Mohon tunggu...
Mahmudi Fajar
Mahmudi Fajar Mohon Tunggu... Guru - 4th RU Putera D.I.Y 2023

Kerap dipanggil Fafa, lahir di Pacitan, 06 April 1994. Selain memiliki ketertarikan dalam bidang musik, juga memiliki hobi di dunia modeling dan menjadi bagian salah satu agency modeling di yogyakarta dengan jam terbang show yang sudah tinggi. Saat ini juga menjadi bagian dari Putera-Puteri DIY 2023 menyandang gelar 4th Runner Up.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Emosimu Menentukan Gerakmu

29 Oktober 2023   00:22 Diperbarui: 29 Oktober 2023   00:46 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merdeka belajar adalah kebijakan dari kementerian pendidikan dan kebudayaan RI yang bertujuan untuk menjadikan peserta didik sebagai SDM yang unggul kedepannya. Konsep dari merdeka belajar adalah untuk memerdekakan berbagai sistem pendidikan yang akan membawa pada inovasi dan kreatifitas anak bangsa. Selain dari usaha pemerintah sebagai pelaksana utama kebijakan ini, dari berbagai pihak juga diharapkan dapat membantu sesuai dengan kapasitas masing-masing. Melalui kolaborasi dari berbagai pihak itulah diharapkan Merdeka Belajar dapat membawa hasil yang maksimal bagi kualitas pendidikan Indonesia.

Dalam rangka mendukung kebijakan tersebut, Mahmudi Fajar atau kerap dipanggil Fafa, salah satu mahasiswa PPG Prajabatan Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta melaksanakan kegiatan layanan bimbingan klasikal dengan tema regulasi emosi pada siswa kelas VIII B SMP Negeri 5 Depok Sleman. Layanan ini perlu dilaksanakan karena berdasarkan pengalaman yang didapatkan oleh mahasiswa selama melaksanakan kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) sesi II, ditemukan hasil Pre-test bahwa 10 peserta didik memiliki tingkat regulasi emosi sangat rendah, 15 peserta didik yang memiliki tingkat regulasi emosi yang rendah, dan 7 peserta didik memiliki tingkat regulasi emosi tinggi. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, peserta didik memiliki regulasi emosi rendah dikarenakan mudah tersinggung dan faktor penyebab ketersinggungan tersebut adalah lingkungan dan situasi yang kurang menyenangkan.

Masa remaja merupakan masa transisi yang melibatkan perubahan sosio-emosional. Berbagai peristiwa yang terjadi, tekanan internal, maupun eksternal, menjadi salah satu faktor kompleksitas emosi pada remaja yang belum seutuhnya mengenali diri dan emosi mereka. Dikenal sebagai fase storm and stress, gejolak emosi yang dirasakan amatlah beragam dan naik-turun. Tak ayal, remaja kerap mengalami keterbatasan dalam mengatur emosi dan menahan agresinya yang dapat berdampak pada suatu permasalahan baru. Tidak terekspresikannya emosi, pun dapat menjadi permulaan masalah. Remaja masih kental dengan pencarian jati diri dan penerimaan oleh orang sekitar, sehingga diperlukan kemampuan meregulasi emosi. Regulasi emosi yang baik ialah regulasi emosi yang adaptif terhadap konteks yang mereka hadapi. Mahasiswa memilih Teknik Expressive Writing dalam meningkatkan regulasi emosi peserta didik. Alasan memilih Expressive Writing sebagai teknik penulisan karena membantu individu dalam merubah perilaku dan sikapnya, meningkatkan kreativitas individu, meningkatkan memori, meningkatkan motivasi, meningkatkan kesehatan mental, meningkatkan hubungan sosial.

Ada 4 tahap dalam melaksanakan Expressive Writing. Yang pertama adalah Recogniting atau Initial Write. Yaitu tahap pembuka menuju sesi menulis. Mahasiswa menyampaikan materi mengenai regulasi emosi. Tahap ini bertujuan untuk membuka imajinasi, memfokuskan pikiran, relaksasi dan menghilangkan ketakutan yang mungkin muncul pada diri peserta didik, serta mengevaluasi kondisi perasaan atau konsentrasinya. Yang kedua adalah Examinatiaon atau Writing Exercise. Tahap ini bertujuan untuk mengeksplor reaksi konseli terhadap suatu situasi tertentu. Waktu yang diberikan untuk menulis 10-30 menit setiap sesi. Setelah menulis konseli juga dapat diberi kesempatan untuk membaca kembali tulisannya dan menyempurnakannya. Tahap yang ketiga adalah Juxtaposition atau Feedback. Tahapan ini merupakan sarana refleksi yang mendorong pemerolehan kesadaran baru dan menginspirasi perilaku, sikap, atau nilai yang baru, serta membuat individu memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang dirinya. Tulisan yang sudah dibuat konseli dapat dibaca, direfleksikan, atau dapat juga dikembangkan, disempurnakan, dan didiskusikan dengan orang lain atau kelompok yang dapat dipercaya oleh peserta didik. Hal pokok yang digali pada tahap ini adalah bagaimana perasaan penulis saat menyelesaikan tugas menulis dan atau saat membaca. Tahap selanjutnya adalah Aplication to the self. Pada tahap terakhir ini, mahasiswa membantu peserta didik mengintegrasikan apa yang telah dipelajari selama sesi menulis dengan mereflesikan kembali apa yang mesti diubah atau diperbaiki dan mana yang perlu dipertahankan. Selain itu juga dilakukan refleksi tentang manfaat menulis bagi peserta didik. Mahasiswa juga menanyakan apakah peserta didik mengalami ketidaknyamanan atau bantuan tambahan untuk mengatasi masalah sebagai akibat dari proses menulis yang mereka ikuti.

Setelah dilaksanakannya layanan bimbingan klasikal dengan Teknik Expressive Writing yang dilakukan sebanyak 2 siklus, mahasiswa mendapatkan data bahwa tingkat regulasi emosi peserta didik terdapat peningkatan. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil rata-rata yang terus meningkat mulai dari pre test ke post-test 1 sebesar 33,4 kemudian post test 1 ke post-test 2 sebesar 19,2%. Sedangkan rata-rata peningkatan skor keseluruhan pada siklus I dan II yaitu rata-rata persentase peningkatan Pre-test dan Post-test kedua adalah 60,81%. Pada siklus II ini semua siswa sudah mencapai indikator keberhasilan dengan skor masing-masing ≥54.
      

Siswa menunjukkan antusiasme terhadap kegiatan (dok pribadi)
Siswa menunjukkan antusiasme terhadap kegiatan (dok pribadi)
Program ini dapat membantu pihak sekolah untuk mengembangkan perilaku adaptif dalam mengelola emosi para peserta didik. Selain itu juga dapat dijadikan metode pembelajaran dengan mengaplikasikan media interaktif dan kreatif kedalam praktik pengajaran para guru atau tenaga pendidik serta dapat menjadi evaluasi pihak terkait dengan tujuan yang berdampak positif, sehingga mempermudah pemahaman dan pengkondisian peserta didik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun