Mohon tunggu...
Fadzul Haka
Fadzul Haka Mohon Tunggu... Wiraswasta - Follow Thyself!

Wirausahawan yang menyamar jadi penulis. Di samping tulis-menulis dan berdagang, saya mengaktualisasikan gelar Sarjana psikologi dengan merintis riset mengenai dramatherapy dan poetry therapy secara otodidak. Nantikan tulisan saya lainnya: Cerpen dan Cerbung Jum'at; Puisi Sabtu; dan Esai Minggu. Saya senang jika ada kawan diskusi, jadi jangan sungkan-sungkan menghubungi saya: email: moch.fariz.dz13@gmail.com WA: 081572023014

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Panggilan Beringin

2 Oktober 2020   15:28 Diperbarui: 2 Oktober 2020   15:40 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak disangka-sangka, ada sosok yang menarik perhatiannya hingga Dewi menerka-nerkanya. Membuka kembali album kenangan.

"Engkos?" Sahut Dewi, "Ya, Allah kemana saja kamu selama ini?"

Kini giliran Engkos yang menebak-nebak siapa ibu guru muda itu.

"Masya Allah, Dewi, bukan?"

Tawa canggung yang mewarnai pertemuan mereka luntur setelah masing-masingnya berbagi cerita, mengenang masa kecil, dan menumpahkan rindu pada teman-teman lama keduanya.

Pohon dengan akar-akar yang menjuntai, dahan menjulur bak ular raksasa berjumbai, juga keteduhannya, serasa menggemakan kembali tawa di sekitar sini. Tawa dari anak-anak yang berayun-ayun pada akar beringin ketika pura-pura jadi Tarzan. Tawa cekikikan dari anak-anak yang bermain petak umpet di belakang pohon, semak, dan lubang got. 

Tidak ketinggalan tawa yang mengiringi jerit-jerit para bocah manakala menemukan sesajen bekas pesugihan di bawah pohon ini. Dahan yang paling rendah tampak mengangguk-angguk, seakan mengiyakan nostalgia yang dibicarakan mereka berdua.

Tanpa angin dan suara, selembar daun beringin selebar buku mendarat di kepala Engkos. Ketiba-tibaan ini menghadirkan keangkeran wajah pohon beringin. Setiap celah-celah lilitan batangnya seperti mengintai. Keramaian percakapan tukang cuci motor, orang-orang tua di depan kios, dan kehebohan anak-anak yang berjalan pulang terasa jauh. Engkos berkaca pada Dewi, mereka sama pucatnya.

***

Keramaian telah merambah ke jalan arah rumah Engkos, walau kesepian lama masih tinggal di sekitar situ. Engkos menyempatkan diri untuk jajan dengan harapan bertemu teman-teman lamanya secara tidak sengaja. Namun di balik asap bakaran sate, gosip dan racauan di antara anak-anak muda yang bermain game online di kafe, dan gerobak-gerobak tukang gorengan sampai martabak, semuanya asing dan lain.

Barulah ketika bermimpi, Engkos bisa menemui teman-teman lamanya di pinggiran sungai. Sampai tiba-tiba dirinya berteleportasi ke depan pohon beringin tadi. Sementara teman-teman yang semula mengelilinginya, tengah berpencaran lalu masuk ke dalam pohon beringin. Dia terpatung menyaksikan adegan tadi sampai selembar daun yang jatuh menyadarkannya kembali. Pada selembar daun itu tertulis pesan, "Jangan lupakan aku."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun