Mohon tunggu...
faezar ibrahim
faezar ibrahim Mohon Tunggu... Guru - SMKN 1 Majalengka

Bismillahh.. Alhamdulillah.. never give up!!

Selanjutnya

Tutup

Music

Gaok Majalengka

28 November 2021   14:21 Diperbarui: 28 November 2021   14:25 1172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buyung terbuat dari tembaga di Desa Kulur

karya musik tradisional di indonesia sangat beragam dari kekayaan budaya yang ada di Indonesia ini mencirikan sebuah negara yang berbudaya bhineka tunggal ika. Namun perlahan berbagai kebudayaan  semakin tergeser dengan adanya pengaruh perkembangan zaman. Oleh sebab itu kita sebagai generasi muda mari bersama mengapresiasi karya seni tradisional agar keberadaan dan pelestarianya tetap terjaga. Mengapresiasi berarti kita berupaya mengenal, menghargai, mempelajari, menyanyikan karya musik tradisi hingga melestarikan karya seni tradisional. Salah satu bentuk pertunjukan yang akan kita bahas saat ini adalah kesenian tradisional Gaok.

Gaok berasal dari kata ngagorowok (berteriak) yang awal mulanya tercipta ketika adanya sekelompok orang di daerah majalengka, yang berlatarbelakang mayoritas masyarakat agraris mengisi kegiatan sehari - hari nya di ladang. kemudian mereka saling bersahutan bergunggam dengan keras dan menggunakan Teknik cengkok sunda (ngahaleuang patembal tembal) dengan irama salendro maupun pelog yang bertujuan untuk mengusir kesunyian dari kebun satu ke kebun lainnya, dikarenakan pada saat itu letak ladang dan kebun saling berjauhan.

Gaok adalah sebuah kesenian tradisional di Kabupaten Majalengka yang berawal dan berkembang di Desa Kulur. Dimulai dengan masuknya ajaran agama Islam yang disyiarkan oleh Pangeran Muhamad dari Cirebon Seni Gaok masuk ke wilayah Majalengka. Kesenian Gaok adalah kesenian yang menampilkan Pupuh yang merupakan pengembangan vokal sunda dan tembang dominan dalam pertunjukan Gaok ini. Membawakan cerita, kisah, ataupun legenda yang diambil dari daerah Majalengka Jawa Barat dengan istilah Wawacan.

Berkaitan dengan peranannya Gaok pada zaman dahulu sebagai pertunjukan ritual Ruwat / upacara penolak bala juga syukuran hasil bumi panen di kebun (Mapag Dewi Sri) yang diadakan di bale. Namun sekarang mulai beralih fungsi kepada kegiatan lainya seperti 7 bulanan / ngayun (syukuran 40 hari kelahiran bayi) bahkan dalam hiburan seperti Ulangtahun, khitan, menikah, Festival seni dan sebagainya. Dalam perkembangan masa kini ternyata kesenian Gaok mulai meredup keberadaanya hal ini tentu memprihatinkan terutama bagi generasi muda yang akan menjadi penerus untuk menggenggam nilai nilai serta karakter berbudaya indonesia.

Gaok ini Termasuk golongan seni buhun yang telah mengalami pengaruh dari leluhur atau sinkretisme antara nilai budaya etnis Sunda Buhun yang bernuansa Islam, yang dibawa dari Cirebon. Di dalam pertunjukan Gaok ini selalu diawali dengan bacaan Basmalah, dan biasanya dilakukan upacara persembahan sesajen kepada para leluhur (upaya menghargai sebagai simbol rasa syukur atas hasil yang didapat) yang dilaksanakan sebelum memulai Seni Gaok. Berupa Parawanten (aneka ragam makanan/minuman) Pangradinan (minyak kelapa, bunga-bunga) Parupuyan (perapian). serta alat music yang unik untuk ngagoongan yakni Songsong dan buyung.

sedangkan bahasa yang disampaikan adalah bahasa Sunda. Terdapat dalang, juru mamaos tukang naekeun di setiap baris (padalisan) dan alok pada setiap akhir bait. Dan juga Pakaian Kampret hitam khas Sunda, dan menggunakan ikat di kepala nya.

Pertunjukan gaok biasanya disesuaikan dengan tema dalam acara nya jadi bisa berbeda penggunaan pupuhnya

Misalnya Asmarandana melambangkan kasih sayang

Pada 7 bulanan atau pemberian nama bayi / ngayun 40 hari lahir bayi

Kemudian pada menyambut padi (dewi sri)

Ada juga pupuh Dangdanggula yang karakternya agung biasanya Ada yg ditampilkan pada acara formal Seperti, contoh dalam beberapa video pertunjukan gaok yang banyak ditampilkan. Dibawah ini merupakan cuplikan Naskah Gaok yang menggunakan langgam Pupuh Dangdanggula.

Bagja teuing negri sindangkasih

Subur maur estu lain beja

Bukti henteu pisan bohong

Kahirupan nu dilembur

Ayeuna nggeus kasaksi

Rahyat raharja

Pamingpin jalujur

Ngajalankeun sakumaha kawajiban

Ngutamakeun rakyat leutik

Kamanana didesa

Disertai dengan Alok sebagai tembang selingan dalam pertunjukan Gaok 

kucuran cai kucuran

kucuran caina empang

haturan abi haturan

haturan wilujeng tepang

Cara penyajian Kesenian Gaok tidak hanya ditampilkan di atas panggung, tetapi bisa juga di tengah / halaman rumah, duduk bersila menggunakan tikar. Dipimpin oleh seorang dalang atau pangrawit, yang bertugas untuk membacakan kalimat-kalimat yang ada dalam cerita. selanjutnya untuk diulang oleh Tukang Gaok. Ia yang membacakan Wawacan. Kemudian dibeuli oleh juru mamaos (pencoba) yang satu dengan yang lain. Tukang meuli tak ditentukan, siapa saja yang ingin meuli kalimat yang dibacakan dalang. Selain tukang meuli, ada lagi tukang naekkeun, yang menaikkan nada yang ditembangkan ke nada yang lebih tinggi, sehingga persiapan yang paling penting bagi tukang gaok adalah mempersiapkan suara agar tidak sampai kehabisan nafasnya. terkadang gayanya pun seperti orang yang sedang mengumandangkan Adzan. Pemain harus memiliki kualitas suara yang bagus, ambitus suara yang memadai, napas yang panjang, dan harus hapal semua pupuh, termasuk cara menembangkannya.

Tetapi yang lebih penting lagi, yaitu untuk menekankan kejelasan jalannya cerita dalam Wawacan kepada penonton. Karena bila lirik atau rumpaka sudah disampaikan oleh Tukang Gaok, yang terdengar oleh penonton bukan lagi kejelasan ejaan atau lafal kata yang diucapkan, melainkan suara dari penembang tersebut yang ditonjolkan. Cara pengulangan disampaikan baris demi baris agar pemain dan penonton tertib. Dulu, jumlah yang memainkannya 12 sampai 13 orang. Sekarang pemain Gaok sekitar 4 sampai 6 orang laki-laki sebagai juru mamaos dan seseorang sebagai dalang atau pangrawit yang menjadi pemimpinnya. Adapun cerita yang dibawakan selain cerita-cerita Wawacan di atas merupakan kisah nyi rambut kasih atau simbar kencana. Selain sebagai juru mamaos, setiap pemain memainkan tetabuhan/waditra dari bambu, yang masing-masing memiliki nama: kecrek (tamborin), gendang dipadukan dengan songsong dan buyung.

songsong bambu untuk ditiupkan pada  buyung
songsong bambu untuk ditiupkan pada  buyung

Waktu penyajian wawacan dalam lantunan pupuh ini disajikan pada saat malam hari. Dimulai ba'da isya yakni dari pukul 20.00 -- 04.00 pagi, artinya pertunjukan ini berlangsung selama semalam. Jika belum selesai dalam satu malam pertunjukanya maka, dilanjutkan sesuai dengan kesepakatan hajat / penonton Gaok yang dapat dipertunjukan Kembali pada malam selanjutnya.

Abah Rukmin sebagai Dalang Gaok di Majalengka
Abah Rukmin sebagai Dalang Gaok di Majalengka

Nah sekarang Bagaimana agar kita dapat menjaga kesenian gaok supaya keberadaanya tetap ada dan terjaga di majalengka

Misalnya dengan mendatangi keberadaan gaok di desa kulur ataupun mengikuti pertunjukan gaok baik secara langsung maupun melalui media seperti youtube. Tokoh yang masih ada hingga sekarang hanya Abah Rukmin, yang awalnya di Desa Kulur kini berpindah domisili ke Desa Tajur.

Sebagai generasi muda harus Mengapresiasi seperti Mengenal  mempelajari melestarikan sehingga Nantinya akan masuk kedalam  upaya meregenerasi / memberitahu kpd yng blm mengenal hal tersebut sesuai dengan istilah kata wawacan yakni wawar kanu teu acan.

Haturnuhun _ M Faezar I

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun