Mohon tunggu...
Niken Novita Sariii
Niken Novita Sariii Mohon Tunggu... Lainnya - Berani menulis karena tahu, tapi bukan berarti tidak membutuhkan saran/kritik.

Tulislah apa yang telah kamu dapatkan. Ikuti alur jangan lupa bersyukur.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Merajut Keberagaman dan Menangkal Intoleransi Melalui Tradisi Lokal "Ledug Suro (Lesung Suro Bedhug Muharram)"

8 Mei 2020   16:29 Diperbarui: 8 Mei 2020   16:44 1121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti yang kita ketahui, lesung merupakan alat yang berbentuk seperti perahu kecil digunakan untuk menumbuk padi (proses dari gabah menjadi beras). Selain itu ada makna tersembunyi dibalik lesung, yaitu sebagai alat hiburan. Para penutu/penumbuk padi saling bercengkrama dan canda tawa satu sama lain  sambil mendengar alunan suara dari alu lesung. 

Pada zaman dahulu jika lesung sudah berbunyi masyarakat berbondong-bondong untuk mendatangi sumber suara lesung tersebut. Mereka saling bergantian menutu padi, dan sebagiannya saling membantu apa yang perlu dikerjakan. Oleh karena itu, lesung menjadi sarana untuk memperkuat persatuan dan kesatuan, serta rasa saling membantu yang diwujudkan dengan gotong royong.

Sedangkan bedhug merupakan alat komunikasi tradisional sebagai tanda dimulainya waktu sholat. Bedhug ini berbentuk gendang besar yang apabila dipukul mengasilkan suara bass.

Kesenian ledug dapat merajut keberagaman dan menangkal intoleransi. Hal ini dibuktikan dengan makna yang terkandung dalam ledug yang berisi nilai-nilai kemanusiaan, gotong royong, saling menghargai satu sama lain yang dituturkan melalui sandiwara, maupun pertunjukkan wayang. Selain itu, ledug juga mempersatukan antara kebudayaan jawa dan perayaan hari besar islam yang dirangkai dalam sebuah tradisi lokal. 

Perayaan ini dipersembahkan untuk berbagai lapisan masyarakat yang tidak memandang latar belakang. Sikap saling meghormati dan menghargai tentunya sudah melekat dalam jiwa masyarakat Magetan.

Selain itu, ledug juga mengandung pesan bahwa manusia dalam menjalani hidup saling membutuhkan satu sama lain, atau biasa dikenal makhluk sosial. Dan kurang lengkap rasanya jika  hidup  hanya berhubungan dengan manusia saja, tentunya harus berhubungan dengan Tuhan.

Mengingat begitu banyak pesan dari tradisi Ledug Suro, sudah sepatutnya kita melestarikan dan menjaga keberagaman ini dengan saling menghormati dan menghargai orang lain. Hal ini tak lain untuk menjauhkan kita dari sikap intoleransi yang dapat memecah belah persatuan yang telah terjalin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun