Meskipun dunia telah dilipat dalam televisi, tetapi lipatan itu tetap merupakan keadaan yang "seolah-olah". Semua manusia tak pernah hidup dalam satu desa, yang global sekalipun. Kecepatan dan percepatan memang bisa "mereduksi" waktu, tetapi tak bisa mereduksi ruang (bahkan "mereduksi" pun tidak), sedangkan manusia hidup dalam dimensi ruang sekaligus waktu. Manusia, tetap berkeringat dan sesekali menghela nafas meski menaiki pesawat super untuk mengelilingi dunia.
Teknologi, telah membuat manusia tak mustahil untuk akrab denganvmanusia lain di seberang lautan sana, bercengkerama tanpa menghiraukan rentang geografis, tanpa tenggorokan serak karena memekik terlalu keras. Namun, sungguh sayang, dengan begitu justru manusia menjadi tak begitu mengenali manusia lain, yang duduk disebekahnya.
Di salah satu sisi, teknologi telah menggeser refleksi "selamat bersenang-senang", menjadi "mari bersenang-senang", juga tidak suka menambahkan "koma" dalam kalimat kehidupan manusia, sekaligus menghapus "titik". Tetapi bisakah, kalimat dibaca tanpa bubuhan "koma", yang selalu memberikan jeda? Juga, setiap kalimat harus berakhiran beberapa "titik", untuk memulai kalimat yang baru, baik "titik" yang berjumlah satu, maupun yang berjumlah lebih dari satu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H