Mohon tunggu...
Rafael Julian K
Rafael Julian K Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang Pembelajar Sejarah

Saya suka pelajaran Sejarah hehe :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Karena Beliau, Kesultanan Aceh Mencapai Puncak Kejayaan

5 September 2019   13:51 Diperbarui: 23 Juni 2021   17:35 2708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Faktor penyebab berkembangnya Aceh menjadi kesultanan maritime yang besar adalah kejatuhan Malaka ke tangan Portugis pada 1511.

Akibatnya, banyak pedagang muslim yang kemudian mengalihkan kegiatan perdagangan mereka ke pelabuhan Aceh. Hal tersebut membuat Aceh menjadi kerajaan besar yang ditunjang oleh kemampuan militer dan ekonomi yang kuat.

Kondisi politik pemerintahan Kesultanan Aceh sering dilanda konflik di antara penguasa kesultanan itu sendiri. Sekitar tahun 1571 M hingga 1607 M, Kesultanan Aceh diperintah oleh 8 orang sultan dan 2 diantaranya bukan keturunan Aceh, melainkan keturunan raja Perak di Semenanjung Malaya. Sultan yang kemudian memerintah Aceh selama 15 tahun lamanya adalah Sultan Alauddin Riayat Syah al-Mukamil (1589-1604 M).

Baca juga : Ar-Raniry, Mufti Kesultanan Aceh Darussalam

Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Aceh mencapai puncak kejayaannya dengan wilayah kekuasaan meluas dari Deli sampai ke Semenanjung Malaya. Keberhasilannya dalam pemerintah dilandasi oleh kekuatan militer, terutama Angkatan laut.

Pemerintahan Sultan Iskandar Muda dianggap berhasil membawa Aceh ke zaman keemas an, tetapi kerajaan ini pun berdiri diatas landasan yang rapuh, karena hal-hal demikian,

  1. Masyarakat Aceh bukan masyarakat Agraris, sedangkan hasil pertanian sangat diperlukan bagi keberhasilan perang dan perdagangan.
  2. Wilayah pedalaman tidak mampu mendukung kebutuhan dasar (pangan) masyarakat kota.
  3. Persatuan antarpenduduk Aceh sangat longgar. Bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar hanya dikenal oleh masyarakat perkotaan, sedangkan masyarakat Aceh yang terdiri dari berbagai suku masih menggunakan bahasa daerah masing-masing.
  4. Perkembangan kota berlangsung lebih cepat dibandingkan kemampuan masyarakat pedalaman dalam menunjang kebutuhan masyarakat kota. Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial yang berpotensi menimbulkan konflik.
  5. Peran kelompok-kelompok elite Kerajaan tidak selalu mudah dikendalikan. Kelompok ini tidak selalu bersedia mendukung program-program sultan, terutama dalam melakukan ekspansi.

Iskandar Muda digantikan Iskandar Tsani. Pada masa pemerintahannya, hidup sastrawan besar bernama Nuruddin ar-Raniri yang dikenal dengan karyanya yang berjudul Bustanusslatin yang berarti taman raja-raja. Isinya adalah tentang adat istiadat Aceh dan ajaran tentang islam.

Sepeninggal Iskandar Tsani, Aceh mengalami kemunduran. Faktor utamanya adalah menguatnya kekuasaan Belanda di Pulau Sumatra dan Selat Malaka. Faktor lainnya adalah adanya perebutan kekuasaan, terutama antara golongan bangsawan dan golongan ulama. Diantara para ulama sendiri pun terjadi pertingkaian karena perbedaan aliran dalam agama Islam.  

Baca juga : Kesultanan Aceh, Kesultanan yang Tidak Terkalahkan?

Kondisi Sosial

Kehidupan masyarakat Kesultanan Aceh tetap bersifat feodal. Dalam tatanan masyarakatnya, Aceh memiliki golongan bangsawan yang memiliki gelar teuku dan golongan ulama yang bergelar tengku. Kedua golongan ini sering bersaing berebut pengaruh dalam masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun