangan menangis lagi, Bu.
Tiap doaku ku sebut namamu.
Oh, Ibu...
Aku pernah berdusta
Hanya mencari cara tuk di manja.
Bunda, ceritaku penuh dusta...
Sekedar lelucon tuk buat kau tertawa.
Ibu, Ibu oh Bundaku...
Kini aku jauh darimu
Aku tak seperti dahulu..
Yang buatmu naik pitam itu.
Hanya saja, Ibu...
Kali ini saja peluklah aku!
Lalu, cium keningku!
Cukup itu pintaku saat kita bertemu.
Dan, ku ingin kau ada.
Saat ku berbahagia.
Hanya saat ku bersuka cita
Tenang, Ibu...
Lukaku kan jadi rahasiaku.
Ibu...
Kau buat semua berbeda
Kalimatmu indah nan sederhana
Semua dapat aku terima
Sebab, di ragaku selamanya mengalir darahmu, Bunda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H