Mohon tunggu...
Arifah Suryaningsih
Arifah Suryaningsih Mohon Tunggu... profesional -

\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Aku Capek Sekolah, Bunda

12 November 2012   15:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:32 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rasanya seperti tersambar petir disore bolong mendengar pernyataan putri sulungku sore tadi. Sehingga membuat malam ini aku merenung lama. Setelah tadi mencoba menghitung bersama jam-jam belajarnya, sambil memijiti punggungnya yang pegal-pegal, kami berdua ngobrol tentang apa yang dia rasakan setelah hampir 1 tahun dia berada di kelas tiga SD, ketika dia mulai menghabiskan sepertiga hari-harinya di sekolah tersebut, malam ini kukatakan padanya, “Kakak, malam ini Kakak tidak usah mengerjakan PR, dan tidak perlu belajar, kita pijitan aja sambil ngobrol yuk...?”. Matanya berbinar-binar mendengar pernyataanku, dan dia setuju setelah kuyakinkan bahwa bu guru dan pak guru tidak akan marah besok pagi padanya.

Memang beberapa hari ini dia mengeluh pinggangnya sakit. Badannya pegal, dan berbagai keluhan fisik lainnya yang tidak jauh-jauh dari keluhan capek dan ngantuk. Kami pikir itu cuma alasannya ketika saat mengerjakan PR atau belajar tiba. Jadi tidak ada kompromi bagi kami untuk alasan-alasan seperti itu, PR dan belajar tetap harus dilakukan. Dan dia melakukannya dengan patuh, sampai kami tidak tega ketika tiba-tiba dia tertidur di meja belajarnya. Selanjutnya, besok pagi dia harus bangun paling lambat jam 5.30, dalam keadaan yang lebih sering terpaksa daripada bangun dengan wajah ceria. Selanjutnya harus siap dengan sepatu, tas dan bekal ditangannya tidak boleh lebih dari pukul 6.45 di depan pintu gerbang sekolahnya, yang akan terbuka kembali pada pukul 15.30 nanti sore, demikian terus selama Senin – Kamis. Jumat adalah hari yang dinanti-nantikannya, karena sekolah kelar pukul 10.30, dan akan ada kegiatan ekstrakurikuler yang disukainya sore harinya. Sedangkan hari Sabtu adalah hari semangatnya, karena hari itu ada pelajaran SBK (Seni Budaya dan Ketrampilan).

Kami pikir semua baik-baik saja. Kami pikir, kami sudah memberikan yang terbaik untuknya. Memilihkan sekolah terbaik untuknya, memberikan fasilitas terbaik untuknya, menjadi orangtua murid yang baik bagi sekolahnya. Ternyata dia tidak senyaman yang kami kira, tidak segembira yang kami sangka, tidak seikhlas yang kami harapkan, dan tidak menikmati hari-harinya.

Saya ingat, beberapa kali dia meceritakan hal yang sama, “Bunda, tadi pelajaran Matematikanya di lapangan sepakbola looh...!” tapi cuma sekali itu, sekarang gak pernah lagi, padahal kita senang sekali belajar disana”.

Saya yakin. Sangat yakin, bahwa tujuh puluh anak yang lain disekolahnya juga menceritakan hal tersebut kepada orangtuanya dirumahnya, atau kepada adiknya, atau kepada kakaknya, dan atau kepada teman lainnya hari itu. Ternyata benar apa yang sering aku baca, mungkin pernah juga kutulis, bahwa sekolah itu seperti penjara. Dan sekarang anakku terpenjara disana. Dan dia tidak sendiri. Ada ribuan anak lain yang pasti merasakan hal yang sama. Mereka terpenjara oleh sistem pendidikan yang dirancang sedemikian rumitnya, dan bahkan sedemikian mahalnya. Dan telah dilaksanakan selama berpuluh tahun berlangsung di negeri ini. Bahwa sayapun ternyata juga mengalaminya, dimulai pada dua puluh sembilan tahun yang lalu. Sudah lama sekali ternyata. Hingga satu generasi baru telah saya lahirkan, dan ternyata saya hanya memberikan hal yang sama, kepada anak saya.

Pertanyaannya: Lantas, dimana perubahannya? Apa kemajuannya? Mana kemanusiaannya? Cuma ada satu bedanya, dia berani berkata bahwa, “Aku capek sekolah, Bunda......”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun