Mohon tunggu...
Fahar AlBadrani
Fahar AlBadrani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Olahraga/Topik Konten Favorit tentang Edukasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menghadapi "Genderless Fashion" dalam Perspektif Islam: Antara Nilai Tradisional dan Identitas Gender

5 November 2023   22:27 Diperbarui: 5 November 2023   22:46 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: hollywoodlife.com

Pada saat pergeseran besar-besaran terjadi dalam dunia fashion dengan munculnya konsep 'Genderless Fashion,' dunia Islam dihadapkan pada pertanyaan mendalam tentang bagaimana nilai-nilai agama dan budaya tradisional berinteraksi dengan perkembangan mode yang mendobrak norma yang ada. Bagi banyak orang Islam, berpakaian tidak hanya sekadar kewajiban, tetapi juga bagian penting dari identitas mereka, yang diakar dalam keyakinan dan norma sosial yang kuat.

'Genderless fashion' menantang batasan-batasan konvensional gender, mengizinkan individu untuk mengenakan pakaian yang mereka rasa mencerminkan identitas gender mereka tanpa mengikuti norma sosial yang telah lama ada. Ini adalah gerakan yang diterima dengan antusias oleh beberapa pihak yang memandangnya sebagai langkah menuju inklusivitas yang lebih besar. Namun, ada pula yang merasa bahwa 'Genderless Fashion' berbenturan dengan nilai-nilai tradisional dan agama mereka.

Trend Genderless Fashion makin banyak diminati oleh masyarakat barat dan masyarakat Indonesia pun mulai banyak yang minat. Trend Fashion yang mengaburkan prevensi maskulin dan feminim ini semakin populer berkat penampilan berbagai selebriti internasional maupun lokal seperti Kristen Stewart, Elton John, dan Devano Danendra.

1. Kristen Stewart

Sumber: gq.com
Sumber: gq.com

2. Elton John

Sumber: hollywoodlife.com
Sumber: hollywoodlife.com

3. Devano Danendra

Sumber: tvonenews.com
Sumber: tvonenews.com

Dalam Islam, Laki-laki tidak boleh menyerupai perempuan dan sebaliknya. Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu, Beliau berkata:

“Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki” (HR. Al-Bukhari, Abu Dawud, dan Tirmidzi).

Dan telah diketahui, bahwa perbuatan yang terkena laknat Allah SWT atau Rasul-nya itu termasuk dosa besar. Kita hidup di dalam sistem kapitalisme yang menempatkan keuntungan materi diatas segala-galanya, maka tidak heran jika Genderless Fashion tetap hidup dan terus diproduksi. Kapitalisme hanya memandang hidup di dunia itu fokus mencari materi sebanyak-banyaknya, Halal Haram menjadi bukan standar dalam menetukan kebijakan tapi hanya untung atau rugi yang dipikirkan. Jadi, mau menciptakan fashion apapun akan tidak menjadi soal, yang penting laku dan mendapatkan untung besar.

Bicara tentang standarnya yang juga bukan halal haram, masyarakat akan memandang Genderless Fashion sebagai hal yang tidak perlu dimasalahkan. Tidak merasa sama sekali lagi jika itu mendatangkan dosa, bahkan menganggapnya sesuatu yang indah atau aesthetic. Lakunya produk-produk jenis Genderless Fashion makin banyak bikin industri fashion semangat untuk meningkatkan produksinya, batasan gender menjadi makin tidak terlihat dalam indsutri fashion. Masyarakat juga sepertinya lebih banyak yang tidak memperdulikan hal ini dibandingkan yang peduli karena masih banyak yang jauh dari pemahaman Islam, mereka mudah terbawa oleh arus opini yang dibuat para kapitalis. Jadi, meski beragama Islam tapi standar pemikiran dan pendiriannya bukan Islam seperti mengaku Islam tapi tidak mau Islam mengatur hidupnya. Kadang mereka tahu ada aturan Islam tapi tidak mau menjalankannya.

Supaya kita bisa menjadi Muslim sejati dan tidak kebawa dengan arus kapitalisme, kita butuh mengkaji Islam secara Kaffah. Sebagaimana yang Allah firmankan dalam QS. Adz-Dzariyat ayat 56:

“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.”

Dengan paham tujuan hidup yang benar, kita akan terdorong menjalani hidup ini sesuai aturan Islam dan bisa menyaring pemikiran-pemikiran rusak yang dihembuskan barat. Ketika mendengar dan mengetahui istilah Genderless Fashion, kita bisa langsung mengeluarkan sikap menolak dan mengingatkan orang-orang terdekat.

Genderless Fashion tidak akan diminati bahkan menjadi trend seperti sekarang jika masyarakat Islam ini paham aturan-aturannya. Kurang cukup hanya masyarakat, negara juga harus Islami karena negara yang memiliki wewenang buat kebijakan. Negara yang Islami tidak akan membiarkan Genderless Fashion diproduksi atau dipromosikan dalam negaranya. Standar membuat suatu kebijakan adalah halal haram, sekalinya haram tetap haram meskipun mendatangkan banyak keuntungan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun